FILSAFAT HUKUM DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Ujian Tengah Semester
Dosen Pengampu : H. Jaenal Arifin.M. Ag
![]() |
Disusun Oleh


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI AKHWALUS SYAHSIYYAH
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Filsafat hukum mempunyai fungsi yang strategis
dalam pembentukan hukum di Indonesia. Sekedar menyinggung konsep dalam Islam,
bahwa Islam menilai hukum tidak hanya berlaku di dunia saja, akan tetapi juga
di akhirat, karena putusan kebenaran, atau ketetapan sangsi, disamping
berhubungan dengan manusia secara langsung, juga berhubungan dengan Allah SWT,
maka manusia disamping ia mengadopsi hukum hukum yang langsung (baca ; samawi
dalam Islam) wahyu Tuhan yang berbentuk kitab suci, manusia dituntut untuk
selalu mencari formula kebenaran yang berserakan dalam kehidupan masyarakat,
manusia akan melihat dari kenyataan empiris sebagai bekal mengkaji secara
mendalam, memberikan makna filosofis dengan mengetahui hakikat kebenaran yang
hakiki. Kaitannya dengan pembentukan hukum di Indonesia, setidaknya kita sadar
bahwa hukum di bentuk karena pertimbangan keadilan (gerechtigkeit) disamping
sebagai kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit).
Keadilan ini berkaitan dengan pendistribusian
hak dan kewajiban, diantara sekian hak yang dimiliki manusia terdapat hak yang
bersifat mendasar yang merupakan anugerah alamiah langsung dari Allah, SWT,
yaitu hak asasi manusia atau hak kodrati manusia, semua manusia tanpa pembedaan
ras, suku, bangsa, agama, berhak
mendapatkan keadilan, maka di Indonesia yang notabene adalah negara yang sangat
heterogen tampaknya dalam membentuk formulasi hukum positif agak berbeda dengan
negara-negara yang kulturnya homogen, sangatlah penting kiranya sebelum
membentuk suatu hukum yang akan mengatur perjalanan masyarakat, haruslah digali
tentang filsafat hukum secara lebih komprehensif yang akan mewujudkan keadilan
yang nyata bagi seluruh golongan, suku, ras, agama yang ada di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah sebenarnya hakikat filsafat hukum ?
2. Bagaimana peran filsafat hukum dalam
pembentukan hukum di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Filsafat Hukum
1. Definisi Filsafat, dan Filsafat Hukum.
Pengertian Filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah
a. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
b. Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu
kegiatan atau juga berarti ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika
dan epistemologi.
Pakar Filsafat kenamaan Plato (427 - 347 SM) mendefinisikan filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli, Kemudian Aristoteles
(382 - 322 SM) mengartikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran, dan berisikan di dalamnya ilmu ; metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika. Secara Umum Pengertian Filsafat adalah
Ilmu pengetahuan yang ingin mencapai hakikat kebenaran yang asli dengan
ciri-ciri pemikirannya yang rasional,
metodis, sistematis, koheren, integral, tentang makro dan mikro kosmos baik yang
bersifat inderawi maupun non inderawi. Hakikat kebenaran yang dicari dari
berfilsafat adalah kebenaran akan hakikat hidup dan kehidupan, bukan hanya dalam
teori tetapi juga praktek. Kemudian berkenaan dengan Filsafat Hukum Menurut
Gustaff Radbruch adalah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar. [1]
Sedangkan menurut Langmeyer: Filsafat Hukum adalah pembahasan secara
filosofis tentang hukum, Anthoni D’Amato
mengistilahkan dengan Jurisprudence atau filsafat hukum yang acapkali
dikonotasikan sebagai penelitian mendasar dan pengertian hukum secara abstrak,
Kemudian Bruce D. Fischer mendefinisikan
Jurisprudence adalah suatu studi tentang filsafat hukum. Kata ini berasal dari
bahasa Latin yang berarti kebijaksanaan (prudence) berkenaan dengan hukum
(juris) sehingga secara tata bahasa berarti studi tentang filsafat hukum.Secara
sederhana, dapat dikatakan bahwa Filsafat hukum merupakan cabang filsafat,
yakni filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan
perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara
filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji
secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut dengan hakikat.
Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto menyebutkan sembilan arti
hukum, yaitu :
a. Ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang
tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
b. Disiplin, yaitu suatu sistem ajaran tentang
kenyataan atau gejalagejala yang dihadapii.
c. Norma, yaitu pedoman atau patokan sikap tindak
atau perilaku yang pantas atau diharapkan.
d. Tata Hukum, yaitu struktur dan proses
perangkat normanorma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu
serta berbentuk tertulis.
e. Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan
kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement
officer).
f.
Keputusan Penguasa, yakni hasil proses diskresi.
g. Proses Pemerintahan, yaitu proses hubungan
timbal balik antara unsurunsur pokok dari sistem kenegaraan.
h. Sikap tindak tetap atau perilaku yang teratur,
yakni perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan
mencapai kedamaian. Jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi
abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Filsafat hukum
mempelajari hukum secara spekulatif dan kritis artinya filsafat hukum berusaha
untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan
sebagai hukum ; Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan
pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum. Dan Secara kritis, filsafat hukum
berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat
koherensi, korespondensi dan fungsinya. Lebih jauh Prof. Dr. H. Muchsin, SH.
dalam bukunya Ikhtisar Filsafat Hukum menjelaskan dengan cara membagi
definisi filsafat dengan hukum secara
tersendiri, filsafat diartikan sebagai upaya berpikir secara sungguh-sungguh
untuk memahami segala sesuatu dan makna terdalam dari sesuatu itu kemudian
hukum disimpulkan sebagai aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat, berupa perintah dan larangan
yang keberadaanya ditegakkan dengan sanksi yang tegas dan nyata dari pihak yang
berwenang di sebuah negara.[2]
2. Hukum dan Fungsinya Menurut Para Pakar Hukum
Fungsi Hukum secara garis besar adalah sebagaimana termaktub dibawah ini
: Sebagai alat pengendalian sosial (a
tool of social control). Sebagai alat untuk mengubah masyarakat ( a tool of
social engineering). Sebagai alat
ketertiban dan pengaturan masyarakat.Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan
sosial lahir dan batin.Sebagai sarana penggerak pembangunan. Sebagai fungsi
kritis dalam hukum. Sebagai fungsi pengayoman. Sebaga alat politik.
Sedangkan konsep Hukum yang dipaparkan oleh Prof. Soetandyo Wignjosoebroto,
M.PA adalah :
a. Hukum sebagai asas moral atau asas keadilan
yang bernilai universal dan menjadi bagian inherent sistem hukum alam,
b. Hukum sebagai kaidah-kaidah positif, dan
c. Hukum sebagai institusi sosial.
Fungsi Hukum (The Funcions of Law) Menurut
Sjachran Basah hukum terutama dalam masyarakat Indonesia mempunyai panca
fungsi, yaitu: Direktif, Integratif,
Stabilitatif, Perfektif , Korektif.
Dalam Implementasinya Hukum Dapat Berwujud: Preventif , Represif dan Rehabilitatif. Tujuan Hukum Menurut Teori Etis
(Aristoteles) Hukum hanya semata-mata
bertujuan untuk mewujudkan rasa keadilan, sedangkan keadilan dibedakan menjadi dua yaitu : Keadilan komutatif, yang
menyamakan prestasi dan kontra prestasi,
dan Keadilan Distributif, keadilan yang membutuhkan distribusi atau
penghargaan.
Lain halnya Utiliteis (Jeremy Bentham)
menganggap hukum bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah saja,
sedangkan ajaran yuridis dogmatic (John
Austin, Hans Kelsen) bertujuan untuk menjamin terwujudnya kepastian
hukum.[3]
3. Hukum
di Indonesia
Salah satu tuntutan aspirasi masyarakat yang berkembang dalam era reformasi
sekarang ini adalah reformasi hukum menuju terwujudnya supremasi sistem hukum
di bawah sistem konstitusi yang berfungsi sebagai acuan dasar yang efektif
dalam proses penyelenggaraan negara dan kehidupan nasional sehari-hari. Dalam
upaya mewujudkan sistem hukum yang efektif itu, penataan kembali kelembagaan
hukum, didukung oleh kualitas sumberdaya manusia dan kultur dan kesadaran hukum
masyarakat yang terus meningkat, seiring dengan pembaruan materi hukum yang
terstruktur secara harmonis, dan terus menerus diperbarui sesuai dengan
tuntutan perkembangan kebutuhan.
Dalam upaya pembaruan hukum
tersebut, penataan kembali susunan hirarkis peraturan perundang-undangan
kiranya memang sudah sangat tepat, Di samping itu, era Orde Baru yang semula
berusaha memurnikan kembali falsafah Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945 dengan
menata kembali sumber tertib hukum dan tata-urut peraturan perundang-undangan,
dalam prakteknya selama tahun belum berhasil membangun susunan
perundang-undangan yang dapat dijadikan acuan bagi upaya memantapkan sistem
perundang-undangan di masa depan. Lebih-lebih dalam prakteknya, masih banyak
produk peraturan yang tumpang tindih dan tidak mengikuti sistem yang baku,
Sebagai contoh, produk hukum yang dikeluarkan Bank Indonesia yang dimaksud
untuk memberikan aturan terhadap dunia perbankan menggunakan istilah Surat Edaran
yang tidak dikenal dalam sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Beberapa kementerian mengeluarkan peraturan di bidangnya dengan menggunakan
sebutan Keputusan Menteri, dan beberapa lainnya menggunakan istilah Peraturan
Menteri. Keputusan Presiden yang bersifat mengatur dengan Keputusan Presiden
yang kode nomernya saja, sehingga tidak jelas kedudukan masing-masing sebagai
salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur. [4]
Sementara itu, setelah lebih dari
50 tahun Indonesia merdeka, sangat dirasakan adanya kebutuhan untuk mengadakan
perubahan terhadap pasal-pasal dalam UUD 1945 yang banyak pihak menilai ada
pasal yang tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Ditambah lagi dengan
munculnya kebutuhan untuk mewadahi perkembangan otonomi daerah di masa depan
yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya dinamika hukum adat di desa-desa
yang cenderung diabaikan atau malah sebaliknya dikesampingkan dalam setiap
upaya pembangunan hukum selama lebih dari 50 tahun terakhir.
Didalam Pasal 2 Undang-undang Nomor
10 Tahun 2004 telah disebutkan bahwa Pancasila adalah merupakan sumber dari
segala sumber hukum negara Indonesia, hal ini dirasa sesuai mengingat falsafah
Pancasila adalah merupakan ruh perjuangan dari para pejuang bangsa, yang
merupakan alat pemersatu, dari yang sebelumnya terkotak-kotak oleh daerah, ras,
suku, agama, golongan, dan lain sebagainya, mengingat masyarakat Indonesia
sangat heterogen, maka dengan kembali pada Pancasila, cita-cita luhur para
pejuang untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur sejahtera
dimungkinkan dapat tercapai. Dilihat dari materinya Pancasila digali dari
pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan jiwa dan kepribadian bangsa
Indonesia sendiri. Dasar negara Pancasila terbuat dari materi atau bahan dalam
negeri yang merupakan asli murni dan menjadi kebanggaan bangsa, tidak merupakan
produk impor dari luar negeri, meskipun mungkin saja mendapat pengaruh dari
luar negeri. Pancasila merupakan Grundnorm atau sumber dari segala sumber hukum
di Indonesia, rumusan Pancasila ini dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD
1945, maka dapat dikatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah filsafat hukum
Indonesia, maka Batang Tubuh berikut dengan Penjelasan UUD 1945 adalah teori
hukumnya, dikatakan demikian karena dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu akan ditemukan landasan hukum
positif Indonesia. Teori Hukum tersebut meletakkan dasar-dasar falsafati hukum
positif kita. [5]
B. Peran
filsafat hukum dalam pembentukan hukum di Indonesia
Negara di dunia yang menganut paham negara teokrasi menganggap sumber dari
segala sumber hukum adahal ajaran-ajaran Tuhan yang berwujud wahyu, yang terhimpun
dalam kitab-kitab suci atau yang serupa denga itu, kemudian untuk negara yang
menganut paham negara kekuasaan (rechstaat) yang dianggap sebagai sumber dari
segala sumber hukum adalah kekuasaan, lain halnya dengan negara yang menganut
paham kedaulatan rakyat, yang dianggap sebagai sumber dari segala sumber
hukum adalak kedaulatan rakyat, dan
Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat dari Pancasila, akan tetapi berbeda
dengan konsep kedaulatan rakyat oleh Hobbes (yang mengarah pada ke absolutisme)
dan John Locke (yang mengarah pada demokrasi parlementer).
Rumusan Pancasila yang dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945
adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia yang merupakan produk
filsafat hukum negara Indonesia, Pancasila ini muncul diilhami dari banyaknya
suku, ras, kemudian latar belakang, serta perbedaan ideologi dalam masyarakat
yang majemuk, untuk itu muncullah filsafat hukum untuk menyatukan masyarakat
Indonesia dalam satu bangsa, satu kesatuan, satu bahasa, dan prinsip kekeluargaan,
walau tindak lanjut hukumhukum yang tercipta sering terjadi hibrida
(percampuran), terutama dari hukum Islam, hukum adat, dan hukum barat (civil
law / khususnya negara Belanda), hukum Islam (baca Al-Qur’an) sering dijadikan dasar filsafat hukum sebagai
rujukan mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah umat muslim, contoh
konkrit dari hukum Islam yang masuk dalam konstitusi Indonesia melalui produk
filsafat hukum adalah Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
apalagi didalamnya terdapat pasal tentang bolehnya poligami bagi laki-laki
yaitu dalam Pasal 3 ayat 1, Pasal 4 ayat 1,2, dan Pasal 5 ayat 1 dan 2, walau
banyak pihak yang protes pada pasal kebolehan poligami tersebut, namun di sisi
lain tidak sedikit pula yang mempertahankan pasal serta isi dari Undang-undang
Perkawinan tersebut.
DPR adalah lembaga yang berjuang
mengesahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang diundangkan
pada tanggal 2 Januari tahun 1974, dan
sampai sekarang masih berlaku tanpa adanya perubahan, ini bukti nyata dari
perkembangan filsafat hukum yang muncul dari kebutuhan masyarakat perihal
penuangan hukum secara konstitusi kenegaraan, yang mayoritas masyarakat
Indonesia adalah agama Islam, yang menganggap ayat-ayat ahkam dalam kitab suci
Al-Qur’an adalah mutlak untuk diikuti dalam hukum. Hukum adat juga sedikit banyak masuk dalam
konstitusi negara Indonesia, contoh adanya Undang-undang Agraria, kemudian
munculnya Undang-undang Otonomi daerah, yang pada intinya memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia yang sangat heterogen. Maka dengan filsafat hukum yang
dikembangkan melalui ide dasar Pancasila akan dapat mengakomodir berbagai
kepentingan, berbagai suku, serta menyatukan perbedaan ideologi dalam
masyarakat yang sangat beraneka ragam, dengan demikian masyarakat Indonesia
akan tetap dalam koridor satu nusa, satu bangsa, satu kesatuan, satu bahasa,
yang menjunjung nilai-nilai luhur Pancasila.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat Hukum adalah cabang dari filsafat
yang mempelajari hukum yang benar, atau dapat juga kita katakan Filsafat Hukum
adalah merupakan pembahasan secara filosofis tentang hukum, yang sering juga diistilahkan lain dengan
Jurisprudence, adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, yang
objeknya dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut
hakikat.
Filsafat hukum dalam menyikapi masalah, kita
diajak untuk berfikir kritis dan radikal, atau dalam artian kita diajak untuk
memahami hukum tidak dalam arti hukum positif semata, karena jika kita hanya
mempelajari arti hukum dalam arti positif semata, tidak akan mampu memanfaatkan
dan mengembangkan hukum secara baik, jika demikian adanya ketika ia menjadi
seorang pengadil (hakim) misalnya, ia hanya menjadi ”corong undang-undang”
belaka. Terkait itu penulis sepakat bahwa suatu masalah atau problem pasti
dapat dicari apa sebenarnya analisis filsafat hukumnya yang tepat untuk
diterapkan, dengan kita menganalisis secara rasional dan kemudian kita
mempertanyakan jawaban secara terus menerus, yang jawaban itu tidak hanya dari
masalah yang tampak, tetapi sudah pada tataran nilai dari gejala-gejala itu
sendiri, maka analisis filsafati seperti inilah yang membantu kita untuk
menentukan sikap secara bijaksana dalam menghadapi suatu masalah yang
konkrit.
filsafat hukum mengajak kita untuk berpikir
spekulatif, dalam artian spekulatif yang
tidak hanya untung-untungan belaka, akan tetapi diimbangi dengan sikap kritis,
serta rasional, yang dengan iti berusaha untuk memeriksa nilai dari
pernyataan-pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai hukum. Secara spekulatif
filsafat hukum dapat dicapai dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai
hakekat hukum, kemudian secara kritis, dengan berusaha untuk memeriksa
gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi
dan fungsinya.Filsafat hukum ini sebenarnya adalah induk dari semua disiplin
yuridik, karena filsafat hukum membahas masalah-masalah yang paling fundamental
yang timbul dalam hukum.
Secara
spekulatif dan secara kritis filsafat hukum berusaha untuk memeriksa
gagasangagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi
dan fungsi hukum yang diciptakan, Indonesia memang menganut paham kedaulatan
rakyat dari Pancasila, kaitannya filsafat hukum terhadap pembentukan hukum di
Indonesia adalah filsafat hukum sangat berperan dalam perubahan hukum kearah
lebih demokratis, lebih mengarah pada kebutuhan masyarakat yang hakiki,
filsafat hukum mengubah tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang pernah
berlaku di Indonesia, dimulai dari berlakunya tata urutan Peraturan
Perundang-undangan yang didasari TAP XX/MPRS tahun 1966, kemudian tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari TAP III/MPR/2000, sampai
terakhir adalah tata urutan Peraturan Perundangundangan yang didasari Pasal 7 UU Nomor 10 Th 2004
yang hingga kini berlaku di Indonesia, pengubahan itu atas dasar pembaharuan
yang didasari pada asas kemanfaatan dan asas keadilan, jadi pembaharuan hukum lewat
filsafat hukum di Indonesia ada pada teori hukumnya, hal ini telah sesuai
dengan bunyi kalimat kunci dalam Penjelasan UUD 1945 : Undang-undang dasar
menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam
pasal-pasalnya, maka perubahan hukum di Indonesia adalah didasarkan dari
ide-ide pasal-pasal dalam Batang Tubuh berikut dengan Penjelasan UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Darji Darmodiharjo, dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum “Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia”,
Jakarta :Gramedia Pustaka Utama,
2006.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu
Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003.
Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum,Jakarta :Badan Penerbit Iblam, 2006.
[1]
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2003., hlm 12.
[3] Darji Darmodiharjo, dan Shidarta, Pokok-pokok
Filsafat Hukum “Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia”, Jakarta :Gramedia
Pustaka Utama, 2006, hlm., 229.
[5]
Darji Darmodiharjo, Op. Cit,
hlm., 44.
[6]
Muchsin, Op. Cit, hlm.,
55-57.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar