Rabu, 07 Juni 2017

Makalah Upaya Hukum



UPAYA HUKUM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah : Advokasi
Dosen Pengampu : Achmad Nur Qodim, S.H.I., M.H

Description: Description: STAIN.png

Disusun Oleh :
Budi Utomo    (1520110024)
 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI AKHWAL ASYAHSIYYAH
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam memutuskan suatu perkara, keputusan hakim tidak luput dari kesalahan, kekhilafan, dan kekeliruan karena memang sejatinya hakim hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Oleh sebab itu maka putusan hakim perlu dan dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Agar putusan tersebut dapat diperbaiki, dalam setiap putusan hakim terdapat upaya hukum. Upaya hukum adalah usaha atau upaya untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan atau kesalahan dalam suatu putusan.
Upaya hukum merupakan suatu usaha yang diberikan Undang-undang bagi seseorang untuk melawan putusan hakim karena tidak puas dengan dengan putusan tersebut dank arena putusan tersebut dianggap tidak adil, tidak sesuai dengan yang diinginkan maka seorang tersebut dapat mengajukan Upaya Hukum.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Upaya Hukum Itu?
2.      Bagaimana Upaya Hukum Biasa?
3.      Bagaimana Upaya Hukum Luar Biasa?









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Upaya Hukum
Yang dimaksud dengan upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntutan umum untuk tidak menerima putusan pengadilan. Adapun maksud dari upaya hukum itu sendiri pada pokonya adalah :
1.      Untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh instansi yang sebelumnya
2.      Kesatuan dalam peradilan
Sedangkan berdasarkan ketentuan Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 12 KUHP maka upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut hukum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang dapat berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan, peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur oleh undang-undang ini.[1]
Upaya hukum perlu dibedakan dari dasar hukum. Dasar hukum hakim secara ex offisio wajib menambahkan (Ps. 178 ayat 1 HIR, 189 ayat 1 RbG) maka dalam upaya hukum pihak yang bersangkutanlah yang tegas harus mengajukannya.
Upaya Hukum  berupa :
1.      Terhadap Putusan Pengadilan Negeri (Peradilan Tingkat Pertama) yaitu :
a.       Perlawanan (Verset)
b.      Banding (Revisi)
2.      Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi ( Peradilan Tingkat Banding) dapat diajukan permohonan Kasasi Pihak Ketiga dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum Oleh Jaksa Agung
3.      Terhadap Putusan Pengadilan yang telah mempuyai kekuatan hukum tetap ( inkracht van gewijsde) dapat diajukan Peninjauan Kembali.[2]
Dalam hukum acara, upaya hukum terdiri dari upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Wewenang untuk menggunakannya hapus dengan menerima putusan. Dengan memperoleh kekuatan hukum yang pasti suatu putusan tidak dapat diubah. Suatu putusan memperoleh kekuatan hukum kekuatan hukum yang pasti apabila tidak tersedia lagi upaya hukum biasa. Untuk putusan-putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti ini tersedia upaya hukum luar biasa.[3]

B.     Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Upaya hukum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara upaya hukum biasa tersebut ialah perlawanan (verset), banding, dan kasasi. Macam – Macam Upaya Hukum Biasa :
1.      Perlawanan (Verset)
Merupakan upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya Tergugat ( Ps. 125 ayat 3 jo. 129 HIR, 149 ayat 3 jo. 153 Rbg).[4] Ketentuan pasal 148 KUHP apabila Penuntut Umum keberatan maka PU dapat mengajukan perlawanan kepada Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dalam waktu tuju hari setelah penetapan diterima. Kemudain perlawanan PU disampaikan kepada ketua Pengadilan Negeri lalu dicatat dalam buku daftar Panitera dan dalam waktu tuju hari Pengadilan Negeri wajib meneruskan perlawanan kepada Pengadilan Tinggi yang bersangkutan ( Pasal 149 ayat 1 huruf a,b,c, dan d KUHP).
Kemudian setelagh Pengadilan Tinngi menerima berkas dalam tenggang 14 hari Pengadilan Tinggi harus memutuskan “Penetapan” perlawanan tersebut yang dapat menguatkan atau menolak perlawanan itu (Pasal 149 ayat 2 KUHP). Apabila Pengadilan Tinggi menguatkan perlawanan dari Penuntu Umum maaka dengan surat penetapan Pengadilan Negeri diperintahkan untuk menyidangkan perkara itu ( pasal 149 ayat 3 KUHP). Dalam praktek peradilan bentuk penetapan Pengadilan Tinggi seperti ini menggunakan formulir model : 39/Pid/PT. Begitupun sebaliknya jikalau Pengadilan Tinggi menguatkan pendapat Pengadilan Negeri maka Pengadilan Tinggi mengirimkan berkas perkara pidana tersebut kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan dan tembusan poenetapan Pengadilan Tinngi disapaikan ke Jaksa ( Pasal 149 ayat 4 dan 5 KUHP), dan untuk itu praktek mempergunakan formulir model : 40/Pid/PT.[5]
2.      Banding
Apabila salah satu pihak dalam suatu perkara perdata tidka menerima putusan Pengadilan Negeri karena merasa hak-haknya terserang oleh adanya putusan itu atau menganggap putusan itu kurang benar atau kurang adil, maka ia dapat mengajukan permohonan banding. Acara banding dalam perkara pidana semula diatur dalam pasal 350-356 HIR yang kemudian dicabut oleh S. 1932 No. 460 jo. 580, sehingga hanya tinggal ketentuan yang diatur dalam Rgb. Pasal 282 dst. Sekarang hal banding dalam perkara pidana diatur dalam KUHP pasal 67, 87, 233-243. Bagi perkara perdata banding diatur oleh UU. 20/1947 untuk daerah Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah luar itu ialah Rbg Pasal 199-205.
Yang dapat melakukan banding ialah yang bersangkutan ( Ps. 6 UU. 20/1947, 199 Rbg, 19 UU. 14/ 1970), demikan pula putusan MA tanggal 2 Desember 1975 yang menyatakan bahwa permohonan banding hanya terbatas pada putusan Pengadilan Negeri yang merugikan pihak yang naik Banding, maka karena keputusan Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 28 Maret 1970 mengenai gugat dalam konvensi tidak merugikan bagi penggugat atau pembanding, pengadilan negeri tidak berwenang meninajunya, permohonan banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan, dalam 14 hari terhitung mulai dari pengumuman putusan.
Pasal 9 UU 20/1947 menentukian bahwa yang dapat dimohonkan banding hanyalah putusan akhir saja, putusan yang bukan putusan akhir dapat dimohonkan banding bersama-sama dengan putusan akhir. Pengadilan Tinggi memeriksa perkara banding dengan majelis yang terdiri dari 3 orang hakim kecuali apabila Ketua Pengadilan Tinggi menentukan perkara-perkara yang dibutuhkan hanya seorang hakim yang ditunuk olehnya.Dalam tingkat abnding hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari yang dituntut atau memutuskan hal-hal yang tidak dituntut.
3.      Kasasi
Kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terkahir ( Ps. 29, 30, UU no. 14 Tahun 1985). Dengan surat edaran no. EV/Ed/66/1979 tertanggal 22 Juni 1979 Menteri Agama menginstruksikan agar:
a.       Setiap permohonan kasasi ditampung, diproses seperlunya kemudian oeh panitera Pengadilan Agama dikirimkan ke Mahkamah Agung.
b.      Prosedur penerimaan dan penyampaian kasasi supaya diikuti SEMA 03/1973.
Permohonan kasasi dapat diajukan baik secara lisan maupun tertulis dalam tengang waktu 14 hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada pemohon (Ps. 46 UU no. 14 Tahun 1985). Dalam meninjau alasan-alasan hukum yang dipergunakan dalam permohonan kasasi dipakai sebagai dasar pasal 30 UU no.14 Tahun 1985, yaitu karena:
a.       Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
b.      Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
c.       Lalai memnuhi syaratsyarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Pemeriksaan kasasi meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, baik yang meliputi bagian daripada susunan putusan yang merugikan pemohon kasasi maupun bagian yang menguntungkan permohonan kasasi. Oleh karena itu pada tingkat kasasi tidak diperiksa ulang duduk perkaranya.
C.    Upaya Hukum Luar Biasa
Upaya  hukum luar biasa merupakan pengecualian dan penyimpangan dari upaya hukum biasa atau banding dan kasasi. Putusan pengadilan yang dimophon banding atau kasasi belum merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap, dan dapat diajukan terhadap semua putusan baik oleh pihak terdakwa maupun Penuntut Umum.
Upaya hukum luar biasa terdiri dari:
1.      Peninjauan Kembali (PK)
Putusan yang dijatuhkan dalam tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan diluar hadir tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan dapat ditinjau kembali atas permohonan orang yang pernah menjadi salah satu pihak di dalam perkara yang telah diputus dan dimintakan peninjauan kembali.
Permohonan PK dapat diajukan baik secara tertulis maupun lisan (pasal 71) oleh para pihak sendiri (pasal 68 ayat 1) kepada MA melalui Ketau Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama. Permohonan PK tidak menghentikan proses pelaksanaan putusan pengadilan dan dapat dicabut  selama belum diputus serta hanya dapat diajukan hanya sekali saja.
Selanjutnya dalam waktu 14 hari setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutuskan perkara dalam tingkat pertam menerima pemohonan penijauan kembali maka panitera mengirimkan salinan permohonan kepada pihak lawan. Adapun alasan-alasan  peninjauan kembali adalah (pasal 67) :
a.       Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkarannya diputus pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu
b.      Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan
c.       Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut
d.      Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-sebabnya
e.       Apabila terjadi putusan yang bertentangan satu dengan yang lainnya
f.        Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata[6]
2.      Perlawanan Pihak Ketiga (Denderverzet) Terhadap Sita Eksekutor
      Perlawanan pihak ketiga terjadi bilamana dalam putusan pengadilan yang telah merugikan kepentingan dari pada pihak ketiga, oleh karenanya pihak ketiga itu bisa mengajukan perlawanan atas suatu putusan tersebut. Berdasarkan pasal 378 -384 Rv dan pasal 195 ayat 6 HIR yang berbunyi “Perlawanan, termasuk perlawanan dari pihak ketika atas dasar hak milik sendiri dari barang-barang yang telah disita itu, yang akan dilaksanakan juga mengenai semua sengketa yang timbul karena upaya paksaan itu, diajukan kepada dan diadili oleh pengadilan dalam daerah hukum mana tindakan-tindakan pelaksanaan dijalankan.[7]
      Dapat dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa oleh pada dasarnya suatu putusan tersebut hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (antara pihak penggugat dan tergugat tersebut) dan tidak mengikat kepada pihak ketiga (akan tetapi dalam hal ini hasil putusan tersebut juga akan mengikat orang lain atau pihak ketiga, oleh karenanya dapat dikatakan luar biasa).
      Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang telah memutus suatu perkara pada tingkat pertama pengadilan.
















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut hukum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang dapat berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan, peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur oleh undang-undang ini berdasarkan ketentuan Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 12 KUHP.
Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Upaya hukum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara upaya hukum biasa tersebut ialah perlawanan (verset), banding, dan kasasi. Macam – Macam Upaya Hukum Biasa :
1.      Perlawanan (Verset)
2.      Banding
3.      Kasasi
Upaya  hukum luar biasa merupakan pengecualian dan penyimpangan dari upaya hukum biasa atau banding dan kasasi.Putusan pengadilan yang dimophon banding atau kasasi belum merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap, dan dapat diajukan terhadap semua putusan baik oleh pihak terdakwa maupun Penuntut Umum.Upaya Hukum Luar Biasa terdiri dari :
1.      Peninjauan Kembali (PK)
2.      Perlawanan Pihak Ketiga (Denderverzet) Terhadap Sita Eksekutor





DAFTAR PUSTAKA
Lilik Mulyadi. Hukum Acara Pidana. Bandung:Citra Aditya Bakti.1996.
Mochammad Dia’is, dan Koosmargono. Membaca dan Mengerti HIR. Semarang: Badan  Penerbit Universitas Diponegoro. 2011.
Setiawan.  Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandung : Alumni, 1992.
Sudikno Mertokudumo. Hukum Acara Perdata . Yogyakarta: Liberty. 1999.


[1] Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, Bandung:Citra Aditya Bakti, 1996, hlm., 223.
[2] Sudikno Mertokudumo, Hukum Acara Perdata , Yogyakarta: Liberty, 1999, hlm.,195.
[3] Setiawan,  Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandug : Alumni, 1992, hlm., 198.
[4] Sudikno Mertokudumo Op. Cit, hlm., 196.
[5] Lilik Mulyadi, Op. Cit, hlm,.225-226.
[6]Sudikno Mertokudumo Op. Cit, hlm 201-208.
[7]  Mochammad Dia’is, dan Koosmargono, Membaca dan Mengerti HIR, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011,hlm., 233

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

New Post

FILSAFAT HUKUM DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA

FILSAFAT HUKUM DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Dose...