PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG HAK CIPTA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu : M. Arif Hakim, M. Ag.

Disusun Oleh :
1. Hidayatul Ula (1520110023)
2. Budi Utomo (1520110024)
3. Khoirul Wahib (1520110033)
![]() |
|||
![]() |
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI AKHWAL AS-SYAHSIYYAH
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia akademik ada
istilah kecerdasan intelektual, dimana orang-orang yang mampu menggunakan
kecerdasannya dengan baik maka mereka akan mampu mencurahkan
inspirasi-inspirasi yang ada dalam fikirannya, baik dalam bentuk tulisan,
lagu-lagu dan sebagainya. Dari kesemuanya itu adalah hasil dari jerih payah
berfikir mereka, maka amat wajarlah jikalau karya-karya mereka dilindungi,
sehingga tidak sembarang orang dapat mengklaim bahwa itu karyanya.
Hak cipta adalah salah satu bentuk perlindungan terhadap karya-karya tersebut. Dengan adanya undang-undang mengenai hak cipta, maka tidak ada seorangpun yang daapat menggunakan karya orang lain dengan sesuka hatinnya, melainkan mereka harus memintaa izin terlebih dahulu dengan pemiliknya. Kemudian keuntungan yang selanjutnya yaitu dengan adannya perlindungan hak cipta maka akan membantu melancarkan perekonomian di negeri kita endiri. Karena itu, termasuk pada pajak penghasilan. Namun jika karyanya digunakan tanpa sepengaetahuan pemiliknya maka negeri kita tidak mendapatkan penghasilan.
Hak cipta adalah salah satu bentuk perlindungan terhadap karya-karya tersebut. Dengan adanya undang-undang mengenai hak cipta, maka tidak ada seorangpun yang daapat menggunakan karya orang lain dengan sesuka hatinnya, melainkan mereka harus memintaa izin terlebih dahulu dengan pemiliknya. Kemudian keuntungan yang selanjutnya yaitu dengan adannya perlindungan hak cipta maka akan membantu melancarkan perekonomian di negeri kita endiri. Karena itu, termasuk pada pajak penghasilan. Namun jika karyanya digunakan tanpa sepengaetahuan pemiliknya maka negeri kita tidak mendapatkan penghasilan.
Maka pemerintah mulai
menyusun undang-undang mengenai penggunaan hak cipta, seperti tertera dalam
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 yang mencabut dan mengganti Undang Undang No.
19 Tahun 2002 . dimana sebelumnya juga ada undang-undang yang menagtur masalah
hak cipta yang telah mengalami refvii berkali-kali, dan akhirnya undang-undnag
yang berlaku sekaraang yang menagtur tentang hak cipta maka akan memotivasi
seseorang untuk mengembangkanj intelektuallnya, karena tidak khawatir akan
terjadi pengakuan-pengakuan palsu yang mengklaim karya itu adalah hasil
karyanya. Karena pentingnya hal tersebut maka dalam makalah ini, penulis akan
membahas mengenai penggunaan hak cipta atas karya orang lain.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Hak Cipta?
2.
Bagaimana Pandangan Hukum Islam Tentang Hak Cipta?
3.
Bagaimana Pandangan Hukum Negara Mengenai Hak Cipta?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Cipta
Dalam Pasal 1
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan ;
1.
Hak Cipta adalah hak esklusif pencipta yang timbul secara otomtis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatau ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.
Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
3.
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi , kemampuan , pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Yang
dimaksud degan hak ekslusif adalah hak pribadi (khusus) artinya si pemilik
berhak dan bebas untuk melakukan apa saja hasil karyannya. Kemudian dapat
dikemukakan bahwa ciptaan yang dilindungi menurut UU No.28 Tahun 2014 adalah
ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,
seni sastra yang mencakup :
1.
Buku, pamflet, karya tulis yang diterbitkan.
2.
Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan jenis lainnya.
3.
Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4.
Lagu dan/musik dengan atau tanpa teks.
5.
Drama, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim.
6.
Karya seni rupa dalam segala bentuk lukisan, gambar, ukiran , kaligrafi,
seni patung, atau kolase, dll.[1]
Hak cipta di Indonesia juga mengenal
konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah
hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah
hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang
tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama
pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah
dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26
Undang-undang Hak Cipta.[2]
Sejarah Islam dahulu tidak pernah mempersoalkan masalah ini, yang mereka
fikirkan adalah bagaimana ilmu yang mereka miliki dapat tersebar atau
dipelajari orang lain, dengan hanya mengharap ridho dari Allah swt. meskipun
mereka mendapat hadiah atau sebagainya, itu mereka anggap hanya kebetulan saja.
Namun, tradisi
untuk mencantumkan nama penulis dalam cover sudah ada karena perkembangan dunia
tulis-menulis sudah mulai ada. Para ulama kontemporer sepakat bahwa hak cipta
suatu karya tulis itu dipelihara juga oleh syari’at. Para pemiliknya berhak
mempergunakannya, dan ada seorangpun yang berhak melanggar hak cipta tersebut.
Kecuali ketika isi buku tersebut mengandung unsur atau hal yang bertentangan
dengan ajaran syari’at yang lurus. Artinya buku-buku atau hasil karya tulis
yang ada tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Jelaslah bahwa dengan adanya perlindungan hak cipta, seorang akan
termotivasi untuk terus mencipta sesuatu tanpa takut diklaim orang lain bahwa
itu adalah karyanya.[3]
B. Pandangan Hukum Islam Tentang Hak Cipta
Hak cipta dalam pandangan
Islam adalah hak kekayaan yang harus mendapat perlindungan hukum sebagaimana
perlindungan hukum terhadap harta milik
seseorang. Islam melarang terhadap perbuatan pencurian yang dalam hal ini bisa
dicontohkan seperti praktik pembajakan dan penggandaan karya tulis yang sering
terjadi di Indonesia. Perbuatan itu jelas merupakan tindak pidana menurut hukum
Islam. Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mewajibkan menyebar luaskan ilmu dan ajaran-ajaran agama seperti
dalam surat Al-Maidah ayat 67
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ
وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ
النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai
Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak
kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” ( Q.S
Al-Maidah:67)
Dan
juga Surah Yusuf ayat 108.
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا
وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci
Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
Dan
disamping itu terdapat pula beberapa ayat yang melarang (haram), mengutuk dan mengancam dengan azab neraka
pada hari akhirat nanti kepada orang
orang yang menyembunyikan ilmu, ajaran agama
dan mengkomersilkan agama untuk
kepentingan kehidupan dunia seperti Ali Imran
ayat 187.
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ
وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
“Dan
(ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi
kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia,
dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu mereka melemparkan janji itu ke
belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit.
Amatlah buruk tukaran yang mereka terima”
Al-Baqarah ayat 159
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ
وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ
يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang
jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab,
mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat
melaknati”[4]
Mengenai hak cipta seperti
karya tulis, menurut pandangan Islam tetap pada penulisnya, sebab karya tulis itu merupakan
hasil usaha yang halal melalui kemampuan berpikir dan menulis sehingga karya
tulis itu dilindungi hukum. Sehingga bisa dikenakan sanksi hukuman terhadap
siapapun yang berani melanggar hak cipta seseorang. Seseorang diberi hak untuk
mempertahankan hak miliknya dari gangguan orang lain. Bahkan jika dia mati di
dalam membela dan mempertahankan hak miliknya itu dipandang sebagai syahid,
suatu penghargaan dari Allah. Dalam hadits disebutkan:
و - رضى اللَّ عنهما - ه ٍرْمَ ع ِنْ ب ِ اللَّه ِدْبَ ع
ْنَع ُ - ى- صلى اللَّ عليه وسلم ِ النهب ُتْعِمَ س َ الَق َ « ول ُقَي ون ُ د
َلِتُ ق ْنَم ٌ اَم . » يد ِهَ ش
َوُهَ ف ِهِل
“Dan siapa yang dibunuh karena mempertahankan
hartanya, maka ia mati syahid (HR. Bukhari)”[5]
Islam sangat menghargai
karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan agama dan umat, sebab itu
termasuk amal shaleh yang pahalanya terus menerus bagi penulisnya, meskipun ia
telah meninggal. Sebagaimana dalam hadits Nabi riwayat Bukhari dari Abu
Hurairah:
اذا مات الانسان انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية او علم
ينتفع به او ولد صالح يدعو له
“Ketika manusia meninggal maka seluruh amal
perbuatanya terputus kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang diambil
manfaatnya dan anak shalih yang mendoakannya.”
Karena hak cipta merupakan
hak milik pribadi, maka agama melarang oang yang tidak berhak (bukan pemilik
hak cipta) memfotokopi, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan
bisnis. Demikian pula menterjemahkannya ke dalam bahasa lain dan sebagainya
dilarang, kecuali dengan izin penulisnya atau penerbit yang diberi hak untuk
menerbitkannya. Perbuatan memfotokopi, mencetak, menterjemahkan, membaca dan
sebagainya terhadap karya tulis seseorang tanpa izin penulis sebagai pemilik
hak cipta atau ahli warisnya yang sah atau penerbit yang diberi wewenang oleh
penulisnya, adalah perbuatan tidak etis dan dilarang oleh Islam. Sebab
perbuatan semacan itu bisa termasuk kategori pencurian, kalau dilakukan dengan
sembunyi-sembunyi dan diambil dari tempat penyimpanan karya tulis itu.
Seseorang harus menghormati pula kepentingan
serta milik orang lain. Dengan kata lain, ia harus menempuh cara-cara yang sah
dan halal dan tidak berlaku secara sembarangan. Allah melarang memakan harta
sesama dengan cara bathil. Memakan harta secara bathil ini meliputi semua cara
mendapatkan harta yang tidak diizinkan atau dibenarkan Allah. Diantaranya denga
cara menipu, menyuap, semua bentuk jual beli yang haram dan mencuri. Termasuk
di dalamnya pencurian karya orang lain melalui
pelanggaran hak cipta.
1. Hadits Nabi riwayat
Al-Darruquthni dari Anas (hadits marfu’)
ا لا ه لّلم ماا ام م مسلم الا ببيب من نفس
Tidak halal harta sorang muslim kecuali dengan
kerelaan dirinya.
2.
Hadits Nabi yang artinya:
“Nabi bertanya:“ apakah
kamu tahu siapakah orang yang bangkrut itu?” jawab mereka (shahabat):” orang
bangkrut dikalangan kita adalah orang yang sudah tidak punya uang dan barang
sama sekali. ” kemudian Nabi bersabda: “sebenarnya orang yang bangkrut
(amalnya) dari umatku itu adalah orang yang pada hari kiamat nanti membawa
berbagai amalan yang baik, seperti sholat, puasa dan zakat. Dan iapun membawa
pula berbagai amalan yang jelek, seperti memaki-maki, menuduh, memakan harta
orang lain, membunuh dan memukul orang. Maka amalan-amalan baiknya diberikan
kepada orang-orang yang pernah di zhalimi, dan apabila hal itu belum cukup
memadai, maka amalan-amalan jelek dari mereka yang pernah di zhalimi itu
ditransfer kepada si zhalim. Kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka.”
Ayat dan kedua hadits di atas mengingatkan umat Islam agar tidak memakai
atau menggunakan hak orang lain dan tidak pula memakan harta orang lain kecuali
dengan persetujuan. Dan pelanggaran terhadap orang lain termasuk hak cipta bisa
termasuk kategori muflis, yakni orang yang bangkrut amalnya nanti di akhirat.
Islam menghormati hak milik pribadi, tetapi hak milik pribadi itu bersifat
sosial, karena hak milik pribadi pada hakikatnya adalah hak milik Allah yang
diamanatkan kepada orang yang kebetulan memlikinya. Karenanya, karya tulis
itupun harus bisa dimanfaatkan oleh umat, tidak boleh dirusak, dibakar atau
disembunyikan oleh pemiliknya.
MUI bahkan mengeluarkan fatwa
khusus yaitu fatwa MUI No. 1 Tahun 2003 tentang Hak Kekayaan Intelektual yang
didalamnya terdapat hak cipta. Pendapat MUI menggolongkan hak cipta sebagai
barang berharga yang boleh dimanfaatkan secara syara’ (hukum Islam). mayoritas
ulama dari kalangan Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat bahwa hak
cipta atas ciptaan yang orisinal dan manfaat tergolong harta berharga,
sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara syara’ (hukum Islam).
Berkenaan dengan hak kepengarangan (haqq al-ta’lif), salah satunya hak cipta.
MUI mengutip pendapat Wahbah al-Zuhaili. Ilmuwan muslim itu berpendapat bahwa
hak kepengarangan dilindungi oleh hukum Islam. Karenanya, mencetak ulang atau
mengkopi buku tanpa izin merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang.
Berdasarkan hal hak kepengarangan adalah hak yang dilindungi oleh syara’ (hukum
Islam), atas dasar qaidah (istishlah) tersebut, mencetak ulang atau meng-copy
buku (tanpa izin yang sah) dipandang sebagai pelanggaran atau kejahatan
terhadap hak pengarang, dalam arti bahwa perbuatan tersebut adalah kemaksiatan
yang menimbulkan dosa dalam pandangan syara’ dan merupakan pencurian yang
mengharuskan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak secara
melanggar dan zalim, serta menimbulkan kerugian moral yang menimpanya. [6]
Hak cipta dalam Islam,
Islam mengakui hak cipta sebagai hak milik atau kekayaan yang harus dijaga dan
dilindungi.harta kekayaan milik seseorang yang wajib dihargai dan haram untuk
diambil begitu saja. Keputusan fatwa MUI yang menyatakan bahwa hak kekayaan
intelektual adalah sebagai haq Maliyah, Fatwa MUI itu adalah sebagai berikut:
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan kekayaan intelektual adalah kekayaan yang
timbul dari hasil oleh pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses
yang berguna untuk manusia dan diakui oleh negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tujuan pengakuan hak ini oleh negara adalah
setiap orang terpacu untuk menghasilkan kreativitaskreativitasnya.
Ketentuan hukum yang
terdapat dalam fatwa MUI tentang perlindungan hak kekayaan intelektual yaitu :
a.
Dalam hukum Islam, hak kekayaan intelektual dipandang sebagai salah satu
huquq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashu)
sebagaimana mal (kekayaan).
b.
Hak kekayaan intelektual yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana
di maksud angka 1 tersebut adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum
Islam.
c.
Hak kekayaan intelektual dapat dijadikan obyek akad (alma’qud’alaih), baik
akad mu’awadhah (pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (nonkomersial),
serta dapat diwaqafkan dan diwariskan.
d.
Setiap bentuk pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual, termasuk namun
tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual,
mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan,
memperbanyak, menjiplak, memalsukan, membajak HKI milik orang lain secara tanpa
hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.[7]
C. Hukum Negara Tentang Hak Cipta
Hukum pelanggaran bagi hak cipta adalah Hak cipta merupakan salah satu objek yang dilindungi oleh Hak kekayaan intelektual,
berdasarkan Undang- Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang- undang
mengatur mengenai pelanggaran atas hak cipta. Di dalam UU No. 28 Tahun 2014
ditegaskan bahwa suatu perbuatan dianggap pelanggaran hak cipta jika melakukan
pelanggaran terhadap hak eksklusif yang merupakan hak Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak dan untuk memberikan izin atau melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan
karya ciptanya. Sehingga berdasarkan ketentuan undang- undang ini, maka pihak
yang melanggar dapat digugat secara keperdataan ke pengadilan niaga.[8]
Sementara itu dari sisi pidana diatur dalam BAB XVII Ketentuan Pidana pasal 112-120
UU No 28 Tahun 2014 yang berbunyi :
Pasal 112
Setiap Orang yang dengan tanpa
hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan/atau
Pasal 52 untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h
untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 114
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang
dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang
hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang
dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 115
Setiap Orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli
warisnya melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian,
atau Komunikasi atas Potret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk
kepentingan reklame atau periklanan untuk Penggunaan Secara Komersial baik
dalam media elektonik maupun non elektronik, dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 116
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf e untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa
hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf f, untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c, dan/atau huruf d untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk Pembajakan dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 117
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran
hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja
dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 24 ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara
Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
yang dilakukan dalam bentuk Pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
Pasal 118
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran
hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, huruf b,
huruf c, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (2) huruf d yang dilakukan dengan maksud Pembajakan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 119
Setiap Lembaga Manajemen Kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) dan melakukan kegiatan
penarikan Royalti dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 120
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupakan delik
aduan.
Pihak yang melakukan pelanggaran hak cipta
dapat dikenai sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda.
Maksimal pidana penjara selama 7 tahun dan minimal 2 tahun, sedangkan pidana
dendanya maksimal Rp. 4 Miliar rupiah dan minimal Rp. 100 juta rupiah[9]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak Cipta adalah hak
esklusif pencipta yang timbul secara otomtis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah suatau ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hak cipta dalam pandangan Islam adalah hak
kekayaan yang harus mendapat perlindungan hukum sebagaimana perlindungan hukum
terhadap harta milik seseorang. Islam
melarang terhadap perbuatan pencurian yang dalam hal ini bisa dicontohkan
seperti praktik pembajakan dan penggandaan karya tulis yang sering terjadi di
Indonesia. Perbuatan itu jelas merupakan tindak pidana menurut hukum Islam.
Mayoritas ulama dari
kalangan Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat bahwa hak cipta atas
ciptaan yang orisinal dan manfaat tergolong harta berharga, sebagaimana benda
jika boleh dimanfaatkan secara syara’ (hukum Islam). Berkenaan dengan hak
kepengarangan (haqq al-ta’lif), salah satunya hak cipta. Islam mengakui hak
cipta sebagai hak milik atau kekayaan yang harus dijaga dan dilindungi.harta
kekayaan milik seseorang yang wajib dihargai dan haram untuk diambil begitu
saja.
Hukum pelanggaran bagi hak cipta adalah Hak
cipta merupakan salah satu objek yang dilindungi oleh Hak kekayaan intelektual,
berdasarkan Undang- Undang No. 28 Tahun 2014. Pihak yang melakukan pelanggaran
hak cipta dapat dikenai sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana
denda. Maksimal pidana penjara selama 7 tahun dan minimal 2 tahun, sedangkan
pidana dendanya maksimal Rp. 4 Miliar rupiah dan minimal Rp. 100 juta rupiah.
DAFTAR PUSTAKA
Elsi Kartika Sari. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta:Grasindo. 2008.
Hasybi ash Shidieq. Fikh
Islam Mempunyai Daaya Elastic Lengkap Bulat dan Tuntas. Jakarta:
Bulan Bintang.2003.
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari. Shahih Bukhari. juz 9, Maktabah Syamilah.
Zaeni Ashadie.Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia.
Jakarta:Rajagrafindo Persada. 2016.
Zuhdi Masjfuk. Masail Fiqiyah. Jakarta:Haji Masagung. 1992.
Undang Undang Republik
Indonesia Nomer 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
MUI, Fatwa
MUI, http://www. Mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=13 diakses pada hari rabu 20 Sep.
17 pukul 19:55 WIB.
[1]
Zaeni Ashadie,Hukum Bisnis
Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta:Rajagrafindo Perrsada,
2016, hlm., 233-234.
[2]
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam
Ekonomi, Jakarta:Grasindo, 2008, hlm., 115.
[3]
Hasybi ash Shidieq, Fikh Islam
Mempunyai Daaya Elastic Lengkap Bulat dan Tuntas, Jakarta: Bulan Bintang,2003, hlm., 111.
[4]
Zuhdi Masjfuk, Masail Fiqiyah,Jakarta:Haji
Masagung, 1992,hlm., 205-206.
[6]
Zuhdi Masyfuk, Op. Cit, hlm.,
207-208.
[7]
MUI, Fatwa MUI, http://www. Mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=13 diakses pada hari rabu 20 Sep. 17 pukul 19:55
WIB.
[8]
Zaeni Ashadi, Op. Cit., hlm.,248.
[9]
Undang Undang Nomer 28 Tahun 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar