UPAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi
Mata Kuliah: Hukum Perburuhan
Dosen pengampu: Junaidi Abdullah, S. Ag., M.Hum.
Disusun
oleh:
1.
Ike
Meliyanti Saputri (1520110003)
2.
Budi
Utomo (1520110024)
3.
Khoirul
Wahib (1520110033)

SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
STUDI AHWALUS SYAKHSIYYAH
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor
produksi yang penting. Keberadaan tenaga kerja tidak boleh begitu saja
dikesampingkan yang harus diperhatikan kesehatan dan kesejahteraannya. Hal yang
tidak bisa lepas begitu saja dari tenaga kerja adalah upah. Penentuan upah
merupakan salah satu penentu efisien atau tidaknya kerja seorang tenaga kerja
seperti yang sering terjadi di Indonesia sekarang tidak sedikit perusahaan yang
menghentikan aktifitas produksinya karena para karyawan berdemo menuntut
kenaikan upah.
Manusia dalam hidupnya selalu berusaha untuk
memenuhi segala kebutuhannya. Kebutuhan hidup sangatlah bervariasi, sedikit
atau banyaknnya adalah relatif tergantung pada kemampuan atau daya beli
seseorang yang dipengaruhi oleh penghasilan yang diperoleh dalam kurun waktu
tertentu sesudah ia bekerja.
Bagi para pekerja khususnya yang bekerja di
perusahaan swasta terdapat ketentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Besarnya tidak sama setiap kabupaten/kota
tergantung pada kondisi daerah masing-masing. Yang menjadi pertanyaan adalah
apakah UMK itu sudah sesuai dengan kebutuhan hidup pekerja? Apakah besarnya UMK
itu sudah layak? Yang menjadi pemikiran selanjutnya adalah apakah besarnya upah
yang diterima pekerja itu sudah adil sesuai dengan beban kerjannya? Maka hal
ini akan dikaji dalam pembahasan kali
ini.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud upah?
2.
Bagaimana
Perlindungan Upah?
3.
Bagaiman
Sistem Pengupahan di Tingkat Perusahaan?
4.
Bagaimana
Peran Pemerintah di bidang Pengupahan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Upah
Upah adalah hak pekerjaan atau buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut
suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk
tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau
yang telah atau akan dilakukan (Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13.Tahun
2003) setiap pekerjaan berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi
kemanusiaan( Pasal 88 Ayat (1) ).
Upah adalah salah satu sarana yang digunakan
oleh pekerja untuk meningkatkan kesejahteraanya. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 31 UU No. 13 Th. 2003 disebutkan
bahwa kesejahteraan pekerja atau buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan
atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah baik didalam maupun diluar
hubungan pekerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi
produktifitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
B.
Perlindungan
Upah
Dasar dari pemberian upah adalah waktu kerja.
Berdasarkan ketentuan pasal 77 ayat (1) UU No. 13 Th. 2003 dijelaskan bahwa
setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Adapun ketentuan
waktu kerja diatur dalam pasal 77 ayat (2) UU No.13 Th.2003 adalah sebagai
berikut :
1.
7 (
tujuh ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh) jam 1 (satu ) minggu untuk 6
(enam ) hari kerja dalam 1 (satu) minggu , atau
2.
8 (
delapan ) jam 1 ( satu) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu ) minggu untuk
5 ( lima) hari kerja dalam satu minggu
Ketentuan waktu sebagai mana dimaksud tersebut
tidak laku bagi sektor usaha atau pekerja tertentu. Ketentuan mengenai waktu
kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Adapun bentuk kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja atau buruh diatur
dalam ketentuan pasal 88 ayat (3) UU No. 13 Th. 2003 terdiri atas :
1.
Upah
Minimum
Ketentuan mengenai upah minimum diatur dalam
pasal 88-92 Undang-Undang No.13 Tahun 2003. Upah minimum sebagimana dimkasud
dalam pasal 88 ayat(3) huruf a terdiri atas :
a.
Upah
mimimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten / kota.
b.
Upah
minimum didasarkan pada sektor wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
Pemerintah menetapkan ketentuan upah minimum
dijelaskan oleh Furqan Karim bahwa upah minimum yang diatur oleh pemerintah
yang ide awalnya jaring pengaman agar perusahaan minimal membayarrkan upah
dengan harapan kebutuhan dasar bagi kehidupan pekerja relatif mendekati
terjangkau.
Konsep yang idela dalam menentukan upah, yakni
keterlibatan pekerja/serikat pekerja. Langkah yang dapat dilakukan untuk menuju
sistem itu adalah dengan cara kedua belah pihak melakukan perlindungan atau
negosiasi. Keuntungan dari alternatif dari sistem ini adalah pertama, upah
lebih mencerminkan kemampuan perusahaan dan kemauan pekerja, yaitu perusahaan
yang mempunyai kinerja yang baik akan memberikan kesejahteraan yang lebih baik pula
bagi pekerja. Kedua fungsi upah sebagai stimulans motifator lebih tercermin
karena pekerja akan memaksialkan produktifitasnya agar perusahaan dapat
menghasilkan kinerja lebih baik.
2.
Upah
Kerja Lembur
Berdasarkan
ketentuan pasal 78 undang-undang No. 13 tahun 2003 bahwa pengusaha yang
memperkejakan pekerja atau buruh melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat :
a.
Ada
persetujuan pekerja atau buruh yang bersangkutan
b.
Waktu
kerja lembur hanya dapat dilakukan 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu
Pengusaha yang memperkejakan pekerja atau
buruh yang melebihi waktu kerja wajib membayar upah kerja lembur. Mengenai
waktu kerja lembur dan upah kerja lembur diatur dengan Keputusan Mentri Tenaga
Kerja Trans No.KEP 102/MEN/VI/2004 waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang
melebihi 7 jam sehari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu
atau 8 jam sehari, dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1minggu atau
waktu kerja apada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang
ditetapka pemerintah:
berdasarkan
ketentuan pasal 4 KEPMENAKERTRANS No.KEP.102 /MEN/VI/2004, pengusaha yang memperkerjakan
pekerja atau buruh melebihi waktu kerja wajib membayar upah lembur perusahaan
tersebut berkewajiban :
a.
Membayar
upah kerja lembur
b.
Memberi
kesempatan untuk istirahat secukupnya
c.
Memberi
makanan dan minuman seeekurang-kurangnya 1400 kalori apabila kerja lembur
dilakukan selama 3 jam atau lebih
3.
Upah Tidak
Masuk Kerja Karena Berhalangan
Upah
yang dibayarkan kepaa pekerja atau buruh yang tidak masuk bekerja sebagai
dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) sebagai
berikut
a.
Pekerja/buruh
menikah, dibayar untuk selama 3 hari
b.
Menikahkan
anaknya, dibayar selama untuk 3 hari
c.
Meghitankan
anaknya, dibayar untuk selaa 3 hari
d.
Istri
melahirkan atau keguguran, dibayar untuk selama 3 hari
e.
Suami
atau isrti, orang tuia atau mertua atau anak atau menantu meninggal dunia
dibayar untuk selama 2 hari
f.
Anggota
keluaraga dalam 1 rumah meninggal dunia dibayar untuk selama 1 hari.
4.
Upah Karena
Menjalankan Hak Waktu Istirahat Pekerjannya
Berdasarkan ketentuan Pasal 79 UU No. 13 Tahun
2003. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti ssebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a.
Istirahat
antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam
terus-menerus
b.
Istirahat
mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari
kerja dalam 1 minggu.
c.
Cuti
tahunan, sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang
bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
d.
Istirahat
panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ke7 dan ke 8
masing-masing 1 bulan bagi pekerja / buruh yang telah bekerja selama 6 tahun
secara terus-menerus dalam perusahaan yang sama.
5.
Denda
dan potong upah
Dalam
Pasal 95-96 UU No. 13 Tahun 2003.
Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau
kelalaiannya dapat dikenakan denda. Pengusaha yang karena kesengajaan atau
kelalaiannya mengakibatkan keterlmbatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai
dengan presentase tertentu dari upah pekerja. Pemerintah mengatur pengenaan
denda kepada pengusaha dan atau buruh/pekerja dalam pembayaran upah.
Berdasarkan
Pasal 2 PP No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah menyatakan bahwa hak
untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubugan kerja dan berakhir pada
saat hubungan kerja putus.
Berdasarkan
Pasal 19 PP No.8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah apabial upah terlambat
dibayar,maka mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung seharusnya
upah dibayar, upah tersebut ditambah 5% untuk tiap hari keterlambatannya.
Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi naik 1% untuk tiap hari
keterlambatnnya dengan ketentuan bahwa tambahan itu utuk 1 bulan tidak boleh
melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan.
Adapun ketentuan mengenai denda, pemotongan
dan ganti rugi diatur dalamPasal 20-23 PP No.8 Tahun 1981. Denda atas pelanggaran
sesuatu hanya dapat dialkukan bila hal itu diatur secara tegas dalam suatu
perjanjian tertulis atau peraturan perusahan. Apabila untuk satu perbuatan
sudah dikenakan denda, pengusaha dilarang untuk menuntut ganti rugi terhadap
buruh yang bersangkutan. Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini
adalah batal menurut hukum. Denda yang dikenakan oleh pengusaha kepada buruh,
baik langsung maupun tidak langsung tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan
pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda tersebut.[1]
C.
Sistem
Pengupahan di Tingkat Perusahaan
1.
Kewajiban
Pengusaha
Menurut
UU No.13 Tahun 2003 Pasal 92 menjadi kewajiban pengusaha untuk memberikan
kepastian pendapatan dan penyesuaian dengan perkembangan tingkat kehidupan di
masyarakat. Oleh karena itu wajib :
a.
Pengusaha
wajib menyusun struktur dan skala upah berdasarkan golongan, jabatan, masa
kerja, pendidikan dan kompetensi.
b.
Melakukan
peninjauan upah secara berkala.
2.
Penerapan
Asas “ No Work, No Pay”
Menurut
UU No.13 Tahun 2003 Pasal 93 ayat (1) menyebutkan bahwa upah tidak dibayar
apabila pekerja/bururh tidak melakukan pekerjaan. Pasal 93 ayat (2) mengtur
bahwa upah tetap dibayarkan pekerja apabila pekrja/buruh berhalangan, seperti
sakit, sakit karena haid, izin karena keperluan keluarga. Dalam ayat (3) mengatur bahwa upah tetap dibayarkan
kepada pekerja apabila pekerja sakit terus menerus selama setahun, dan
selanjutnya sampai pengusaha melakukan pemutusan hubugan kerja. Sedangkan ayat
(4) mengatur bahwa upah tetap dibayarkan kepada pekerja apabila pekerja izin
karena melakukan pernikahan, perikahan anaknya, melahirkan, keluarganya ada
yang meninggal dunia.
3.
Komponen
Upah
Menururt
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 94 komponen upah terdiri
dari upah pokok dan tunjangan tetap. Besaran upah pokok minimum 75% dari
besaran upah pokok dan tunjangan tetap.
4.
Daluwarsa
Penuntutran Terhadap Upah
Menurut
UU No. 13 Tahun 2003 tentgang Ketenagakerjaan
pasal 96 masa daluwarsa penuntutan tentang upah adalah 2 tahun. Hal ini
penting untuk memberikan kepastian hukum bagi pengusaha, karena pemimpin
perusahaan bisa berganti-ganti dan belum tentu mereka selalu mengikuti
perkembangan masalah dari pemimpin terdahulu.[2]
Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian upah di tingkat perusahaan adalah
sebagai berikut :
a.
Perbedaan
tingkat upah dapat terjadi karena perbedaan tingkat pendidikan, latihaan, dan
pengalaman. Karena pada dasarnya pasar kerja terdiri atas beberapa pasar kerja
yang berbeda dan terpisah satu sama lain. Pa da satu pihak, pekerja yang
berbeda memerlukan tingkat pendidikan dan keterampilan yang berbeda.
Produktivitas kerja seseorang berbeda menurut pendidikan dan latihan yang
diperolehnya.
b.
Tingkat
upah di tiap perusahaan berbeda menurut presentase biaya pekerja terhadap
seluruh biaya produksi. Semaki kecil proporsi biaya pekerja terhadap biaya
keseluruhan, semakin tingi tingkat upah. Misalnya pada perusahaan – perusahaan
padat modal, seperti perusahaan minyak, pertambangan, dan industri.
c.
Perbedaan
tigkat upah yang terjadi antara beberapa perusahaan menurut perbedaan proporsi
keuntungan perusahaan terhadap penjualnya. Semakin besar proporsi keuntungan
terhadap penjualan dan seakin besar jumlah absolut keuntungan, semakin tinggi
nilai upah.
d.
Perbedaan
tingkat upah antar perusahaan dapat terjadi karena perbedaan peranan pengusaha
yag bersangkutan dalam menentukan harga.
e.
Tingkat
upah dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan. Perusahaan yang besar
dapat menurunkan harga dan mendominasi pasar. Dengan demikian, perusahaan yang
besar cenderung lebih mampu memberikan tingkat upah yang tinggi dari pada
perusahaan kecil.[3]
D.
Intervensi
Pemerintah di Bidang Pengupahan
Pemerintah melakukan intervensi karena sangat
berkepentingan untuk menyelaraskan antara upah yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan dan pencapaian produktivitas kerja. Oleh karena itu,
pemerintah memberlakukan kebijakan Penetapan Upah Minimum yang tadinya
dilandasi oleh Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) berkembang menjadi Kebutuhan Hidup
Minimum (KHM).
Kebijakan
pemerintah tentang Penetapan Upah Minimum atau sekarang disebut Upah Minimum
Pendapatan secara Makro-Nasional bertujuan untuk meningkatkan:
1.
Pemerataan
pendapatan, karena kenaikan Upah Minimum akan mempersempit kesenjangan upah
pekerja terendah dan upah pekerja tertinggi.
2.
Daya
beli pekerja, karena kenaikan Upah Minimum akan secara langsung meningkatkan
daya beli pekerja, dan selanjutnya akan mendrong lajunya ekonomi rakyat.
3.
Perubahan
struktur biaya, karena kenaikan Upah Minimum secara otomatis akan memperbaiki
struktur upah terhadap struktur biaya produksi.
4.
Produktivitas
nasional, karena kenaikan Upah Minimum akan memberikan insentif bagi pekerja
untuk lebih giat untuk meningkatkan produktivitas di perusahaan
5.
Etos
dan disiplin kerja, karena dengan terpenuhnya kebutuhan minimumnya pekerja akan
berkontraksi dan tenang dalam bekerja sehingga akan meningkatkan semangat dan
disiplin pekerja.
6.
Kelancaran
komunikasi antar pekerja dan pengusaha, karena pekerja dan pengusaha sudah
tidak disibukkan oleh kepentingan-kepentingan mendasar yang berkait dengan
syarat kerja, tetapi sudah berkonsentrasi kepada pengembangan diri dan
perusahaan yang memerlukan koordinasi secara harmonis.[4]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Upah
adalah hak pekerjaan atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja.
2.
Adapun
ketentuan waktu kerja diatur dalam pasal 77 ayat (2) UU No.13 Th.2003 adalah
sebagai berikut :
a.
7 (
tujuh ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh) jam 1 (satu ) minggu untuk 6
(enam ) hari kerja dalam 1 (satu) minggu , atau
b.
8 (
delapan ) jam 1 ( satu) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu ) minggu untuk
5 ( lima) hari kerja dalam satu minggu.
3.
Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian upah di tingkat perusahaan adalah
sebagai berikut :
a.
Perbedaan
tingkat upah dapat terjadi karena perbedaan tingkat pendidikan, latihaan, dan
pengalaman. Karena pada dasarnya pasar kerja terdiri atas beberapa pasar kerja
yang berbeda dan terpisah satu sama lain. Pa da satu pihak, pekerja yang
berbeda memerlukan tingkat pendidikan dan keterampilan yang berbeda.
Produktivitas kerja seseorang berbeda menurut pendidikan dan latihan yang
diperolehnya.
b.
Tingkat
upah di tiap perusahaan berbeda menurut presentase biaya pekerja terhadap
seluruh biaya produksi. Semaki kecil proporsi biaya pekerja terhadap biaya
keseluruhan, semakin tingi tingkat upah. Misalnya pada perusahaan – perusahaan
padat modal, seperti perusahaan minyak, pertambangan, dan industri.
c.
Perbedaan
tigkat upah yang terjadi antara beberapa perusahaan menurut perbedaan proporsi
keuntungan perusahaan terhadap penjualnya. Semakin besar proporsi keuntungan
terhadap penjualan dan seakin besar jumlah absolut keuntungan, semakin tinggi
nilai upah.
d.
Perbedaan
tingkat upah antar perusahaan dapat terjadi karena perbedaan peranan pengusaha
yag bersangkutan dalam menentukan harga.
e.
Tingkat
upah dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan. Perusahaan yang besar
dapat menurunkan harga dan mendominasi pasar. Dengan demikian, perusahaan yang
besar cenderung lebih mampu memberikan tingkat upah yang tinggi dari pada
perusahaan kecil.
4.
Pemerintah
melakukan intervensi karena sangat berkepentingan untuk menyelaraskan antara
upah yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pencapaian
produktivitas kerja. Pemerintah memberlakukan kebijakan Penetapan Upah Minimum
yang dilandasi oleh Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) berkembang menjadi Kebutuhan
Hidup Minimum (KHM).
DAFTAR
PUSTAKA
Bambang Joni. Hukum
Ketenagakerjaan. ( Pustaka Setia: Bandung ). 2013.
Uwiyono Aloysius. Asas-Asas
Hukum Perburuhan. ( Rajawali Pers: Jakarta). 2014.
Wijayanti Asri. Hukum
Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. ( Sinar Grafika : Jakarta ). 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar