Kamis, 16 Maret 2017

Pengertian dan Kedudukan Hukum Adat



MAKALAH
PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN HUKUM ADAT

Mata Kuliah : Hukum Adat
Dosen Pengampu : Hasanain Haikal Hadining S.H, M.H.


 














Disusun oleh :
1.      Bambang Eko Cahyono                      1320110007
2.      Nur afidah                                           1320110008
3.      Misbahul Munir                                  1320110011


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS JURUSAN SYARIAH AS
TAHUN 2016


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di era yang serba canggih sekarang ini terkadang kita lupa akan latar belakang lahirnya hukum yang kita kenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara asia asia lainnya seperti jepang sebagai negara yang hampir sama dalam latar ideologi yaitu adanya sumber dimana  peraturan-peraturan hukum yang tidak tertulis dan tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat tersebut dijadikan sebagai acuan dan pedoman dalam langkah.
Hukum adat di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi). Hukum adat pada umumnya belum atau tidak tertulis.
Meskipun Indonesia memiliki Undang-Undang yang harus ditaati oleh negaranya, tapi masih ada yang berpegang pada hukum adat karena Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat suatu daerah. Walaupun sebagian besar hukum adat tidak tertulis, namun ia memiliki daya ikat yang kuat dalam masyarakat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian hukum adat ?
2.      Bagaimana kedudukan hukum adat ?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian hukum adat
Hukum adat adalah aturan-aturan  kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang tidak berbentuk peraturan perundang- undangan yang dibentuk oleh penguasa pemerintah.[1] Dan Hukum adat didefinisikan sebagai suatu aturan atau kebiasaan beserta norma-norma yang berlaku di suatu wilayah tertentu dan dianut oleh sekelompok orang di wilayah tersebut sebagai sumber hukum. Ditinjau dari segi pemakaian hukum adat diartikan sebagai tingkah laku manusia maka segala sesuatu yang telah terjadi atau yang biasa terjadi di dalam masyarakat dapat dijadikan sebagai suatu hukum.
Ciri-ciri hokum adat:
1.      Hukum adat tidak termodifikasi dan tidak tertuang di dalam perundang-undangan.
2.      Hukum adat tidak disusun secara sistematis
3.      Hukum adat tidak dihimpun dalam bentuk kitab atau buku undang-undang hukum
4.      Putusan dalam hukum adat tidak berdasarkan pertimbangan tetapi lebih cenderung berdasarkan kebiasaan yang ada di dalam masyarakat.
5.      Pasal-pasal yang terdapat di dalam hukum adat tidak mempunyai penjelasan secara rinci.[2]
Sumber hukum adat
a.       Kebiasaan masyarakat setempat
Hukum adat bersumber pada kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat, baik kebiasaan buruk maupun kebiasaan baik.


b.      Kebudayan tradisional masyarakat
Hukum adat identik dengan hukum tradisional yang berasal dari kebudayaan masyarakat sebelum dibentuk peraturan perundang-undangan. Walaupun sudah ada hukum perundang-undangan tetapi masih saja masyarakat di wilayah tertentu yang masih memegang teguh hukum adat.
c.       Kaidah kebudayaan asli Indonesia
Sebagian masyarakat menganggap jika warisan leluhur harus tetap dijaga dan dilestarikan. Inilah yang menjadi salah satu sumber hukum adat di Indonesia
d.      Pepatah adat
Pepatah adat merupakan warisan leluhur yang sarat filosofi sehingga merupakan salah satu sumber hukum adat.
e.       Dokumen atau naskah pada masa itu
Peninggalan leluhur berupa dokumen dan naskah-naskah seringkali dijadikan sebagai sumber hukum adat.

Berikut adalah definisi hukum adat menurut para ahli :
1.      Prof. Van Vallenhovea, yang pertama kali menyebut hukum adat sebagai “himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan timur asing pada satu pihak lain berada dalam keadaan tidak dikodifikasi (karena adat).
2.      Prof. Soepomo, merumuskan hukum adat : hukum adat adalah synonym dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislative, yaitu :
-          hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum Negara ( Parlemen, Dewan Propinsi, dan sebagainya)
-          hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik kota maupun desa.
-          Hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim
3.      Suroyo Wignjodipuro, hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber apa adanya dari perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan tingkah laku manusia kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak karena memiliki akibat hukum (sanksi).
4.      Prof. Mr. B. Terhaar Bzn
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
5.      Dr. Sukanto, S.H.
Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai akibat hukum.
6.      Prof. Dr. Hazairin
Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah kaidah kesusialaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.[3]
Sehingga hukum adat adalah perwujudan sendiri dari pada kenyataan social, yang tak ada hentinya berubah-ubah dan yang dalam keputusan dahulu mungkin mendapat tafsiran yang salah, selanjutnya diuji atas syarat-syarat perikemanusiaan yang harus dipenuhi.[4]
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan yang mengikat, yang di kukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Adat adalah aturan yang lazim dilakukan sejak zaman dahulu. Sedangkan istilah hukum adat dalam kamus besar bahasa Indonesia di jelaskan dengan sangat singkat, yaitu hukum yang tidak tertulis.[5]
Demikianlah beberapa pendapat para ahli mengenai hukum adat. Ada beberapa poin yang menjadi perbedaan tegas antara pemahaman para ahli dari barat dengan pemahaman para ahli nasional. Perbedaan pemahaman yang paling menonjol adalah bagi pemikiran barat hukum (termasuk hukum adat) selalu identik dengan adanya sanksi. Sedangkan bagi pemikiran nasional, meskipun ada juga beberapa ahli nasional yang menganut pemahaman sanksi, hukum adat lebih menitikberatkan pada keseimbangan. Dimana pada sistem masyarakat yang paguyuban, hidup bersama secara komunal dengan diikat oleh adanya aturan tingkah laku sangatlah lebih bermakna. Sedangkan unsure sanksi hanyalah sekedar unsure penunjang dari adanya konsep keseimbangan tersebut, tetapi tetap bukan unsure yang esensial.
Sebenarnya ada banyak perbedaan pandangan antara pemahaman dengan para ahli. Seperti pemahaman berdasarkan tulisan Prof. Dr. Peter Machmud, S.H., M.S, LL.M. dalam bukunya pengantar Ilmu Hukum (bab 2). Penjelasan dinamika hukum yang terdapat pada buku beliau sangat relevan jika dikaitkan dengan konsep hukum adat, yaitu :
a.       Hukum dalam masyarakat primitive tumbuh melalui tuntutan individu dan kesadaran akan perlunya aturan yang didasarkan pada praktik-praktik dan pengalaman-pengalaman di masyarakat.
b.      Kesepakatan bersama terhadap suatu aturan tingkah laku
c.       Hasil kerjasama masyarakat
d.      Pandangan yang sama terhadap garis kewenangan
e.       Merupakan perkembangan yang tidak disadari (proses muncul dan tumbuhnya aturan hukum).
Kelima hal tersebut merupakan alasan adanya hukum di masyarakat. Sebab kelima hal tersebut berkaitan dengan hak dan kewajiban, jadi bukan sekedar kebiasaan. Jika dikaitkan dengan hukum adat, maka hal tersebut merupakan alasan adanya hukum adat di masyarakat tertentu.[6]

B.     Kedudukan Hukum Adat
a.       Kedudukan hukum adat
1)      Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan pembangunan hukum nasional, yang menuju kepada Unifikasi pembuatan peraturan perundangan dengan tidak mengabaikan tumbuh dan berkembangnya hukum kebiasaan dan pengadilan dalam pembinaan hukum.
2)      Pengambilan bahan dari hukum adat dalam penyusunan hukum Nasional pada dasarnya berarti :
a.       Penggunaan konsep-konsep dan asas-asas hukum dari hukum adat untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini dan mendatang dalam rangka membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD.
b.      Penggunaan lembaga-lembaga hukum adat yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman tanpa menghilangkan cirri dan sifat kepribadian Indonesia
c.       Memasukkan konsep-konsep dan asas-asas hukum adat ke dalam lembaga-lembaga hukum dari hukum asing yang dipergunakan untuk memperkaya dan mengembangkan hukum Nasional, agar tidak bertentangan dengan pancasial dan UUD 1945
3.)    di dalam pembinaan hukum harta kekayaan Nasional, hukum adat merupakan salah satu unsure, sedangkan di dalam pembinaan hukum kekeluargaan dn hukum kewarisan nasional merupakan intinya.
4.)    Dengan terbentuknya hukum nasional yang mengandung unsure-unsur hukum adat, maka kedudukan dan peranan hukum adat itu telah terserap di dalam hukum nasional.[7]
b.      Kedudukan hokum adat dalam sitem Indonesia
Kedudukan hukum adat dalam sistem Hukum Indonesia Dalam Concept of Log, Yehezkel Dror, mengatakan bahwa ketertinggalan terjadi apabila di situ terjadi lebih dari sekedar ketegangan tertentu, apabila hukum secara nyata telah tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang timbul dari perubahan social yang besar yang terjadi atau apabila tingkah laku social dan kesadaran hukum akan berkewajiban yang biasanya tertuju kepada hukum yang berbeda dengan jelas dari tingkah laku yang dikehendaki oleh hukum. Ketertinggalan hukum menurut sinzheimer, dengan mengutip pendapat Trade, terjadi karena di dalam kenyataan social keadaan-keadaan atau peristiwa baru dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Faktor tersebut secara fundamental dapat mempengaruhi perubahan hukum, adalah perubahan di bidang kehidupan social.
Kebanyakan tata hukum dari Negara-negara sedang berkembang terdiri dari hukum tradisional dan hukum modern. Negara berkembang biasanya mewarisi tata hukum yang bersifat pluralistis di mana sistem hukum tradisional modern berlaku berdampingan dengan sistem hukum modern. Pluralism menurut Cak Nur adalah sebuah paham yang menegaskan bahwa hanya ada satu fakta kemanusiaan, yakni keragaman, heterogenitas, dan kemajemukan itu sendiri. Di Indonesia melalui pasal peralihan UUD 1945, masih berlaku sistem hukum pluralis. Pluralism itu adalah berlakunya hukum Eropa di samping hukum adat. Hukum adat sebagai hukum masyarakat Indonesia yang bersifat tradisional.


c.       Hukum Adat dalam Perundang-Undangan
1.         Hukum Adat, melalui perundang-undangan, putusan hakim, dan ilmu hukum hendaknya dibina ke arah Hukum Nasional secara hati-hati.
2.         Hukum Perdata Nasional hendaknya merupakan hukum kesatuan bagi seluruh rakyat Indonesia dan diatur dalam Undang-Undang yang bersifat luwes yang bersumber pada azas-azas dan Jiwa hukum adat.
3.         Kodifikasi dan Unifikasi hukum dengan menggunakan bahan-bahan dari hukum adat, hendaknya dibatasi pada bidang-bidang dan hal-hal yang sudah mungkin dilaksanakan pada tingkat nasional. Bidang-bidang hukum yang diatur oleh hukum adat atau hukum kebiasaan lain yang masih bercorak lokal ataupun regional, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak menghambat pembangunan masih diakui berlakunya untuk kemudian dibina ke arah unifikasi hukum demi persatuan bangsa.
4.         Menyarankan untuk segera mengadakan kegiatan-kegiatan unifikasi hukum harta kekayaan adat yang tidak erat hubungannya dengan kehidupan spirituil dan hukum harta kekayaan barat, dalam perundang-undangan sehingga terbentuknya hukum harta kekayaan nasional.
5.         Menyarankan agar dalam mengikhtiarkan pengarahan hukum kekeluargaan dan hukum kewarisan kepada unifikasi hukum nasional dilakukan melalui lembaga peradilan.
6.         Hendaklah dibuat Undang-undang yang mengandung azas-azas pokok hukum perundang-undangan yang dapat mengatur politik hukum, termasuk kedudukan hukum adat.
d.      Kedudukan Hukum adat menurut Pancasila
Masyarakat hukum adat dibentuk dan di integrasikan oleh sifat dan corak fundamental yang sangat menentukan yaitu cara hidup gotrong royong, dimana kepentingan bersama memgatasi kepenyingan-kepentingan perseorangan Implementasi cara hidup ini dapat terlihat, misalnya dalam kegiatan gugur gunung di jawa.
Setiap orang atau individu anggota masyrakat dengan suka relamemberikan kemampuannya baik materi, uang dan barang-barang lainnya baik materi ataupun non materi. Kegiatan yang dilakukan adalah semua kegiatan yang dianggap akan membawa keuntungan untuk seluruh anggota masyarakat. Cara hidup ini berawal dari adanya asumsi masyarakat tentang suatu persatuan atau kerukunan.
Dengan demikian, terbuktilah bahwa hukum adat sangat mementingkan kepentingan bersama dalam pola-pola kehidupannya, yang berarti pula mengutamakan prinsip kerukunan bersama, suatu prinsip yang dipelihara dan dikembangkan untuk tetap menjaga harmoni dari hubungn-hubungan hukum yng dilakukan oleh seluruh anggota masyarakat atau keluarga.
Beralih pada Pancasila, kosep persatuan atau kerukunan dikenal dlam pancasila pada sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia. Sila persatuan Indonesia mengandung muatan konstruktif dari para pendireri Negara terhadap nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyrakat yaitu hukum kebiasaan dan hukum adat secara praktis (dalam praktik). Hal ini didasarkan pada adanya pluralitas praktek hukum dat pada masing-masing daerah dan masyarakat Indonesia serta pembagian ketentuan-ketentuan hukum adat dalam beberapa bidang yang diaturnya seperti hukum keluarga hukum perkawinan serta hukum waris.
Pada dasarnya didalam Pancasili yang sebagai dasar pandangan hidup berbangsa dan bernegara di dalamnya terkandung nilai-nilai hukum adat. Asas yang mendomonasi antar Pancasila dan hukum adat adalah gotong royong yang sangat kental ada di dalamnya. Sehingga dpat dikatakan bahwa secara tidak langsung Negara sangat mengakui pentingnya hukum adat yang mendominasi hukum-hukum yang ada dalam Indonesia.[8]
Dalam penerapan hukum adat terdapat beberapa corak yang melekat dalam hukum adat itu sendiri yang dapat dijadikan sebagai sumber pengenal hukum adat diantaranya ialah corak tradisional, keagamaan, kebersamaan, konkret dan visual, terbuka dan sederhana, dapat berubah dan menyesuaikan, tidak dikodifikasi, musyawarah dan mufakat.
1.      Tradisional
Pada umumnya hukum adat bercorak tradisional, artinya bersifat turun temurun dari zaman dahulu hingga sekarang yang keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat adat yang bersangkutan.
2.      Keagamaan
Hukum adat itu pada umumnya bersifat keagamaan, artinya perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukum berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang gaib dan berdasarkan pada ajaran ketuhanan yang Maha Esa. Menurut kepercayaan bangsa Indonesia bahwa di alam semesta ini benda-benda itu berjiwa, benda-benda itu bergerak, disekitar kehidupan manusia itu ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia, dan alam sejagat ini ada karena sang Maha Pencipta.
3.      Kebersamaan
Corak kebersamaandalam hukum adat dimaksudkan bahwa didalam hukum adat lebih diutamaakn keepntingan bersama. Dimana keepntingan pribadi diliputi kepentingan bersama. Satu untuk semua dan semua untuk satu, hubungan hukum antara anggota masyarakat adat didasarkan oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong dan gotong royong.
4.      Konkrit dan Visual
Konkrit artinya hukum adat itu jelas, nyata, dan berwujud. Sedangkan visual adalah hukum adat itu dapat dilihat, terbuka, dan tidak terselubung. Sehingga sifat hubugan hukum yang berlaku dalam hukum adat itu terang dan tunai, tidak samar-samar, dapat disaksikan, diketahui dan didegar oleh orang lain, serta nampak serah terimanya.

5.      Terbuka dan sederhana
Terbuka artinya hukum adat itu dapat menerima unsure-unsur yang datangnya dari luar asal tidak bertentangan dengan jiwa hukum adat itu sendiri. Sedangkan sederhana artinya, hukum adat itu bersahaja, tidak rumit dan tidak banyak administrasinya. Mudah dimengerti, dilaksanakan berdasarkan saling mempercayai bahkan kebanyakan tidak tertulis, kecuali yang telah dilegislasi oleh undang-undang.
6.      Dapat berubah dan menyesuaikan
Dapat dimengerti bahwa hukum adat merupakan hukum yang hidup dan berlaku di masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang yang dalam pertumbuhannya secara terus menerus mengalami proses perubahan. Oleh karena itu dalam perkembangannya terdapat isi atau materi yang tidak berlaku lagi.
7.      Tidak dikodifikasi
Banyak hukum adat bercorak tidak kodifikasi atau tidak tertulis. Oleh karena itu hukum adat mudah berubah da dapat menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Meski demikian, dikenal juga hukum adat yang di catat dalam aksara daerah.
8.      Musyawarah dan mufakat
Hukum adat pada hakikatnya mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat, baik di dalam keluarga, kekerabatan dan tetangga dalam memulai suatu pekerjaan sampai dalam mengakhiri, apalagi yang bersifat peradilan dalam menyelesaikan perselisihan antara yang satu dengan yang lainnya, diutamakan jalan penyelesaiannya secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat, dengan saling memaafkan tidak begitu saja terburu buru pertikaian itu dibawa ke meja hijau. [9]
Cirri-ciri hukum tradisional adalah sebagai berikut :
1.      Hukum tradisional mempunyai sifat kolektivisme yang kuat
2.      Mempunyai corak magis-religius, yaitu yang berhubungan dengan pandangan hidup masyarakat asli.
3.      Sistem hukumnya diliputi pikiran yang serba konkret, hukum tradisional sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan yang konkret yang terjadi dalam masyarakat.
4.      Sistem hukum tradisional bersifat visual, artinya hubungan-hubungan hukum dianggap terjadi hanya karena ditetapkan dengan ikatan yang dapat dilihat atau dengan suatu tanda tampak.

Selo Soemarjan mengelompokkan nilai-nilai yang menjadi latar belakang hukum adat dalam 4 golongan, sebagai berikut :
1.      Nilai-nilai yang menunjang pembangunan (hukum), nilai-nilai mana harus dipelihara dan malahan diperkuat.
2.      Nilai-nilai yang menunjang pembangunan (hukum), apabila nilai-nilai tadi disesuaikan atau diharmonisasi dengan proses pembangunan
3.      Nilai-nilai yang walaupun menghambat pembangunan (hukum), akan tetapi secara berangsur-angsur akan berubah dan hilang karena faktor-faktor lain dalam pembangunan
4.      Nilai-nilai yang secara definitive menghambat pembangunan (hukum), dan oleh karena itu harus dihapuskan dengan sengaja.[10]

Seorang pakar, Cornelis Van Vollenhoven, menurutnya Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadi beberapa lingkungan adat, yaitu :
a.       Aceh
b.      Gayo dan batak
c.       Nias dan skitarnya
d.      Minangkabau
e.       Mentawai
f.        Sumatera selatan
g.      Enggano
h.      Melayu
i.        Bangka dan Belitung
j.        Kalimantan
k.      Sangihe
l.        Gorontalo
m.    Toraja
n.      Sulawesi selatan
o.      Maluku utara
p.      Maluku ambon
q.      Maluku tenggara
r.        Papua
s.       Ntt
t.        Bali dan Lombok
u.      Jawa dan Madura
v.      Jawa mataram
w.    Jawa barat.[11]



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Pengertian hukum adat
Hukum adat adalah aturan-aturan  kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang tidak berbentuk peraturan perundang- undangan yang dibentuk oleh penguasa pemerintah. Sehingga hukum adat adalah perwujudan sendiri dari pada kenyataan social, yang tak ada hentinya berubah-ubah dan yang dalam keputusan dahulu mungkin mendapat tafsiran yang salah, selanjutnya diuji atas syarat-syarat perikemanusiaan yang harus dipenuhi.
2.      Kedudukan Hukum Adat
a.       Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan pembangunan hukum nasional, yang menuju kepada Unifikasi pembuatan peraturan perundangan dengan tidak mengabaikan tumbuh dan berkembangnya hukum kebiasaan dan pengadilan dalam pembinaan hukum.
b.      Pengambilan bahan dari hukum adat dalam penyusunan hukum Nasional
c.       di dalam pembinaan hukum harta kekayaan Nasional, hukum adat merupakan salah satu unsure, sedangkan di dalam pembinaan hukum kekeluargaan dn hukum kewarisan nasional merupakan intinya.
d.      Dengan terbentuknya hukum nasional yang mengandung unsure-unsur hukum adat, maka kedudukan dan peranan hukum adat itu telah terserap di dalam hukum nasional





DAFTAR PUSTAKA

Hilman Hadukusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2003
Mr B. Ter Haar Bzn, asas-asas dan susunan hukum adat, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001
M. Arif, asas-asas hukum adat, sinar baru Bandung, 2003
Djamanat samosir, hukum adat Indonesia, CV Nuansa Aulia, Bandung, 2013
Soekanto, meninjau hukum adat Indonesia, soeroengan Djakarta, 1958
Bushar Muhammad, pokok-pokok hukum adat, Pt Pradnya Paramita, 1995
http://bagusoktafian-fh08.web.unair.ac.id/artikel_detail-38578-College-konsep%20dasar%20hukum%20adat.html
http://ketupatislam.blogspot.co.id/2010/09/kedudukan-hukum-adat-dalam-hukum.html tgl














NOTULENSI

1.       Moh. Aly Sofyan ( 152011030 )
Mungkinkah hukum perdata yang di indonesia dari peninggalan Belanda diganti secara keseluruhan?
Untuk saat ini hukum perdata di Indonesia tidak dapat  diganti   karena hukum tersebut sudah di tetapkan
2.       Moh Kharir ( 1520110029 )
Apakah semua hukum adat yang ditetapkan pemerintah dapat menjadi hukum nasional? Jika tidak beri contohnya ?
Tidak, karena masing-masing negara memiliki budaya adat yang berbeda contoh  budaya bali,aceh,jawa
3.       Rendi Permana ( 1520110009 )
Hukum adat siapa yang membuat ?
Dibuat oleh kepala adat sesuai dengan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.




[1] Hilman Hadukusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2003,hlm., 8
[4] Mr B. Ter Haar Bzn, asas-asas dan susunan hukum adat, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hlm., 245
[5] M. Arif, asas-asas hukum adat, sinar baru Bandung, 2003, hlm., 33
[6]http://bagusoktafian-fh08.web.unair.ac.id/artikel_detail-38578-College-konsep%20dasar%20hukum%20adat.html
[9] Opcit hlm., 33
[10] Djamanat samosir, hukum adat Indonesia, CV Nuansa Aulia, Bandung, 2013, hlm., 38-42
[11] Soekanto, meninjau hukum adat Indonesia, soeroengan Djakarta, 1958, hlm., 58

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

New Post

FILSAFAT HUKUM DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA

FILSAFAT HUKUM DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Dose...