Kamis, 02 November 2017

PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG HAK CIPTA



PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG HAK  CIPTA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu : M. Arif Hakim, M. Ag.
Description: E:\logo stain.jpg









Disusun Oleh :
1.      Hidayatul Ula                                   (1520110023)
2.      Budi Utomo                                     (1520110024)
3.      Khoirul Wahib                                 (1520110033)








 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI AKHWAL AS-SYAHSIYYAH
2017

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Dalam dunia akademik ada istilah kecerdasan intelektual, dimana orang-orang yang mampu menggunakan kecerdasannya dengan baik maka mereka akan mampu mencurahkan inspirasi-inspirasi yang ada dalam fikirannya, baik dalam bentuk tulisan, lagu-lagu dan sebagainya. Dari kesemuanya itu adalah hasil dari jerih payah berfikir mereka, maka amat wajarlah jikalau karya-karya mereka dilindungi, sehingga tidak sembarang orang dapat mengklaim bahwa itu karyanya.
Hak cipta adalah salah satu bentuk perlindungan terhadap karya-karya tersebut. Dengan adanya undang-undang mengenai hak cipta, maka tidak ada seorangpun yang daapat menggunakan karya orang lain dengan sesuka hatinnya, melainkan mereka harus memintaa izin terlebih dahulu dengan pemiliknya. Kemudian keuntungan yang selanjutnya yaitu dengan adannya perlindungan hak cipta maka akan membantu melancarkan perekonomian di negeri kita endiri. Karena itu, termasuk pada pajak penghasilan. Namun jika karyanya digunakan tanpa sepengaetahuan pemiliknya  maka negeri kita tidak mendapatkan penghasilan.
            Maka pemerintah mulai menyusun undang-undang mengenai penggunaan hak cipta, seperti tertera dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 yang mencabut dan mengganti Undang Undang No. 19 Tahun 2002 . dimana sebelumnya juga ada undang-undang yang menagtur masalah hak cipta yang telah mengalami refvii berkali-kali, dan akhirnya undang-undnag yang berlaku sekaraang yang menagtur tentang hak cipta maka akan memotivasi seseorang untuk mengembangkanj intelektuallnya, karena tidak khawatir akan terjadi pengakuan-pengakuan palsu yang mengklaim karya itu adalah hasil karyanya. Karena pentingnya hal tersebut maka dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai penggunaan hak cipta atas karya orang lain.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Hak Cipta?
2.      Bagaimana Pandangan Hukum Islam Tentang Hak Cipta?
3.      Bagaimana Pandangan Hukum Negara Mengenai Hak Cipta?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hak Cipta
            Dalam Pasal 1 Undang-Undang  Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan ;
1.      Hak Cipta adalah hak esklusif pencipta yang timbul secara otomtis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatau ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.      Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
3.      Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi , kemampuan , pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
            Yang dimaksud degan hak ekslusif adalah hak pribadi (khusus) artinya si pemilik berhak dan bebas untuk melakukan apa saja hasil karyannya. Kemudian dapat dikemukakan bahwa ciptaan yang dilindungi menurut UU No.28 Tahun 2014 adalah ciptaan dalam bidang ilmu  pengetahuan, seni sastra yang mencakup :
1.      Buku, pamflet, karya tulis yang diterbitkan.
2.      Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan jenis lainnya.
3.      Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4.      Lagu dan/musik dengan atau tanpa teks.
5.      Drama, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim.
6.      Karya seni rupa dalam segala bentuk lukisan, gambar, ukiran , kaligrafi, seni patung, atau kolase, dll.[1]
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.[2]
Sejarah Islam dahulu tidak pernah mempersoalkan masalah ini, yang mereka fikirkan adalah bagaimana ilmu yang mereka miliki dapat tersebar atau dipelajari orang lain, dengan hanya mengharap ridho dari Allah swt. meskipun mereka mendapat hadiah atau sebagainya, itu mereka anggap hanya kebetulan saja. Namun, tradisi untuk mencantumkan nama penulis dalam cover sudah ada karena perkembangan dunia tulis-menulis sudah mulai ada. Para ulama kontemporer sepakat bahwa hak cipta suatu karya tulis itu dipelihara juga oleh syari’at. Para pemiliknya berhak mempergunakannya, dan ada seorangpun yang berhak melanggar hak cipta tersebut. Kecuali ketika isi buku tersebut mengandung unsur atau hal yang bertentangan dengan ajaran syari’at yang lurus. Artinya buku-buku atau hasil karya tulis yang ada tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Jelaslah bahwa dengan adanya perlindungan hak cipta, seorang akan termotivasi untuk terus mencipta sesuatu tanpa takut diklaim orang lain bahwa itu adalah karyanya.[3]

B.     Pandangan Hukum Islam Tentang Hak Cipta
            Hak cipta dalam pandangan Islam adalah hak kekayaan yang harus mendapat perlindungan hukum sebagaimana perlindungan hukum terhadap harta  milik seseorang. Islam melarang terhadap perbuatan pencurian yang dalam hal ini bisa dicontohkan seperti praktik pembajakan dan penggandaan karya tulis yang sering terjadi di Indonesia. Perbuatan itu jelas merupakan tindak pidana menurut hukum Islam. Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mewajibkan menyebar  luaskan ilmu dan ajaran-ajaran agama seperti dalam surat Al-Maidah ayat 67

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir( Q.S Al-Maidah:67)
            Dan juga Surah Yusuf ayat 108.
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
            Dan disamping itu terdapat pula beberapa ayat yang melarang (haram),  mengutuk dan mengancam dengan azab neraka pada hari akhirat nanti kepada orang
orang yang menyembunyikan ilmu, ajaran agama dan mengkomersilkan agama untuk
kepentingan kehidupan dunia seperti Ali Imran ayat 187.

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima

 Al-Baqarah ayat 159
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati”[4]
            Mengenai hak cipta seperti karya tulis, menurut pandangan Islam tetap pada  penulisnya, sebab karya tulis itu merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berpikir dan menulis sehingga karya tulis itu dilindungi hukum. Sehingga bisa dikenakan sanksi hukuman terhadap siapapun yang berani melanggar hak cipta seseorang. Seseorang diberi hak untuk mempertahankan hak miliknya dari gangguan orang lain. Bahkan jika dia mati di dalam membela dan mempertahankan hak miliknya itu dipandang sebagai syahid, suatu penghargaan dari Allah. Dalam hadits disebutkan:
 و - رضى اللَّ عنهما - ه ٍرْمَ ع ِنْ ب ِ اللَّه ِدْبَ ع ْنَع ُ - ى- صلى اللَّ عليه وسلم ِ النهب ُتْعِمَ س َ الَق َ « ول ُقَي ون ُ د َلِتُ ق ْنَم ٌ اَم  . » يد ِهَ ش َوُهَ ف ِهِل
“Dan siapa yang dibunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia mati syahid (HR. Bukhari)”[5]
            Islam sangat menghargai karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan agama dan umat, sebab itu termasuk amal shaleh yang pahalanya terus menerus bagi penulisnya, meskipun ia telah meninggal. Sebagaimana dalam hadits Nabi riwayat Bukhari dari Abu Hurairah:
اذا مات الانسان انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح يدعو له
“Ketika manusia meninggal maka seluruh amal perbuatanya terputus kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya dan anak shalih yang mendoakannya.”
            Karena hak cipta merupakan hak milik pribadi, maka agama melarang oang yang tidak berhak (bukan pemilik hak cipta) memfotokopi, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan bisnis. Demikian pula menterjemahkannya ke dalam bahasa lain dan sebagainya dilarang, kecuali dengan izin penulisnya atau penerbit yang diberi hak untuk menerbitkannya. Perbuatan memfotokopi, mencetak, menterjemahkan, membaca dan sebagainya terhadap karya tulis seseorang tanpa izin penulis sebagai pemilik hak cipta atau ahli warisnya yang sah atau penerbit yang diberi wewenang oleh penulisnya, adalah perbuatan tidak etis dan dilarang oleh Islam. Sebab perbuatan semacan itu bisa termasuk kategori pencurian, kalau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan diambil dari tempat penyimpanan karya tulis itu.
             Seseorang harus menghormati pula kepentingan serta milik orang lain. Dengan kata lain, ia harus menempuh cara-cara yang sah dan halal dan tidak berlaku secara sembarangan. Allah melarang memakan harta sesama dengan cara bathil. Memakan harta secara bathil ini meliputi semua cara mendapatkan harta yang tidak diizinkan atau dibenarkan Allah. Diantaranya denga cara menipu, menyuap, semua bentuk jual beli yang haram dan mencuri. Termasuk di dalamnya pencurian karya orang lain melalui  pelanggaran hak cipta.
 1. Hadits Nabi riwayat Al-Darruquthni dari Anas (hadits marfu’)
ا لا ه لّلم ماا ام م مسلم الا ببيب من نفس
Tidak halal harta sorang muslim kecuali dengan kerelaan dirinya.
      2. Hadits Nabi yang artinya:
“Nabi bertanya:“ apakah kamu tahu siapakah orang yang bangkrut itu?” jawab mereka (shahabat):” orang bangkrut dikalangan kita adalah orang yang sudah tidak punya uang dan barang sama sekali. ” kemudian Nabi bersabda: “sebenarnya orang yang bangkrut (amalnya) dari umatku itu adalah orang yang pada hari kiamat nanti membawa berbagai amalan yang baik, seperti sholat, puasa dan zakat. Dan iapun membawa pula berbagai amalan yang jelek, seperti memaki-maki, menuduh, memakan harta orang lain, membunuh dan memukul orang. Maka amalan-amalan baiknya diberikan kepada orang-orang yang pernah di zhalimi, dan apabila hal itu belum cukup memadai, maka amalan-amalan jelek dari mereka yang pernah di zhalimi itu ditransfer kepada si zhalim. Kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka.”
           Ayat dan kedua hadits di atas mengingatkan umat Islam agar tidak memakai atau menggunakan hak orang lain dan tidak pula memakan harta orang lain kecuali dengan persetujuan. Dan pelanggaran terhadap orang lain termasuk hak cipta bisa termasuk kategori muflis, yakni orang yang bangkrut amalnya nanti di akhirat. Islam menghormati hak milik pribadi, tetapi hak milik pribadi itu bersifat sosial, karena hak milik pribadi pada hakikatnya adalah hak milik Allah yang diamanatkan kepada orang yang kebetulan memlikinya. Karenanya, karya tulis itupun harus bisa dimanfaatkan oleh umat, tidak boleh dirusak, dibakar atau disembunyikan oleh pemiliknya.
         MUI bahkan mengeluarkan fatwa khusus yaitu fatwa MUI No. 1 Tahun 2003 tentang Hak Kekayaan Intelektual yang didalamnya terdapat hak cipta. Pendapat MUI menggolongkan hak cipta sebagai barang berharga yang boleh dimanfaatkan secara syara’ (hukum Islam). mayoritas ulama dari kalangan Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat bahwa hak cipta atas ciptaan yang orisinal dan manfaat tergolong harta berharga, sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara syara’ (hukum Islam). Berkenaan dengan hak kepengarangan (haqq al-ta’lif), salah satunya hak cipta. MUI mengutip pendapat Wahbah al-Zuhaili. Ilmuwan muslim itu berpendapat bahwa hak kepengarangan dilindungi oleh hukum Islam. Karenanya, mencetak ulang atau mengkopi buku tanpa izin merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang. Berdasarkan hal hak kepengarangan adalah hak yang dilindungi oleh syara’ (hukum Islam), atas dasar qaidah (istishlah) tersebut, mencetak ulang atau meng-copy buku (tanpa izin yang sah) dipandang sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang, dalam arti bahwa perbuatan tersebut adalah kemaksiatan yang menimbulkan dosa dalam pandangan syara’ dan merupakan pencurian yang mengharuskan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak secara melanggar dan zalim, serta menimbulkan kerugian moral yang menimpanya. [6]
Hak cipta dalam Islam, Islam mengakui hak cipta sebagai hak milik atau kekayaan yang harus dijaga dan dilindungi.harta kekayaan milik seseorang yang wajib dihargai dan haram untuk diambil begitu saja. Keputusan fatwa MUI yang menyatakan bahwa hak kekayaan intelektual adalah sebagai haq Maliyah, Fatwa MUI itu adalah sebagai berikut: Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil oleh pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan pengakuan hak ini oleh negara adalah setiap orang terpacu untuk menghasilkan kreativitaskreativitasnya.
Ketentuan hukum yang terdapat dalam fatwa MUI tentang perlindungan hak kekayaan intelektual yaitu :
a.       Dalam hukum Islam, hak kekayaan intelektual dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashu) sebagaimana mal (kekayaan).
b.      Hak kekayaan intelektual yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana di maksud angka 1 tersebut adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
c.       Hak kekayaan intelektual dapat dijadikan obyek akad (alma’qud’alaih), baik akad mu’awadhah (pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (nonkomersial), serta dapat diwaqafkan dan diwariskan.
d.      Setiap bentuk pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual, termasuk namun tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsukan, membajak HKI milik orang lain secara tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.[7]

C.    Hukum Negara Tentang Hak Cipta
            Hukum pelanggaran bagi hak cipta adalah Hak cipta merupakan salah satu objek yang dilindungi oleh Hak kekayaan intelektual, berdasarkan Undang- Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang- undang mengatur mengenai pelanggaran atas hak cipta. Di dalam UU No. 28 Tahun 2014 ditegaskan bahwa suatu perbuatan dianggap pelanggaran hak cipta jika melakukan pelanggaran terhadap hak eksklusif yang merupakan hak Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak dan untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya ciptanya. Sehingga berdasarkan ketentuan undang- undang ini, maka pihak yang melanggar dapat digugat secara keperdataan ke pengadilan niaga.[8] Sementara itu dari sisi pidana diatur dalam BAB XVII Ketentuan Pidana pasal 112-120 UU No 28 Tahun 2014 yang berbunyi :

Pasal 112
 Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan/atau Pasal 52 untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
 (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 114
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 115
Setiap Orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Potret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk Penggunaan Secara Komersial baik dalam media elektonik maupun non elektronik, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 116
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf e untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
 (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf f, untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk Pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 117
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
 (2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan dalam bentuk Pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 118
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d yang dilakukan dengan maksud Pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 119
Setiap Lembaga Manajemen Kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) dan melakukan kegiatan penarikan Royalti dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 120
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupakan delik aduan.
Pihak yang melakukan pelanggaran hak cipta dapat dikenai sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda. Maksimal pidana penjara selama 7 tahun dan minimal 2 tahun, sedangkan pidana dendanya maksimal Rp. 4 Miliar rupiah dan minimal Rp. 100 juta rupiah[9]









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Hak Cipta adalah hak esklusif pencipta yang timbul secara otomtis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatau ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hak cipta dalam pandangan Islam adalah hak kekayaan yang harus mendapat perlindungan hukum sebagaimana perlindungan hukum terhadap harta  milik seseorang. Islam melarang terhadap perbuatan pencurian yang dalam hal ini bisa dicontohkan seperti praktik pembajakan dan penggandaan karya tulis yang sering terjadi di Indonesia. Perbuatan itu jelas merupakan tindak pidana menurut hukum Islam.
            Mayoritas ulama dari kalangan Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat bahwa hak cipta atas ciptaan yang orisinal dan manfaat tergolong harta berharga, sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara syara’ (hukum Islam). Berkenaan dengan hak kepengarangan (haqq al-ta’lif), salah satunya hak cipta. Islam mengakui hak cipta sebagai hak milik atau kekayaan yang harus dijaga dan dilindungi.harta kekayaan milik seseorang yang wajib dihargai dan haram untuk diambil begitu saja.
Hukum pelanggaran bagi hak cipta adalah Hak cipta merupakan salah satu objek yang dilindungi oleh Hak kekayaan intelektual, berdasarkan Undang- Undang No. 28 Tahun 2014. Pihak yang melakukan pelanggaran hak cipta dapat dikenai sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda. Maksimal pidana penjara selama 7 tahun dan minimal 2 tahun, sedangkan pidana dendanya maksimal Rp. 4 Miliar rupiah dan minimal Rp. 100 juta rupiah.







DAFTAR PUSTAKA

Elsi Kartika Sari. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta:Grasindo. 2008.
Hasybi ash Shidieq. Fikh Islam Mempunyai Daaya Elastic Lengkap Bulat dan Tuntas.      Jakarta: Bulan Bintang.2003.
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari. Shahih Bukhari. juz 9, Maktabah Syamilah.
Zaeni Ashadie.Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta:Rajagrafindo      Persada. 2016.
Zuhdi Masjfuk. Masail Fiqiyah. Jakarta:Haji Masagung. 1992.
Undang Undang Republik Indonesia Nomer 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
MUI, Fatwa MUI, http://www. Mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=13 diakses pada hari rabu 20        Sep. 17 pukul 19:55 WIB.


[1] Zaeni Ashadie,Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta:Rajagrafindo Perrsada, 2016, hlm., 233-234.
[2] Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta:Grasindo, 2008, hlm., 115.
[3] Hasybi ash Shidieq, Fikh Islam Mempunyai Daaya Elastic Lengkap Bulat dan Tuntas, Jakarta: Bulan Bintang,2003, hlm., 111.

[4] Zuhdi Masjfuk, Masail Fiqiyah,Jakarta:Haji Masagung, 1992,hlm., 205-206.
[5] Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz 9, Maktabah Syamilah, hlm., 165.
[6] Zuhdi Masyfuk, Op. Cit, hlm., 207-208.
[7] MUI, Fatwa MUI, http://www. Mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=13 diakses pada hari rabu 20 Sep. 17 pukul 19:55 WIB.
[8] Zaeni Ashadi, Op. Cit., hlm.,248.
[9] Undang Undang Nomer 28 Tahun 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

New Post

FILSAFAT HUKUM DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA

FILSAFAT HUKUM DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Dose...