UPAYA HUKUM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah : Advokasi
Dosen Pengampu : Achmad Nur Qodim, S.H.I., M.H

Disusun Oleh :
Budi Utomo (1520110024)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI AKHWAL ASYAHSIYYAH
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam memutuskan suatu perkara, keputusan
hakim tidak luput dari kesalahan, kekhilafan, dan kekeliruan karena memang
sejatinya hakim hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Oleh sebab itu
maka putusan hakim perlu dan dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Agar putusan
tersebut dapat diperbaiki, dalam setiap putusan hakim terdapat upaya hukum.
Upaya hukum adalah usaha atau upaya untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan
atau kesalahan dalam suatu putusan.
Upaya hukum merupakan suatu usaha yang diberikan Undang-undang bagi
seseorang untuk melawan putusan hakim karena tidak puas dengan dengan putusan
tersebut dank arena putusan tersebut dianggap tidak adil, tidak sesuai dengan
yang diinginkan maka seorang tersebut dapat mengajukan Upaya Hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Upaya Hukum Itu?
2. Bagaimana Upaya Hukum Biasa?
3. Bagaimana Upaya Hukum Luar Biasa?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Upaya Hukum
Yang dimaksud dengan upaya hukum adalah hak
terdakwa atau penuntutan umum untuk tidak menerima putusan pengadilan. Adapun
maksud dari upaya hukum itu sendiri pada pokonya adalah :
1. Untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh
instansi yang sebelumnya
2. Kesatuan dalam peradilan
Sedangkan berdasarkan ketentuan Bab I tentang
Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 12 KUHP maka upaya hukum adalah hak terdakwa atau
penuntut hukum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang dapat berupa
perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan
permohonan, peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur oleh
undang-undang ini.[1]
Upaya hukum perlu dibedakan dari dasar hukum.
Dasar hukum hakim secara ex offisio wajib menambahkan (Ps. 178 ayat 1 HIR, 189
ayat 1 RbG) maka dalam upaya hukum pihak yang bersangkutanlah yang tegas harus
mengajukannya.
Upaya Hukum berupa :
1. Terhadap Putusan Pengadilan Negeri (Peradilan
Tingkat Pertama) yaitu :
a. Perlawanan (Verset)
b. Banding (Revisi)
2. Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi ( Peradilan
Tingkat Banding) dapat diajukan permohonan Kasasi Pihak Ketiga dan Kasasi Demi
Kepentingan Hukum Oleh Jaksa Agung
3. Terhadap Putusan Pengadilan yang telah
mempuyai kekuatan hukum tetap ( inkracht van gewijsde) dapat diajukan
Peninjauan Kembali.[2]
Dalam hukum acara, upaya hukum terdiri dari upaya hukum biasa dan
upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap
putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Wewenang
untuk menggunakannya hapus dengan menerima putusan. Dengan memperoleh kekuatan
hukum yang pasti suatu putusan tidak dapat diubah. Suatu putusan memperoleh
kekuatan hukum kekuatan hukum yang pasti apabila tidak tersedia lagi upaya
hukum biasa. Untuk putusan-putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
pasti ini tersedia upaya hukum luar biasa.[3]
B. Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk
setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Upaya
hukum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara upaya
hukum biasa tersebut ialah perlawanan (verset), banding, dan kasasi. Macam –
Macam Upaya Hukum Biasa :
1. Perlawanan (Verset)
Merupakan upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya
Tergugat ( Ps. 125 ayat 3 jo. 129 HIR, 149 ayat 3 jo. 153 Rbg).[4]
Ketentuan pasal 148 KUHP apabila Penuntut Umum keberatan maka PU dapat
mengajukan perlawanan kepada Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dalam waktu
tuju hari setelah penetapan diterima. Kemudain perlawanan PU disampaikan kepada
ketua Pengadilan Negeri lalu dicatat dalam buku daftar Panitera dan dalam waktu
tuju hari Pengadilan Negeri wajib meneruskan perlawanan kepada Pengadilan
Tinggi yang bersangkutan ( Pasal 149 ayat 1 huruf a,b,c, dan d KUHP).
Kemudian setelagh Pengadilan Tinngi menerima berkas dalam tenggang 14 hari
Pengadilan Tinggi harus memutuskan “Penetapan” perlawanan tersebut yang dapat
menguatkan atau menolak perlawanan itu (Pasal 149 ayat 2 KUHP). Apabila
Pengadilan Tinggi menguatkan perlawanan dari Penuntu Umum maaka dengan surat
penetapan Pengadilan Negeri diperintahkan untuk menyidangkan perkara itu (
pasal 149 ayat 3 KUHP). Dalam praktek peradilan bentuk penetapan Pengadilan
Tinggi seperti ini menggunakan formulir model : 39/Pid/PT. Begitupun sebaliknya
jikalau Pengadilan Tinggi menguatkan pendapat Pengadilan Negeri maka Pengadilan
Tinggi mengirimkan berkas perkara pidana tersebut kepada Pengadilan Negeri yang
bersangkutan dan tembusan poenetapan Pengadilan Tinngi disapaikan ke Jaksa (
Pasal 149 ayat 4 dan 5 KUHP), dan untuk itu praktek mempergunakan formulir
model : 40/Pid/PT.[5]
2. Banding
Apabila salah satu pihak dalam suatu perkara perdata tidka menerima putusan
Pengadilan Negeri karena merasa hak-haknya terserang oleh adanya putusan itu
atau menganggap putusan itu kurang benar atau kurang adil, maka ia dapat
mengajukan permohonan banding. Acara banding dalam perkara pidana semula diatur
dalam pasal 350-356 HIR yang kemudian dicabut oleh S. 1932 No. 460 jo. 580,
sehingga hanya tinggal ketentuan yang diatur dalam Rgb. Pasal 282 dst. Sekarang
hal banding dalam perkara pidana diatur dalam KUHP pasal 67, 87, 233-243. Bagi perkara
perdata banding diatur oleh UU. 20/1947 untuk daerah Jawa dan Madura, sedangkan
untuk daerah luar itu ialah Rbg Pasal 199-205.
Yang dapat melakukan banding ialah yang bersangkutan ( Ps. 6 UU. 20/1947,
199 Rbg, 19 UU. 14/ 1970), demikan pula putusan MA tanggal 2 Desember 1975 yang
menyatakan bahwa permohonan banding hanya terbatas pada putusan Pengadilan
Negeri yang merugikan pihak yang naik Banding, maka karena keputusan Pengadilan
Negeri Denpasar tanggal 28 Maret 1970 mengenai gugat dalam konvensi tidak
merugikan bagi penggugat atau pembanding, pengadilan negeri tidak berwenang
meninajunya, permohonan banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan
Negeri yang menjatuhkan putusan, dalam 14 hari terhitung mulai dari pengumuman
putusan.
Pasal 9 UU 20/1947
menentukian bahwa yang dapat dimohonkan banding hanyalah putusan akhir saja,
putusan yang bukan putusan akhir dapat dimohonkan banding bersama-sama dengan
putusan akhir. Pengadilan Tinggi memeriksa perkara banding dengan majelis yang
terdiri dari 3 orang hakim kecuali apabila Ketua Pengadilan Tinggi menentukan
perkara-perkara yang dibutuhkan hanya seorang hakim yang ditunuk olehnya.Dalam
tingkat abnding hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari yang dituntut atau
memutuskan hal-hal yang tidak dituntut.
3. Kasasi
Kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan-pengadilan dari
semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terkahir ( Ps. 29, 30, UU
no. 14 Tahun 1985). Dengan surat edaran no. EV/Ed/66/1979 tertanggal 22 Juni
1979 Menteri Agama menginstruksikan agar:
a. Setiap permohonan kasasi ditampung, diproses
seperlunya kemudian oeh panitera Pengadilan Agama dikirimkan ke Mahkamah Agung.
b. Prosedur penerimaan dan penyampaian kasasi
supaya diikuti SEMA 03/1973.
Permohonan kasasi dapat diajukan baik secara
lisan maupun tertulis dalam tengang waktu 14 hari sesudah putusan atau
penetapan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada pemohon (Ps. 46 UU no.
14 Tahun 1985). Dalam meninjau alasan-alasan hukum yang dipergunakan dalam
permohonan kasasi dipakai sebagai dasar pasal 30 UU no.14 Tahun 1985, yaitu
karena:
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku
c. Lalai memnuhi syaratsyarat yang diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.
Pemeriksaan kasasi meliputi seluruh putusan
hakim yang mengenai hukum, baik yang meliputi bagian daripada susunan putusan
yang merugikan pemohon kasasi maupun bagian yang menguntungkan permohonan
kasasi. Oleh karena itu pada tingkat kasasi tidak diperiksa ulang duduk
perkaranya.
C. Upaya Hukum Luar Biasa
Upaya
hukum luar biasa merupakan pengecualian dan penyimpangan dari upaya
hukum biasa atau banding dan kasasi. Putusan pengadilan yang dimophon banding
atau kasasi belum merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap, dan dapat
diajukan terhadap semua putusan baik oleh pihak terdakwa maupun Penuntut Umum.
Upaya hukum luar biasa terdiri dari:
1. Peninjauan Kembali (PK)
Putusan yang dijatuhkan dalam tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan
diluar hadir tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk
mengajukan perlawanan dapat ditinjau kembali atas permohonan orang yang pernah
menjadi salah satu pihak di dalam perkara yang telah diputus dan dimintakan
peninjauan kembali.
Permohonan PK dapat diajukan baik secara tertulis maupun lisan (pasal 71)
oleh para pihak sendiri (pasal 68 ayat 1) kepada MA melalui Ketau Pengadilan
Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama. Permohonan PK tidak
menghentikan proses pelaksanaan putusan pengadilan dan dapat dicabut selama belum diputus serta hanya dapat diajukan
hanya sekali saja.
Selanjutnya dalam waktu 14 hari setelah Ketua Pengadilan Negeri yang
memutuskan perkara dalam tingkat pertam menerima pemohonan penijauan kembali
maka panitera mengirimkan salinan permohonan kepada pihak lawan. Adapun
alasan-alasan peninjauan kembali adalah
(pasal 67) :
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu
kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkarannya
diputus pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan
surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa
tidak dapat ditemukan
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak
dituntut atau lebih dari yang dituntut
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan
belum diputus tanpa pertimbangan sebab-sebabnya
e. Apabila terjadi putusan yang bertentangan satu
dengan yang lainnya
f.
Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata[6]
2.
Perlawanan Pihak Ketiga (Denderverzet) Terhadap Sita Eksekutor
Perlawanan pihak ketiga terjadi bilamana dalam putusan
pengadilan yang telah merugikan kepentingan dari pada pihak ketiga, oleh
karenanya pihak ketiga itu bisa mengajukan perlawanan atas suatu putusan
tersebut. Berdasarkan pasal 378 -384 Rv dan pasal 195 ayat 6 HIR yang berbunyi
“Perlawanan, termasuk perlawanan dari pihak ketika atas dasar hak milik
sendiri dari barang-barang yang telah disita itu, yang akan dilaksanakan juga
mengenai semua sengketa yang timbul karena upaya paksaan itu, diajukan kepada
dan diadili oleh pengadilan dalam daerah hukum mana tindakan-tindakan
pelaksanaan dijalankan.”[7]
Dapat dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa oleh pada dasarnya suatu
putusan tersebut hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (antara pihak
penggugat dan tergugat tersebut) dan tidak mengikat kepada pihak ketiga (akan
tetapi dalam hal ini hasil putusan tersebut juga akan mengikat orang lain atau
pihak ketiga, oleh karenanya dapat dikatakan luar biasa).
Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang telah memutus
suatu perkara pada tingkat pertama pengadilan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut hukum untuk tidak menerima
putusan pengadilan yang dapat berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau
hak terpidana untuk mengajukan permohonan, peninjauan kembali dalam hal serta
menurut cara yang diatur oleh undang-undang ini berdasarkan ketentuan Bab I
tentang Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 12 KUHP.
Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang
waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Upaya hukum biasa bersifat
menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara upaya hukum biasa tersebut
ialah perlawanan (verset), banding, dan kasasi. Macam – Macam Upaya Hukum Biasa
:
1. Perlawanan (Verset)
2. Banding
3. Kasasi
Upaya hukum luar biasa merupakan
pengecualian dan penyimpangan dari upaya hukum biasa atau banding dan kasasi.Putusan
pengadilan yang dimophon banding atau kasasi belum merupakan putusan yang
berkekuatan hukum tetap, dan dapat diajukan terhadap semua putusan baik oleh
pihak terdakwa maupun Penuntut Umum.Upaya Hukum Luar Biasa terdiri dari :
1. Peninjauan Kembali (PK)
2.
Perlawanan Pihak Ketiga (Denderverzet) Terhadap Sita Eksekutor
DAFTAR PUSTAKA
Lilik Mulyadi. Hukum Acara Pidana. Bandung:Citra Aditya Bakti.1996.
Mochammad Dia’is,
dan Koosmargono. Membaca dan Mengerti HIR. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2011.
Setiawan. Aneka Masalah Hukum dan
Hukum Acara Perdata, Bandung : Alumni, 1992.
Sudikno Mertokudumo. Hukum Acara Perdata . Yogyakarta: Liberty. 1999.
[7] Mochammad Dia’is, dan Koosmargono, Membaca
dan Mengerti HIR, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
2011,hlm., 233
Tidak ada komentar:
Posting Komentar