Senin, 09 Oktober 2017

Makalah Upah Hukum Perburuhan



UPAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi
Mata Kuliah: Hukum Perburuhan
Dosen pengampu: Junaidi Abdullah, S. Ag., M.Hum.


Disusun oleh:
1.      Ike Meliyanti Saputri              (1520110003)
2.      Budi Utomo                            (1520110024)
3.      Khoirul Wahib                        (1520110033)
                                                                                        
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
STUDI AHWALUS SYAKHSIYYAH
TAHUN 2017



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting. Keberadaan tenaga kerja tidak boleh begitu saja dikesampingkan yang harus diperhatikan kesehatan dan kesejahteraannya. Hal yang tidak bisa lepas begitu saja dari tenaga kerja adalah upah. Penentuan upah merupakan salah satu penentu efisien atau tidaknya kerja seorang tenaga kerja seperti yang sering terjadi di Indonesia sekarang tidak sedikit perusahaan yang menghentikan aktifitas produksinya karena para karyawan berdemo menuntut kenaikan upah.  
Manusia dalam hidupnya selalu berusaha untuk memenuhi segala kebutuhannya. Kebutuhan hidup sangatlah bervariasi, sedikit atau banyaknnya adalah relatif tergantung pada kemampuan atau daya beli seseorang yang dipengaruhi oleh penghasilan yang diperoleh dalam kurun waktu tertentu sesudah ia bekerja.
Bagi para pekerja khususnya yang bekerja di perusahaan swasta terdapat ketentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Besarnya tidak sama setiap kabupaten/kota tergantung pada kondisi daerah masing-masing. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah UMK itu sudah sesuai dengan kebutuhan hidup pekerja? Apakah besarnya UMK itu sudah layak? Yang menjadi pemikiran selanjutnya adalah apakah besarnya upah yang diterima pekerja itu sudah adil sesuai dengan beban kerjannya? Maka hal ini akan dikaji dalam pembahasan  kali ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud upah?
2.      Bagaimana Perlindungan Upah?
3.      Bagaiman Sistem Pengupahan di Tingkat Perusahaan?
4.      Bagaimana Peran Pemerintah di bidang Pengupahan?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Upah
Upah adalah hak pekerjaan atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau yang telah atau akan dilakukan (Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13.Tahun 2003) setiap pekerjaan berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan( Pasal 88 Ayat (1) ).
Upah adalah salah satu sarana yang digunakan oleh pekerja untuk meningkatkan kesejahteraanya.  Berdasarkan ketentuan pasal  1 angka 31 UU No. 13 Th. 2003 disebutkan bahwa kesejahteraan pekerja atau buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah baik didalam maupun diluar hubungan pekerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktifitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

B.     Perlindungan Upah
Dasar dari pemberian upah adalah waktu kerja. Berdasarkan ketentuan pasal 77 ayat (1) UU No. 13 Th. 2003 dijelaskan bahwa setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Adapun ketentuan waktu kerja diatur dalam pasal 77 ayat (2) UU No.13 Th.2003 adalah sebagai berikut :
1.      7 ( tujuh ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh) jam 1 (satu ) minggu untuk 6 (enam ) hari kerja dalam 1 (satu) minggu , atau
2.      8 ( delapan ) jam 1 ( satu) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu ) minggu untuk 5 ( lima) hari kerja dalam satu minggu

Ketentuan waktu sebagai mana dimaksud tersebut tidak laku bagi sektor usaha atau pekerja tertentu. Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Adapun bentuk kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja  atau buruh diatur dalam ketentuan pasal 88 ayat (3) UU No. 13 Th. 2003 terdiri atas :
1.      Upah Minimum
Ketentuan mengenai upah minimum diatur dalam pasal 88-92 Undang-Undang No.13 Tahun 2003. Upah minimum sebagimana dimkasud dalam pasal 88 ayat(3) huruf a terdiri atas :
a.       Upah mimimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten / kota.
b.      Upah minimum didasarkan pada sektor wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
Pemerintah menetapkan ketentuan upah minimum dijelaskan oleh Furqan Karim bahwa upah minimum yang diatur oleh pemerintah yang ide awalnya jaring pengaman agar perusahaan minimal membayarrkan upah dengan harapan kebutuhan dasar bagi kehidupan pekerja relatif mendekati terjangkau.
Konsep yang idela dalam menentukan upah, yakni keterlibatan pekerja/serikat pekerja. Langkah yang dapat dilakukan untuk menuju sistem itu adalah dengan cara kedua belah pihak melakukan perlindungan atau negosiasi. Keuntungan dari alternatif dari sistem ini adalah pertama, upah lebih mencerminkan kemampuan perusahaan dan kemauan pekerja, yaitu perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik akan memberikan kesejahteraan yang lebih baik pula bagi pekerja. Kedua fungsi upah sebagai stimulans motifator lebih tercermin karena pekerja akan memaksialkan produktifitasnya agar perusahaan dapat menghasilkan kinerja lebih baik.
2.      Upah Kerja Lembur
Berdasarkan ketentuan pasal 78 undang-undang No. 13 tahun 2003 bahwa pengusaha yang memperkejakan pekerja atau buruh melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat :
a.       Ada persetujuan pekerja atau buruh yang bersangkutan
b.      Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu
Pengusaha yang memperkejakan pekerja atau buruh yang melebihi waktu kerja wajib membayar upah kerja lembur. Mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur diatur dengan Keputusan Mentri Tenaga Kerja Trans No.KEP 102/MEN/VI/2004 waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 jam sehari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 8 jam sehari, dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1minggu atau waktu kerja apada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapka pemerintah:
berdasarkan ketentuan pasal 4 KEPMENAKERTRANS No.KEP.102 /MEN/VI/2004, pengusaha yang memperkerjakan pekerja atau buruh melebihi waktu kerja wajib membayar upah lembur perusahaan tersebut berkewajiban :
a.       Membayar upah kerja lembur
b.      Memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya
c.       Memberi makanan dan minuman seeekurang-kurangnya 1400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 jam atau lebih
3.      Upah Tidak Masuk Kerja Karena Berhalangan
Upah yang dibayarkan kepaa pekerja atau buruh yang tidak masuk bekerja sebagai dimaksud dalam  Pasal 93 ayat (2)   sebagai berikut
a.       Pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 hari
b.      Menikahkan anaknya, dibayar selama untuk 3 hari
c.       Meghitankan anaknya, dibayar untuk selaa 3 hari
d.      Istri melahirkan atau keguguran, dibayar untuk selama 3 hari
e.       Suami atau isrti, orang tuia atau mertua atau anak atau menantu meninggal dunia dibayar untuk selama 2  hari
f.        Anggota keluaraga dalam 1 rumah meninggal dunia dibayar untuk selama 1 hari.
4.      Upah Karena Menjalankan Hak Waktu Istirahat Pekerjannya
Berdasarkan ketentuan Pasal 79 UU No. 13 Tahun 2003. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti ssebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a.       Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus
b.      Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
c.       Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
d.      Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ke7 dan ke 8 masing-masing 1 bulan bagi pekerja / buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus dalam perusahaan yang sama.
5.      Denda dan potong upah
Dalam Pasal  95-96 UU No. 13 Tahun 2003. Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda. Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlmbatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan presentase tertentu dari upah pekerja. Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan atau buruh/pekerja dalam pembayaran upah.
      Berdasarkan Pasal 2 PP No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah menyatakan bahwa hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubugan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus.
      Berdasarkan Pasal 19 PP No.8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah apabial upah terlambat dibayar,maka mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah 5% untuk tiap hari keterlambatannya. Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi naik 1% untuk tiap hari keterlambatnnya dengan ketentuan bahwa tambahan itu utuk 1 bulan tidak boleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan.
       Adapun ketentuan mengenai denda, pemotongan dan ganti rugi diatur dalamPasal 20-23 PP No.8 Tahun 1981. Denda atas pelanggaran sesuatu hanya dapat dialkukan bila hal itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahan. Apabila untuk satu perbuatan sudah dikenakan denda, pengusaha dilarang untuk menuntut ganti rugi terhadap buruh yang bersangkutan. Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum. Denda yang dikenakan oleh pengusaha kepada buruh, baik langsung maupun tidak langsung tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda tersebut.[1]

C.    Sistem Pengupahan di Tingkat Perusahaan
1.      Kewajiban Pengusaha
Menurut UU No.13 Tahun 2003 Pasal 92 menjadi kewajiban pengusaha untuk memberikan kepastian pendapatan dan penyesuaian dengan perkembangan tingkat kehidupan di masyarakat. Oleh karena itu wajib :
a.       Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah berdasarkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi.
b.      Melakukan peninjauan upah secara berkala.
2.      Penerapan Asas “ No Work, No Pay”
Menurut UU No.13 Tahun 2003 Pasal 93 ayat (1) menyebutkan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/bururh tidak melakukan pekerjaan. Pasal 93 ayat (2) mengtur bahwa upah tetap dibayarkan pekerja apabila pekrja/buruh berhalangan, seperti sakit, sakit karena haid, izin karena keperluan keluarga. Dalam  ayat (3) mengatur bahwa upah tetap dibayarkan kepada pekerja apabila pekerja sakit terus menerus selama setahun, dan selanjutnya sampai pengusaha melakukan pemutusan hubugan kerja. Sedangkan ayat (4) mengatur bahwa upah tetap dibayarkan kepada pekerja apabila pekerja izin karena melakukan pernikahan, perikahan anaknya, melahirkan, keluarganya ada yang meninggal dunia.
3.      Komponen Upah
Menururt UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 94 komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Besaran upah pokok minimum 75% dari besaran upah pokok dan tunjangan tetap.
4.      Daluwarsa Penuntutran Terhadap Upah
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentgang Ketenagakerjaan  pasal 96 masa daluwarsa penuntutan tentang upah adalah 2 tahun. Hal ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi pengusaha, karena pemimpin perusahaan bisa berganti-ganti dan belum tentu mereka selalu mengikuti perkembangan masalah dari pemimpin terdahulu.[2]
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian upah di tingkat perusahaan adalah sebagai berikut :
a.       Perbedaan tingkat upah dapat terjadi karena perbedaan tingkat pendidikan, latihaan, dan pengalaman. Karena pada dasarnya pasar kerja terdiri atas beberapa pasar kerja yang berbeda dan terpisah satu sama lain. Pa da satu pihak, pekerja yang berbeda memerlukan tingkat pendidikan dan keterampilan yang berbeda. Produktivitas kerja seseorang berbeda menurut pendidikan dan latihan yang diperolehnya.
b.      Tingkat upah di tiap perusahaan berbeda menurut presentase biaya pekerja terhadap seluruh biaya produksi. Semaki kecil proporsi biaya pekerja terhadap biaya keseluruhan, semakin tingi tingkat upah. Misalnya pada perusahaan – perusahaan padat modal, seperti perusahaan minyak, pertambangan, dan industri.
c.       Perbedaan tigkat upah yang terjadi antara beberapa perusahaan menurut perbedaan proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualnya. Semakin besar proporsi keuntungan terhadap penjualan dan seakin besar jumlah absolut keuntungan, semakin tinggi nilai upah.
d.      Perbedaan tingkat upah antar perusahaan dapat terjadi karena perbedaan peranan pengusaha yag bersangkutan dalam menentukan harga.
e.       Tingkat upah dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan. Perusahaan yang besar dapat menurunkan harga dan mendominasi pasar. Dengan demikian, perusahaan yang besar cenderung lebih mampu memberikan tingkat upah yang tinggi dari pada perusahaan kecil.[3]
D.    Intervensi Pemerintah di Bidang Pengupahan
Pemerintah melakukan intervensi karena sangat berkepentingan untuk menyelaraskan antara upah yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pencapaian produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemerintah memberlakukan kebijakan Penetapan Upah Minimum yang tadinya dilandasi oleh Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) berkembang menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).
Kebijakan pemerintah tentang Penetapan Upah Minimum atau sekarang disebut Upah Minimum Pendapatan secara Makro-Nasional bertujuan untuk meningkatkan:
1.      Pemerataan pendapatan, karena kenaikan Upah Minimum akan mempersempit kesenjangan upah pekerja terendah dan upah pekerja tertinggi.
2.      Daya beli pekerja, karena kenaikan Upah Minimum akan secara langsung meningkatkan daya beli pekerja, dan selanjutnya akan mendrong lajunya ekonomi rakyat.
3.      Perubahan struktur biaya, karena kenaikan Upah Minimum secara otomatis akan memperbaiki struktur upah terhadap struktur biaya produksi.
4.      Produktivitas nasional, karena kenaikan Upah Minimum akan memberikan insentif bagi pekerja untuk lebih giat untuk meningkatkan produktivitas di perusahaan
5.      Etos dan disiplin kerja, karena dengan terpenuhnya kebutuhan minimumnya pekerja akan berkontraksi dan tenang dalam bekerja sehingga akan meningkatkan semangat dan disiplin pekerja.
6.      Kelancaran komunikasi antar pekerja dan pengusaha, karena pekerja dan pengusaha sudah tidak disibukkan oleh kepentingan-kepentingan mendasar yang berkait dengan syarat kerja, tetapi sudah berkonsentrasi kepada pengembangan diri dan perusahaan yang memerlukan koordinasi secara harmonis.[4]













BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Upah adalah hak pekerjaan atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja.
2.      Adapun ketentuan waktu kerja diatur dalam pasal 77 ayat (2) UU No.13 Th.2003 adalah sebagai berikut :
a.       7 ( tujuh ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh) jam 1 (satu ) minggu untuk 6 (enam ) hari kerja dalam 1 (satu) minggu , atau
b.      8 ( delapan ) jam 1 ( satu) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu ) minggu untuk 5 ( lima) hari kerja dalam satu minggu.
3.      Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian upah di tingkat perusahaan adalah sebagai berikut :
a.       Perbedaan tingkat upah dapat terjadi karena perbedaan tingkat pendidikan, latihaan, dan pengalaman. Karena pada dasarnya pasar kerja terdiri atas beberapa pasar kerja yang berbeda dan terpisah satu sama lain. Pa da satu pihak, pekerja yang berbeda memerlukan tingkat pendidikan dan keterampilan yang berbeda. Produktivitas kerja seseorang berbeda menurut pendidikan dan latihan yang diperolehnya.
b.      Tingkat upah di tiap perusahaan berbeda menurut presentase biaya pekerja terhadap seluruh biaya produksi. Semaki kecil proporsi biaya pekerja terhadap biaya keseluruhan, semakin tingi tingkat upah. Misalnya pada perusahaan – perusahaan padat modal, seperti perusahaan minyak, pertambangan, dan industri.
c.       Perbedaan tigkat upah yang terjadi antara beberapa perusahaan menurut perbedaan proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualnya. Semakin besar proporsi keuntungan terhadap penjualan dan seakin besar jumlah absolut keuntungan, semakin tinggi nilai upah.
d.      Perbedaan tingkat upah antar perusahaan dapat terjadi karena perbedaan peranan pengusaha yag bersangkutan dalam menentukan harga.
e.       Tingkat upah dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan. Perusahaan yang besar dapat menurunkan harga dan mendominasi pasar. Dengan demikian, perusahaan yang besar cenderung lebih mampu memberikan tingkat upah yang tinggi dari pada perusahaan kecil.
4.      Pemerintah melakukan intervensi karena sangat berkepentingan untuk menyelaraskan antara upah yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pencapaian produktivitas kerja. Pemerintah memberlakukan kebijakan Penetapan Upah Minimum yang dilandasi oleh Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) berkembang menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).

























DAFTAR PUSTAKA

Bambang Joni. Hukum Ketenagakerjaan. ( Pustaka Setia: Bandung ). 2013.
Uwiyono Aloysius. Asas-Asas Hukum Perburuhan. ( Rajawali Pers: Jakarta). 2014.
Wijayanti Asri. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. ( Sinar Grafika : Jakarta ). 2015.



[1] Wijayanti Asri, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, ( Sinar Grafika : Jakarta ), 2015, hal., 107-109.
[2] Uwiyono Aloysius, Asas-Asas Hukum Perburuhan, ( Rajawali Pers: Jakarta), 2014, hal., 103-104.
[3] Bambang Joni, Hukum Ketenagakerjaan, ( Pustaka Setia: Bandung ), 2013, hal., 160-161.
[4] Ibid., 101-102.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

New Post

FILSAFAT HUKUM DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA

FILSAFAT HUKUM DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Dose...