MAKALAH
PENGERTIAN DAN
KEDUDUKAN HUKUM ADAT
Mata Kuliah :
Hukum Adat
Dosen Pengampu
: Hasanain Haikal Hadining S.H, M.H.
![]() |
Disusun oleh :
1.
Bambang Eko Cahyono 1320110007
2.
Nur afidah 1320110008
3.
Misbahul Munir 1320110011
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS JURUSAN
SYARIAH AS
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di era yang serba canggih sekarang ini terkadang
kita lupa akan latar belakang lahirnya hukum yang kita kenal dalam lingkungan
kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara asia asia lainnya seperti
jepang sebagai negara yang hampir sama dalam latar ideologi yaitu adanya sumber
dimana peraturan-peraturan hukum yang tidak tertulis dan tumbuh dan
berkembang dan dipertahankan dengan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat
tersebut dijadikan sebagai acuan dan pedoman dalam langkah.
Hukum adat di
Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan
keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan
tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian
besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena
mempunyai akibat hukum (sanksi). Hukum adat pada umumnya belum atau tidak
tertulis.
Meskipun Indonesia memiliki
Undang-Undang yang harus ditaati oleh negaranya, tapi masih ada yang berpegang
pada hukum adat karena Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang
di dalam masyarakat suatu daerah. Walaupun sebagian besar hukum adat tidak
tertulis, namun ia memiliki daya ikat yang kuat dalam masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian hukum adat ?
2.
Bagaimana kedudukan hukum adat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
hukum adat
Hukum adat adalah aturan-aturan
kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang tidak berbentuk peraturan
perundang- undangan yang dibentuk oleh penguasa pemerintah.[1] Dan Hukum
adat didefinisikan sebagai suatu aturan atau kebiasaan beserta norma-norma yang
berlaku di suatu wilayah tertentu dan dianut oleh sekelompok orang di wilayah
tersebut sebagai sumber hukum. Ditinjau dari segi pemakaian hukum adat
diartikan sebagai tingkah laku manusia maka segala sesuatu yang telah terjadi
atau yang biasa terjadi di dalam masyarakat dapat dijadikan sebagai suatu
hukum.
Ciri-ciri hokum adat:
1.
Hukum adat tidak
termodifikasi dan tidak tertuang di dalam perundang-undangan.
2.
Hukum adat tidak
disusun secara sistematis
3.
Hukum adat tidak
dihimpun dalam bentuk kitab atau buku undang-undang hukum
4.
Putusan dalam
hukum adat tidak berdasarkan pertimbangan tetapi lebih cenderung berdasarkan
kebiasaan yang ada di dalam masyarakat.
5.
Pasal-pasal yang
terdapat di dalam hukum adat tidak mempunyai penjelasan secara rinci.[2]
Sumber hukum adat
a.
Kebiasaan
masyarakat setempat
Hukum adat bersumber pada kebiasaan
yang dilakukan oleh masyarakat setempat, baik kebiasaan buruk maupun kebiasaan
baik.
b.
Kebudayan tradisional
masyarakat
Hukum adat identik dengan hukum
tradisional yang berasal dari kebudayaan masyarakat sebelum dibentuk peraturan
perundang-undangan. Walaupun sudah ada hukum perundang-undangan tetapi masih
saja masyarakat di wilayah tertentu yang masih memegang teguh hukum adat.
c.
Kaidah kebudayaan
asli Indonesia
Sebagian masyarakat menganggap jika
warisan leluhur harus tetap dijaga dan dilestarikan. Inilah yang menjadi salah
satu sumber hukum adat di Indonesia
d.
Pepatah adat
Pepatah adat merupakan warisan
leluhur yang sarat filosofi sehingga merupakan salah satu sumber hukum adat.
e.
Dokumen atau
naskah pada masa itu
Peninggalan leluhur berupa dokumen
dan naskah-naskah seringkali dijadikan sebagai sumber hukum adat.
Berikut adalah definisi hukum adat menurut para ahli
:
1.
Prof. Van Vallenhovea, yang pertama
kali menyebut hukum adat sebagai “himpunan peraturan tentang perilaku yang
berlaku bagi orang pribumi dan timur asing pada satu pihak lain berada dalam
keadaan tidak dikodifikasi (karena adat).
2.
Prof. Soepomo, merumuskan hukum
adat : hukum adat adalah synonym dari hukum yang tidak tertulis di dalam
peraturan legislative, yaitu :
-
hukum yang hidup sebagai konvensi
di badan-badan hukum Negara ( Parlemen, Dewan Propinsi, dan sebagainya)
-
hukum yang hidup sebagai peraturan
kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik kota maupun desa.
-
Hukum yang timbul karena
putusan-putusan hakim
3.
Suroyo Wignjodipuro, hukum adat
adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber apa adanya dari perasaan
keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan tingkah laku
manusia kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak karena
memiliki akibat hukum (sanksi).
4.
Prof.
Mr. B. Terhaar Bzn
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan
yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku
secara spontan dalam masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan”
artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan
hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap
sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan
hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
5.
Dr.
Sukanto, S.H.
Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang
pada umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan,
mempunyai sanksi jadi mempunyai akibat hukum.
6.
Prof.
Dr. Hazairin
Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam
masyarakat yaitu kaidah kaidah kesusialaan yang kebenarannya telah mendapat
pengakuan umum dalam masyarakat itu.[3]
Sehingga hukum adat adalah perwujudan sendiri
dari pada kenyataan social, yang tak ada hentinya berubah-ubah dan yang dalam
keputusan dahulu mungkin mendapat tafsiran yang salah, selanjutnya diuji atas
syarat-syarat perikemanusiaan yang harus dipenuhi.[4]
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan yang
mengikat, yang di kukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Adat adalah aturan
yang lazim dilakukan sejak zaman dahulu. Sedangkan istilah hukum adat dalam
kamus besar bahasa Indonesia di jelaskan dengan sangat singkat, yaitu hukum
yang tidak tertulis.[5]
Demikianlah beberapa pendapat para ahli mengenai hukum adat. Ada
beberapa poin yang menjadi perbedaan tegas antara pemahaman para ahli dari
barat dengan pemahaman para ahli nasional. Perbedaan pemahaman yang paling
menonjol adalah bagi pemikiran barat hukum (termasuk hukum adat) selalu identik
dengan adanya sanksi. Sedangkan bagi pemikiran nasional, meskipun ada juga
beberapa ahli nasional yang menganut pemahaman sanksi, hukum adat lebih
menitikberatkan pada keseimbangan. Dimana pada sistem masyarakat yang
paguyuban, hidup bersama secara komunal dengan diikat oleh adanya aturan
tingkah laku sangatlah lebih bermakna. Sedangkan unsure sanksi hanyalah sekedar
unsure penunjang dari adanya konsep keseimbangan tersebut, tetapi tetap bukan
unsure yang esensial.
Sebenarnya ada banyak perbedaan pandangan antara pemahaman dengan
para ahli. Seperti pemahaman berdasarkan tulisan Prof. Dr. Peter Machmud, S.H.,
M.S, LL.M. dalam bukunya pengantar Ilmu Hukum (bab 2). Penjelasan dinamika
hukum yang terdapat pada buku beliau sangat relevan jika dikaitkan dengan
konsep hukum adat, yaitu :
a.
Hukum dalam masyarakat primitive
tumbuh melalui tuntutan individu dan kesadaran akan perlunya aturan yang
didasarkan pada praktik-praktik dan pengalaman-pengalaman di masyarakat.
b.
Kesepakatan bersama terhadap suatu
aturan tingkah laku
c.
Hasil kerjasama masyarakat
d.
Pandangan yang sama terhadap garis
kewenangan
e.
Merupakan perkembangan yang tidak
disadari (proses muncul dan tumbuhnya aturan hukum).
Kelima hal tersebut merupakan alasan adanya hukum di masyarakat.
Sebab kelima hal tersebut berkaitan dengan hak dan kewajiban, jadi bukan
sekedar kebiasaan. Jika dikaitkan dengan hukum adat, maka hal tersebut
merupakan alasan adanya hukum adat di masyarakat tertentu.[6]
B.
Kedudukan
Hukum Adat
a. Kedudukan hukum adat
1)
Hukum adat merupakan salah satu
sumber yang penting untuk memperoleh bahan pembangunan hukum nasional, yang
menuju kepada Unifikasi pembuatan peraturan perundangan dengan tidak
mengabaikan tumbuh dan berkembangnya hukum kebiasaan dan pengadilan dalam pembinaan
hukum.
2)
Pengambilan bahan dari hukum adat
dalam penyusunan hukum Nasional pada dasarnya berarti :
a.
Penggunaan konsep-konsep dan
asas-asas hukum dari hukum adat untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang
memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini dan mendatang dalam rangka membangun
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD.
b.
Penggunaan lembaga-lembaga hukum
adat yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman tanpa menghilangkan cirri dan
sifat kepribadian Indonesia
c.
Memasukkan konsep-konsep dan
asas-asas hukum adat ke dalam lembaga-lembaga hukum dari hukum asing yang
dipergunakan untuk memperkaya dan mengembangkan hukum Nasional, agar tidak
bertentangan dengan pancasial dan UUD 1945
3.)
di dalam pembinaan hukum harta kekayaan
Nasional, hukum adat merupakan salah satu unsure, sedangkan di dalam pembinaan
hukum kekeluargaan dn hukum kewarisan nasional merupakan intinya.
4.)
Dengan terbentuknya hukum nasional
yang mengandung unsure-unsur hukum adat, maka kedudukan dan peranan hukum adat
itu telah terserap di dalam hukum nasional.[7]
b.
Kedudukan hokum adat dalam sitem
Indonesia
Kedudukan hukum adat dalam sistem
Hukum Indonesia Dalam Concept of Log, Yehezkel Dror, mengatakan bahwa
ketertinggalan terjadi apabila di situ terjadi lebih dari sekedar ketegangan
tertentu, apabila hukum secara nyata telah tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang timbul dari perubahan social yang besar yang terjadi atau apabila tingkah
laku social dan kesadaran hukum akan berkewajiban yang biasanya tertuju kepada
hukum yang berbeda dengan jelas dari tingkah laku yang dikehendaki oleh hukum.
Ketertinggalan hukum menurut sinzheimer, dengan mengutip pendapat Trade,
terjadi karena di dalam kenyataan social keadaan-keadaan atau peristiwa baru
dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Faktor
tersebut secara fundamental dapat mempengaruhi perubahan hukum, adalah
perubahan di bidang kehidupan social.
Kebanyakan tata hukum dari
Negara-negara sedang berkembang terdiri dari hukum tradisional dan hukum
modern. Negara berkembang biasanya mewarisi tata hukum yang bersifat
pluralistis di mana sistem hukum tradisional modern berlaku berdampingan dengan
sistem hukum modern. Pluralism menurut Cak Nur adalah sebuah paham yang
menegaskan bahwa hanya ada satu fakta kemanusiaan, yakni keragaman,
heterogenitas, dan kemajemukan itu sendiri. Di Indonesia melalui pasal
peralihan UUD 1945, masih berlaku sistem hukum pluralis. Pluralism itu adalah
berlakunya hukum Eropa di samping hukum adat. Hukum adat sebagai hukum
masyarakat Indonesia yang bersifat tradisional.
c.
Hukum Adat dalam
Perundang-Undangan
1.
Hukum Adat,
melalui perundang-undangan, putusan hakim, dan ilmu hukum hendaknya dibina ke
arah Hukum Nasional secara hati-hati.
2.
Hukum Perdata
Nasional hendaknya merupakan hukum kesatuan bagi seluruh rakyat Indonesia dan
diatur dalam Undang-Undang yang bersifat luwes yang bersumber pada azas-azas
dan Jiwa hukum adat.
3.
Kodifikasi dan
Unifikasi hukum dengan menggunakan bahan-bahan dari hukum adat, hendaknya
dibatasi pada bidang-bidang dan hal-hal yang sudah mungkin dilaksanakan pada
tingkat nasional. Bidang-bidang hukum yang diatur oleh hukum adat atau hukum
kebiasaan lain yang masih bercorak lokal ataupun regional, sepanjang tidak
bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak
menghambat pembangunan masih diakui berlakunya untuk kemudian dibina ke arah
unifikasi hukum demi persatuan bangsa.
4.
Menyarankan untuk
segera mengadakan kegiatan-kegiatan unifikasi hukum harta kekayaan adat yang
tidak erat hubungannya dengan kehidupan spirituil dan hukum harta kekayaan
barat, dalam perundang-undangan sehingga terbentuknya hukum harta kekayaan
nasional.
5.
Menyarankan agar
dalam mengikhtiarkan pengarahan hukum kekeluargaan dan hukum kewarisan kepada
unifikasi hukum nasional dilakukan melalui lembaga peradilan.
6.
Hendaklah dibuat
Undang-undang yang mengandung azas-azas pokok hukum perundang-undangan yang
dapat mengatur politik hukum, termasuk kedudukan hukum adat.
d.
Kedudukan Hukum
adat menurut Pancasila
Masyarakat
hukum adat dibentuk dan di integrasikan oleh sifat dan corak fundamental yang
sangat menentukan yaitu cara hidup gotrong royong, dimana kepentingan bersama
memgatasi kepenyingan-kepentingan perseorangan Implementasi cara hidup ini
dapat terlihat, misalnya dalam kegiatan gugur gunung di jawa.
Setiap
orang atau individu anggota masyrakat dengan suka relamemberikan kemampuannya
baik materi, uang dan barang-barang lainnya baik materi ataupun non materi.
Kegiatan yang dilakukan adalah semua kegiatan yang dianggap akan membawa
keuntungan untuk seluruh anggota masyarakat. Cara hidup ini berawal dari adanya
asumsi masyarakat tentang suatu persatuan atau kerukunan.
Dengan
demikian, terbuktilah bahwa hukum adat sangat mementingkan kepentingan bersama
dalam pola-pola kehidupannya, yang berarti pula mengutamakan prinsip kerukunan
bersama, suatu prinsip yang dipelihara dan dikembangkan untuk tetap menjaga
harmoni dari hubungn-hubungan hukum yng dilakukan oleh seluruh anggota
masyarakat atau keluarga.
Beralih
pada Pancasila, kosep persatuan atau kerukunan dikenal dlam pancasila pada sila
ketiga yaitu Persatuan Indonesia. Sila persatuan Indonesia mengandung muatan
konstruktif dari para pendireri Negara terhadap nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyrakat yaitu hukum kebiasaan dan hukum adat secara praktis (dalam praktik).
Hal ini didasarkan pada adanya pluralitas praktek hukum dat pada masing-masing
daerah dan masyarakat Indonesia serta pembagian ketentuan-ketentuan hukum adat
dalam beberapa bidang yang diaturnya seperti hukum keluarga hukum perkawinan
serta hukum waris.
Pada
dasarnya didalam Pancasili yang sebagai dasar pandangan hidup berbangsa dan
bernegara di dalamnya terkandung nilai-nilai hukum adat. Asas yang mendomonasi
antar Pancasila dan hukum adat adalah gotong royong yang sangat kental ada di
dalamnya. Sehingga dpat dikatakan bahwa secara tidak langsung Negara sangat
mengakui pentingnya hukum adat yang mendominasi hukum-hukum yang ada dalam
Indonesia.[8]
Dalam penerapan hukum adat terdapat beberapa corak yang melekat
dalam hukum adat itu sendiri yang dapat dijadikan sebagai sumber pengenal hukum
adat diantaranya ialah corak tradisional, keagamaan, kebersamaan, konkret dan
visual, terbuka dan sederhana, dapat berubah dan menyesuaikan, tidak
dikodifikasi, musyawarah dan mufakat.
1.
Tradisional
Pada umumnya hukum adat bercorak
tradisional, artinya bersifat turun temurun dari zaman dahulu hingga sekarang
yang keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat adat yang
bersangkutan.
2.
Keagamaan
Hukum adat itu
pada umumnya bersifat keagamaan, artinya perilaku hukum atau kaidah-kaidah
hukum berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang gaib dan berdasarkan pada
ajaran ketuhanan yang Maha Esa. Menurut kepercayaan bangsa Indonesia bahwa di
alam semesta ini benda-benda itu berjiwa, benda-benda itu bergerak, disekitar
kehidupan manusia itu ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia, dan
alam sejagat ini ada karena sang Maha Pencipta.
3.
Kebersamaan
Corak
kebersamaandalam hukum adat dimaksudkan bahwa didalam hukum adat lebih
diutamaakn keepntingan bersama. Dimana keepntingan pribadi diliputi kepentingan
bersama. Satu untuk semua dan semua untuk satu, hubungan hukum antara anggota
masyarakat adat didasarkan oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong
dan gotong royong.
4.
Konkrit dan Visual
Konkrit
artinya hukum adat itu jelas, nyata, dan berwujud. Sedangkan visual adalah
hukum adat itu dapat dilihat, terbuka, dan tidak terselubung. Sehingga sifat
hubugan hukum yang berlaku dalam hukum adat itu terang dan tunai, tidak
samar-samar, dapat disaksikan, diketahui dan didegar oleh orang lain, serta
nampak serah terimanya.
5.
Terbuka dan sederhana
Terbuka
artinya hukum adat itu dapat menerima unsure-unsur yang datangnya dari luar
asal tidak bertentangan dengan jiwa hukum adat itu sendiri. Sedangkan sederhana
artinya, hukum adat itu bersahaja, tidak rumit dan tidak banyak
administrasinya. Mudah dimengerti, dilaksanakan berdasarkan saling mempercayai
bahkan kebanyakan tidak tertulis, kecuali yang telah dilegislasi oleh undang-undang.
6.
Dapat berubah dan menyesuaikan
Dapat
dimengerti bahwa hukum adat merupakan hukum yang hidup dan berlaku di
masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang yang dalam pertumbuhannya
secara terus menerus mengalami proses perubahan. Oleh karena itu dalam
perkembangannya terdapat isi atau materi yang tidak berlaku lagi.
7.
Tidak dikodifikasi
Banyak hukum
adat bercorak tidak kodifikasi atau tidak tertulis. Oleh karena itu hukum adat
mudah berubah da dapat menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Meski
demikian, dikenal juga hukum adat yang di catat dalam aksara daerah.
8.
Musyawarah dan mufakat
Hukum adat
pada hakikatnya mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat, baik di dalam
keluarga, kekerabatan dan tetangga dalam memulai suatu pekerjaan sampai dalam
mengakhiri, apalagi yang bersifat peradilan dalam menyelesaikan perselisihan
antara yang satu dengan yang lainnya, diutamakan jalan penyelesaiannya secara
rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat, dengan saling memaafkan tidak
begitu saja terburu buru pertikaian itu dibawa ke meja hijau. [9]
Cirri-ciri hukum tradisional adalah sebagai berikut :
1.
Hukum tradisional mempunyai sifat
kolektivisme yang kuat
2.
Mempunyai corak magis-religius,
yaitu yang berhubungan dengan pandangan hidup masyarakat asli.
3.
Sistem hukumnya diliputi pikiran
yang serba konkret, hukum tradisional sangat memperhatikan banyaknya dan
berulang-ulangnya hubungan yang konkret yang terjadi dalam masyarakat.
4.
Sistem hukum tradisional bersifat
visual, artinya hubungan-hubungan hukum dianggap terjadi hanya karena
ditetapkan dengan ikatan yang dapat dilihat atau dengan suatu tanda tampak.
Selo Soemarjan mengelompokkan nilai-nilai yang menjadi latar
belakang hukum adat dalam 4 golongan, sebagai berikut :
1.
Nilai-nilai yang menunjang
pembangunan (hukum), nilai-nilai mana harus dipelihara dan malahan diperkuat.
2.
Nilai-nilai yang menunjang
pembangunan (hukum), apabila nilai-nilai tadi disesuaikan atau diharmonisasi
dengan proses pembangunan
3.
Nilai-nilai yang walaupun
menghambat pembangunan (hukum), akan tetapi secara berangsur-angsur akan
berubah dan hilang karena faktor-faktor lain dalam pembangunan
4.
Nilai-nilai yang secara definitive
menghambat pembangunan (hukum), dan oleh karena itu harus dihapuskan dengan
sengaja.[10]
Seorang pakar, Cornelis Van Vollenhoven, menurutnya Indonesia
sekarang ini dapat dibagi menjadi beberapa lingkungan adat, yaitu :
a.
Aceh
b.
Gayo dan batak
c.
Nias dan skitarnya
d.
Minangkabau
e.
Mentawai
f.
Sumatera selatan
g.
Enggano
h.
Melayu
i.
Bangka dan Belitung
j.
Kalimantan
k.
Sangihe
l.
Gorontalo
m.
Toraja
n.
Sulawesi selatan
o.
Maluku utara
p.
Maluku ambon
q.
Maluku tenggara
r.
Papua
s.
Ntt
t.
Bali dan Lombok
u.
Jawa dan Madura
v.
Jawa mataram
w.
Jawa barat.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian hukum adat
Hukum adat adalah aturan-aturan
kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang tidak berbentuk peraturan
perundang- undangan yang dibentuk oleh penguasa pemerintah. Sehingga hukum adat
adalah perwujudan sendiri dari pada kenyataan social, yang tak ada hentinya
berubah-ubah dan yang dalam keputusan dahulu mungkin mendapat tafsiran yang
salah, selanjutnya diuji atas syarat-syarat perikemanusiaan yang harus
dipenuhi.
2.
Kedudukan Hukum Adat
a.
Hukum adat merupakan salah satu
sumber yang penting untuk memperoleh bahan pembangunan hukum nasional, yang
menuju kepada Unifikasi pembuatan peraturan perundangan dengan tidak
mengabaikan tumbuh dan berkembangnya hukum kebiasaan dan pengadilan dalam
pembinaan hukum.
b.
Pengambilan bahan dari hukum adat
dalam penyusunan hukum Nasional
c.
di dalam pembinaan hukum harta
kekayaan Nasional, hukum adat merupakan salah satu unsure, sedangkan di dalam
pembinaan hukum kekeluargaan dn hukum kewarisan nasional merupakan intinya.
d.
Dengan terbentuknya hukum nasional
yang mengandung unsure-unsur hukum adat, maka kedudukan dan peranan hukum adat
itu telah terserap di dalam hukum nasional
DAFTAR PUSTAKA
Hilman Hadukusuma,
Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2003
Mr B. Ter Haar Bzn, asas-asas dan susunan hukum adat,
PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001
M. Arif, asas-asas hukum
adat, sinar baru Bandung, 2003
Djamanat samosir, hukum
adat Indonesia, CV Nuansa Aulia, Bandung, 2013
Soekanto, meninjau hukum
adat Indonesia, soeroengan Djakarta, 1958
Bushar Muhammad,
pokok-pokok hukum adat, Pt Pradnya Paramita, 1995
http://bagusoktafian-fh08.web.unair.ac.id/artikel_detail-38578-College-konsep%20dasar%20hukum%20adat.html
http://ketupatislam.blogspot.co.id/2010/09/kedudukan-hukum-adat-dalam-hukum.html
tgl
NOTULENSI
1.
Moh. Aly Sofyan ( 152011030 )
Mungkinkah hukum perdata yang di
indonesia dari peninggalan Belanda diganti secara keseluruhan?
Untuk saat ini hukum perdata di
Indonesia tidak dapat diganti karena hukum tersebut sudah di tetapkan
2.
Moh Kharir ( 1520110029 )
Apakah semua hukum adat yang
ditetapkan pemerintah dapat menjadi hukum nasional? Jika tidak beri contohnya ?
Tidak, karena masing-masing negara
memiliki budaya adat yang berbeda contoh
budaya bali,aceh,jawa
3.
Rendi Permana ( 1520110009 )
Hukum adat siapa yang membuat ?
Dibuat oleh kepala adat sesuai
dengan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
[1] Hilman Hadukusuma, Pengantar Ilmu
Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2003,hlm., 8
[4] Mr B. Ter Haar Bzn, asas-asas dan
susunan hukum adat, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hlm., 245
[5] M. Arif, asas-asas hukum adat,
sinar baru Bandung, 2003, hlm., 33
[6]http://bagusoktafian-fh08.web.unair.ac.id/artikel_detail-38578-College-konsep%20dasar%20hukum%20adat.html
[9] Opcit hlm., 33
[10] Djamanat samosir, hukum adat
Indonesia, CV Nuansa Aulia, Bandung, 2013, hlm., 38-42
[11] Soekanto, meninjau hukum adat
Indonesia, soeroengan Djakarta, 1958, hlm., 58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar