SISTEM PENDAFTARAN TANAH
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi TugasMata
Kuliah:
Hukum
Agraria
Dosen
pengampu: Hasanain Haikal, SH, MH.

Disusun
oleh:
1.
Hidayatul Ula (1520110023)
2.
Budi Utomo (1520110024)
3.
Islakhudin (1520110025)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
STUDI AHWALUS SYAKHSIYYAH
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui
sistem Pendaftaran tanah yang benar menjdikan tanah terjadi permasalahan dalam
mengetahui hak milik tanah. Maka untuk menjamin kepastian hukum, maka
mendaftarkan hak atas tanah merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hal ini
dilakukan guna menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah serta
pihak lain yang berkepentingan dengan tanah tersebut. Pendaftaran tanah
dilakukan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta dibantu oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berada di wilayah kabupaten atau kota.
Di Indonesia sistem pendaftaran tanah masih
menimbulkan polemik. Masih banyak masyarakat Indonesia yang sukar untuk dapat
mengatasi masalah ini dengan baik. Sebagian besar penduduk mengira masalah ini
hanya dapat diselesaikan dengan uang. Cara instan ataupun cepat yang dilakukan
dengan semakin besar mereka mengeluarkan uang maka akan semakin cepat pula
penyelesaiannya. Padahal sesuai kenyataan, cara yang diambil ini salah. Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menjadi oknum menyelesaikan urusan dalam
pendaftaran tanah menyatakan “uang yang diminta dari para pendaftaran tanah
mereka akan masuk ke dalam kas negara dan bukan masuk ke saku pribadi dan
proses ini biasa disebut sebagai uang administrasi”.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Dan
Tujuan Sistem Pendaftaran Tanah ?
2.
Apa Dasar Hukum
Sistem Pendaftaran Tanah ?
3.
Apa Macam – Macam
Sistem Pendaftaran Tanah ?
4.
Bagaimana Sistem
Pendaftaran Tanah ?
5.
Bagaimana Sistem
Publikasi Di Indonesia ?
6.
Apa Saja Jenis Dan
Proses Pendaftaran Tanah
7.
Bagaimana Sistem Negatif Pendaftaran Tanah ?
C.
Tujuan
1.
Untuk Mengetahui
Pengertian Dan Tujuan Sistem Pendaftaran Tanah
2.
Untuk Mengetahui
Dasar Hukum Sistem Pendaftaran Tanah
3.
Untuk Mengetahui
Macam – Macam Sistem Pendaftaran Tanah
4.
Untuk Mengetahui
Sistem Pendaftaran Tanah
5.
Untuk Mengetahui
Sistem Publikasi Di Indonesia
6.
Untuk Mengetahui
Jenis Dan Proses Pendaftaran Tanah
7.
Untuk Mengetahui
Sistem Negatif Pendaftaran Tanah Di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan
Tujuan Sistem Pendaftaran Tanah
Sistem menurut KBBI
merupakan perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas. susunan yang teratur dari pandangan, teori,
asas, dan sebagainya. Metode
Sistem Pendaftaran tanah adalah tata cara atau suatau
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara atau Pemerintah secara terus menerus dan teratur , berupa
pengumpulan keterangan atau data tetentu mengenai tanah–tanah tertentu yang ada
di wilayah–wilayah tertentu , pengolahan, penyimpanan dan penyajianya bagi
kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan , termasuk penerbitan
tanda bukti dan pemeliharaanya.[1]
Sedangkan Tujuan diadakan Sistem Pendaftaran tanah
sama dengan tujuan pendaftaran tanah yang diatur Pasal 19 ayat 1 UUPA bahwa
setiap tanah yang ada diseluruh wilayah indonesia diperintahkan untuk
didatarkan ke BPN hal ini dipertegas pada pasal 3 PP no. 24 tahun 1997 bahwa
pendaftaran tanah bertujuan sbb :
a.
Untuk memberikan
kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas suatu bidang
tanah, disamping itu agar dapat membuktikannya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan.
b.
Untuk menyediakan
informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dengan
mudah dapat memperoleh data yang diperlukan, dalam mengadakan perbuatan hukum
mengenai tanah – tanah yang ada.
c.
Untuk
terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
B. Dasar Hukum Sistem
Pendaftaran Tanah
Dalam UUPA (UU No. 5 Tahun 1960) tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria : Pasal 19 **
(1)
Untuk menjamin
kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemeritah.
(2)
Pendaftaran
tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi
:
a.
Pengukuran
,perpetaan, dan pembukuan tanah
b.
Pendaftaran hak –
hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut
c.
Pemberian surat –
surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
(3)
Pendaftaran tanah
diselenggarakan dengan mengingat keadaan
Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas osial ekonomis serta
kemungkinan penyelenggaraanya menurut pertimbangan Menteri Agraria
(4)
Dalam peraturan
Pemerintah diatur biaya – biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud
dalam ayat 1 diatas , dengan ketentuan bahwa rakyaat yang tidak mampu
dibebaskan dari pembayaran biaya – biaya tersebut. [2]
C. Macam – Macam
Sistem Pendaftaran Tanah
Ada
dua macam Sistem pendaftaran tanah yang digunakan, yaitu :
1. Sistem
Pendaftaran Akta
Dalam
sistem pendaftaran tanah mempermasalahkan : apa yang didaftar, bentuk
penyimpanan dan penyajian data yuridis serta bentuk bukti haknya.
Dalam
sistem pendaftaran akta, akta-akta itulah yang didaftar oleh pejabat
pendaftaran tanah (PPT). Sikap dari PPT dalam sistem ini passif, ia tidak
melakukan pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar.
Di Negeri Belanda
misalnya, menurut keterangan KUHPerdata dalam sistem pendftaran ini pemindahan
hak oleh notaris dibuat akta transpornya dan dalam pembebanan hipotek
borderelnya. Negeri Belanda menggunakan sistem pendaftran akta. Maka akta
transport dan bordernya itulah yang didaftarkan oleh PPPT dan setelah dibubuhi
tanda pendaftaran diserahkan kepada pembeli selaku pemegang haknya yang baru
dan kreditur selaku pemegang hipotik sebagai surat tanda bukti haknya.
Kemudian
di kantor PPPT disimpan salinanya yang terbuka bagi umum . Hindia Belanda juga
menggunakan system pendftaran akta bagi pendaftaran tanah – tanah hak barat.
Ketentuanya dalam KUHPerdata sama dengan berlaku di negeri Belanda. Tetapi
dalam akta pemindahan hak dan akta pembebnn hipotik bukan dibuat oleh notaris,
melainkan oleh Overschrijvings Ambtenaar menurut Overschrijving Ordonantie.
Pendaftaran akta – akta tersebut pun dilakukan oleh penjabat Overschirjving ,
dengan dibubuhinya nomor pendaftaran sesuai urutan pendaftaran dalam register
akta yang diselenggarakanya. Berbeda dengan Belanda pembuatan dan pendftaran
akta dilakukan pada hari yang sama oleh penjabat Overschirjvig di kantornya.
Untuk
pembeli selaku pemegang haknya yang baru daan kreditur selaku pemegang hipotik
dibuat grosse aktanya. Tiap kali terjadi perubahan maka wajib dibuatkan akta
sebagai buktinya , maka dalam sistem ini
data yuridis yang diperlukanharus dicari dalam akta- akta yang
bersangkutan. Cacat hukum pada suatu akta bias mengakibatkan tidak sahnya
perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta yang dibuat kemudian. Untuk
memperoleh data yuridis harus dilakukan title search yang bias memakan waktu
dan biaya, yang dibutuhkan bantuan oleh ahli.
2. Sistem
Pendaftaran hak
Dalam
sistem pendaftaran hak pun setiap penciptaan hak baru dan perbuatan- perbuatan
hukum yang menimbulkan perubahan kemudian, juga harus dibuktikan dengan akta.
Tetapi dalam penyelenggaraan pendaftaranya, bukan aktanya yang didaftarkan,
melaiankan haknya yang diciptakan dan perubahan – perubahanya kemudian.
Untuk
pendaftaran hak dan perubahan – perubahannya yang terjadi kemudian disediakan suatu
daftar isian atau register. Dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di
Indonesia sekarang menurut PP No.10/1961, disebut buku tanah ( pasal 10 ). “ 1)
Untuk hak milik, hak guna-usaha, hak guna-bangunan dan tiap-tiap hak lainnya
yang pendaftarannya diwajibkan oleh sesuatu peraturan diadakan daftar
buku-tanah tersendiri. 2) Satu buku-tanah hanya dipergunakan untuk
mendaftar satu hak atas tanah. 3)
Tiap-tiap buku-tanah yang telah dipergunakan untuk membukukan sesuatu hak
dibubuhi tanda-tangan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah dan cap Kantor
Pendaftaran Tanah yang bersangkutan. Pendaftaran Tanah dan cap Kantor
Pendaftaran Tanah yang bersangkutan.
“
Akta
pemberian hak berfungsi sebagai sumber data yuridi untuk mendaftar hak yang
diberikan dalam buku-tanah yang bersangkutan. Jika terjadi perubahan, tidaak
dibuatkan buku tanah baru, melainkan
dilakukan pencatatanya pada ruang mutase yang disediakan pada buku-tanah yang
bersangkutan.
Dalam
sistem ini buku-tanah disipan dikantor PPPT dan terbuka bagi umum, sebagai
tanda bukti hak diterbitkan sertipikat yang merupakan Salinan register. Dalam
pendaftaran menurrut PP10/1961 sertifikat
hak tanah terdiri atas Salinan
buku-tanah dan salina surat-ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul
dokumen. ( Pasal 13 ).” 1) Untuk
tiap-tiap hak yang dibukukan menurut Pasal 12 dibuat salinan dari buku-tanah
yang bersangkutan.2) Untuk menguraikan
tanah yang dimaksud dalam salinan buku-tanah dibuat surat-ukur sebagai yang
dimaksud dalam Pasal 11. 3) Salinan buku-tanah dan surat-ukur setelah
dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas-sampul yang bentuknya
ditetapkan oleh Menteri Agraria, disebut sertipikat dan diberikan kepada yang
berhak. 4) Sertipikat tersebut pada ayat (3) Pasal ini
adalah surat-tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok
Agraria.”
Dalam sistem PP
10/1961 semua data yang terdapat dalam buku-tanah dicantumkan juga pada
salinanya yang merupakan bagian dari sertipikat. Sebagaimana halnya dengan
buku-tanah, jika terjadi perubahan kemudian tidak dibuatkan sertifikat baru ,
melainkan perubahanya dicatat dalam Salinan buku-tanah tersebut. Maka data
yuridis yang diperllukan baik data waktu untuk pertama kali didaftar haknya
maupun perubahan-perubahannya yang terjadi kemudian dengan mudah dapat
diketahui dari buku-tanah dan sertipikat hak yang bersangkutan.[3]
Kemudian dengan Pasal
4, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dijelaskan dalam beberapa ayat,
yaitu:
a.
Ayat 1
Untuk
memberikan kepastian dan perlindungan hukum, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
huruf (1), kepada si pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, diberikan
sertifikat hak atas tanah.
b.
Ayat 2
Untuk
melaksanakan fungsi informasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf (2),
data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah
terdaftar terbuka untuk umum.
c.
Ayat 3
Untuk
mencapai tertib administrasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka (3),
setiap bidang tanah dan satuan rumah
susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah, dan hak
milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.
Untuk diketahui bahwa
sesuai dengan pasal 4 ayat 1, maka kepada si pemegang hak atas tanah
diberikannya sertifikat hak atas tanah. Masalahnya: Apakah yang dimaksud
Sertifikat Hak atas tanah?
Sesuai dengan pasal 1
ayat 20 ditegaskan bahwa: “Sertifikat, adalah Surat Tanda Bukti Hak sebagaimana
dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA, untuk hak atas tanah, hak pengelolaan,
tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang
masing-masing sudah dibukukan dalam Bukti Tanah yang bersangkutan.”[4]
Sistem pendaftaran tanah yang dipakai di suatu negara
tergantung pada asas hukum yang dianut negara tersebut dalam mengalihkan hak
atas tanahnya, terdapat dua macam asas hukum yaitu ;
1.
Asas Iktikad Baik
Asas
iktikad berbunyi :” orang yang memperoleh sesuatu hak dengan iktikad baik, akan
tetapi menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum. “ asas ini bertujuan untuk
melindungi orang yang briktikad baik. Kesulitan muncul : bagaimana caranya
untuk mengetahui seseorang beriktikad
baik? Pemecahanya adalah hanya orang beriktikad baik yang bersedia memperoleh
hak dari orang yang terdaftar haknya. Guna melindungi orang yang beriktikad
maka perlu daftar umum yang mempunyai kekuatan bukti. Sistem pendaftaranya
disebut sistem positif.
2.
Asas Nemo Plus Yuridis
Asas
ini berbunyi : “ orang tak dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada padanya
. ini berarti bahwa pengalihan hak oleh orang yang tidak berhak adalah batal.”
Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak yang sebenarnya. Berdasarkan asas
ini, pemegang hak yng sebenarnya akan selalu dapat menutut kembali haknya yang
terdaftar atas nama siapapun, oleh karena itu daftar umumnya tidak mempunyai
kekuatan bukti. Sistem pendaftaran tanahnya disebut system pendaftaran negatif.
[5]
D. Sistem Pendaftaran
Tanah
Sistem
pendaftaran tanah yang dianut oleh banyak negara adalah sebagai berikut :
1.
Sistem Torrens
Sistem
ini dikenal dengan nama “The Real Property Art “atau “Torren Act” yang mulai
berlaku di Australia selatan tahun 1858. Sesuai dengan namanya, sistem ini
diciptakan oleh seorang benama Sir Robert Torrens. Sistem ini kemudian diatur
oleh banyak negara lain, dan sudah disesuaikan dengan hukum material
masing-masing negara tetapi tata dasarnya
masih sama. Menurut sistem Torrens, sertifikat tanah merupakan alat
bukti pemegang hak atas tanah yang paling lengkap dan tidak dapat diganggu
gugat. Pengubahan buku tanah tidak diperkenakan, kecuali jika sertifikat hak
atas tanah itu diperoleh dengan cara pemalsuan atau penipuan. System Torrens
ini diterapkan di Kanada, Amerika Serikat, Brazil, Aljazair, Spanyol,
Denmark,Norwegia, dan Malaysia.
Dalam Sistem pendaftaran
Torrens dapat dinyatakan :
a. Security Of Title,
kebenaran dan kepastian dari
hak tersebut terlihat daari rangkaian peralihan haknya daan memberikan
jaminan bagi yang memperolehnya terhadaap gugatan lain.
b.
Peiniadaan dari
keterlambatan dan pembiayaan yang berkelebihan.
c.
Penyederhanaan
atas alas hak dan yang berkaitan
d.
Ketelitian
2.
Sisitem Positif
Sistem positif dalam pendaftaran tanah menyatakan bahwa
apa yang tercantum dalam buku tanah dan surat bukti hak yang dikeluarkan
merupakan alat bukti mutlak. Jika pihak ketiga bertindak berdasarkan
bukti-bukti tersebut, maka dia mendapat perlindungan mutlak walaupun kemudian
hari ternyata bahwa keterangan yang tercantum didalamnya tidak benar. Oleh
karena itu, pelaksana pendaftaran tanah berperan aktif menyelidiki dengan
teliti apakah hak atas tanah dapat didaftar untuk nama seseorang atau tidak.
Seperti halnya sistem Torrens, sistem positif juga mempunyai beberapa kelebihan
seperti berikut ini:
a.
Kepastian hukum tanah bersifat mutlak.
b.
Pelaksanaan pendaftaran tanah bertindak aktif dan teliti.
c.
Mekanisme kerja penerbit hak atas tanah mudah dipahami
oleh orang awam.
Akan tetapi sistem ini juga mempunyai kelemahan-kelemahan
yaitu:
a.
Akibat pelaksanaan pendaftaran tanah bertindak aktif dan
teliti, maka waktu yang digunakan sangat lama.
b.
Pemilik hak atas tanah yang sebenarnya, akan kehilangan
hal.
c.
Wewenang pengadilan dimasukkan ke dalam wewenag
administrasi karena penerbitan sertifikat tidak dapat diganggu gugat.
Sistem
positif ini diterapkan di Jerman dan Swiss.
3.
Sistem Negatif
Menurut sistem negatif, sertifikat hak atas tanah yang
dikeluarkan merupakan tanda bukti hak yang kuat. Artinya semua keterangan yang
terdapat dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima oleh
hakim sebagai keterangan yang benar, selama tidak dibuktikan sebaliknya dengan
alat bukti lain. Bila kemudian hari ternyata keterangan dalam sertifikat itu
tidak benar, maka berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri yang sudah memperoleh
kekuatan hukum tetap, sertifikat tersebut dapat diadakan perubahan seperlunya.
Kebaikan dari sistem negatif adalah perlindungan hukum
diberikan kepada pemegang hak yang sejati (sebenarnya). Sedangkan kelemahan
dari sistem ini adalah sebagai berikut:
a.
Peran positif pejabat balik nama tanah menyebabkan
tumpang tindih sertifikat tanah.
b.
Mekanisme kerja penerbitan hak atas tanah kurang dipahami
oleh masyarakat awam.
UUPA tidak menyatakan secara tegas bahwa sistem
pendaftaran yang mana dianut dari tiga sistem yang telah diuraikan. Tetapi
apabila didasarkan pada ketentuan Pasal 19 ayat (2) UUPA, yaitu kegiatan
pendaftaran tanah yang berakhir adalah pemberian anda bukti hak yang berlaku
sebagai “alat pembuktian yang kuat”, jelas bahwa UUPA menganut sistem negatif
dalam hal pendaftaran tanah. Pasal 32 ayat (1) “ (1)
Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap
peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19. “ UUPA menganut sistem negatif dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan pendaftaran
tanah menggunakan waktu relatif singkat.
Namun tidak berarti bahwa berdasarkan sistem negatif pelaksanaan pendaftaran
tanah kurang atau tidak teliti. Terdapat sistem pendaftaran tanah yang dianut
UUPA, beberapa ahli hukum memberikan tanggapan sebagai diuraikan berikut ini.
Berkenan dengan sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA, ada beberapa
pendapat di kalangan para ahli hukum, antara lain :
a.
Boedi Harsono berpendapat bahwa pendaftaran tanah didalam
UUPA tidak menganut sistem negatif murni tetapai sistem negatif bertendensi
positif. Pengertian bertendes positif ialah adanya peran aktif pelaksana
pendaftaran tanah. Peran aktif itu misalnya:
1)
Menyelidiki asal tanah dengan sangat teliti Pasal 3 ayat
(2) PP No.10 Tahun 1961
2)
Pengumuman selama 3 (tiga) bulan untuk pendaftaran tanah
pertama kali Pasal 6 ayat (1) PP No. 10 Tahun 1961.
b.
Sunaryati Hartono dan Bachtiar Effendi berpendapat, bahwa
UUPA sudah tiba waktunya untuk beralih
dari sistem negatif ke sistem positif dalam pendaftaran tanah, sehingga
sertifikat hak atas tanah merupakan satu-satunya alat bukti hak. Apabila
kemudian dapat dibuktikan bahwa sertifikat itu ternyata palsu, atau dipalsukan,
atau diperoleh secara tidak sah, tentu saja mengakibatkan sertifikat ini
menjadi batal dengan sendirinya.
c.
Mariam Darus Badruszaman dan Abdurrahman berpendapat
bahwa sistem pendaftaran tanah yang dianut UUPA adalah sistem campuran
antarsistem positif dan sistem negatif. Alasanya adalah bahwa pemilik yang
sebenarnya mendapat perlindungan hukum, sedangkan sistem positif ternyata
dengan adanya campuran tangan pemerintah, yaitu PPAT dan Bagian Pendaftaran
Tanah meneliti kebenaran setiap peralihan hak dan tanah.
Ciri-ciri sistem
pendaftaran tanah negatif bertendens positif sebagaimana yang dianut oleh UUPA
adalah sebagai berikut.
1. Namun pemilik tanah
yang tercantum dalam daftar buku tanah adalah pemilik tanah yang benar dan
dilindungi hukum, dan merupakan tanda bukti hak yang tertinggi.
2. Setiap peristiwa baik
nama melalui penelitian seksama, syarat-ayarat dan prosedur berdasarkan asas
keterbukaan (open baar hedssbeginsel)
3. Setiap bidang tanah
(persil) batas-batasanya diukur dan di gambar dalam peta pendaftaran dengan
skala 1: 1.000. Ukuran tersebut memungkinkan untuk meneliti kembali batas-batas
persil bila kemudian hari terjadi sangketa batas.
4. Pemilik tanah yang
tercantum dalam buku tanah dan sertifikat masih dapat diganggu-gugat melalui
Pengedilan Negeri oleh Badan Pertanahan Nasional.
5. Pemerintah tidak
menyediakan dana untuk pembayaran ganti kerugian kepada masyarakat karena
kesalahan administrasi pendaftaran tanah. Masyarakat yang dirugikan dapat
menuntut melalui Pengadilan Negeri untuk mendapatkan haknya.
Sistem
pendaftaran tanah di Indonesia dapat dilihat dari beberapa periode yaitu :
1.
Sebelum berlakunya
UUPA dan PP No. 10 Tahun 1961 maka untuk Indonesia berlaku S.1824-27 jo.
S.1947-53 dimana perjanjian obligatoir peralihan hak dilaksanakan dengan segala
bukti tertulis, boleh akta notaris, ataupun dibawah tangan yang disaksikan
notaris, dan kemudian oleh Kepala Kantor Kadaster yang merupakan seorang
pegawai Balik Nama ( overschirjivingsambtenaar ) beserta salah seorang
pegawainya dibuatkan akte peralihannya dilakukan lebih dahulu.
2.
Setelah berlakunya
UUPA dan PP No.10 Tahun 1961, terdapat perubahan. Asas negatif dianut sehingga
dapat saja sseorang mengklaim bahwa hakny lebih benar dari yang tercantum dalam
bukti hak tanahnya dan hakim berhak memeriksa atau memutuskan perkara tersebut
dan dapat memerintah Kepala Kantor Pendafaran Tanah untuk mengubah kepemilikan
tersebut.
Sungguhpun demikian yang
menang perkara dalam masalah hak atas tanah tersebut harus mengajukan
permohonan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang penggantian
pemilikan hak tersebut dengan melampirkan putusan pengadilan tersebut.
Hakim Pengadilan Negeri
bukan satu-satunya atau sebagai instansi pertama dan terakhir , tetapi dapat
saja dimohonkan banding dan kasasi
3.
PP No. 24 Tahun
1997 telah menganut asas yang lebih pragmatis dan memperluas cakupan dalam pelaksanaan konversi dan juga hak-hak
apa saja yang dapat diproses dalam pendaftaran tanah.[6]
E. Sistem Publikasi Yang
Dianut Di Indonesia
Sistem pendaftaran tanah yang diterapkan di suatu
negara didasarkan pada asas hukum yang dianut oleh negara tersebut dalam
mengalihkan hak atas tanah. Ada dua macam asas hukum, yaitu asas itikad baik
dan asas nemo plus yuris. Asas itikad baik berarti orang yang
memperoleh suatu hak dengan itikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang
sah menurut hukum,sedangkan asas nemo plus yuris berarti orang tidak
dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada padanya. Sistem publikasi yang
digunakan untuk Asas itikad baik adalah sistem publikasi positif, sedangkan
sistem asas nemo plus yuris menggunakan sistem publikasi positif. Di
dunia ini tidak ada satu negara yang menganut salah satu asas tersebut secara
murni, karena masing-masing asas ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut
dijelaskan sistem publikasi tanah
1.
Sistem Publikasi
Positif
Sistem
publikasi positif digunakan untuk melindungi orang yang memperoleh suatu hak
dengan itikad baik. Menurut Effendi Perangin, sistem publikasi positif
mengandung pengertian apa yang terkandung dalam buku tanah dan surat-surat
tanda bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang mutlak,
sehingga pihak ketiga yang bertindak atas bukti-bukti tersebut mendapatkan
perlindungan yang mutlak, meskipun di kemudian hari terbukti bahwa keterangan
yang terdapat di dalamnya tidak benar. Mereka yang dirugikan akan mendapat
kompensasi dalam bentuk lain.Menurut Arie S. Hutagalung sebagaimana dikutip
oleh Urip Santoso, orang yang mendaftar sebagai pemegang hak atas tanah tidak
dapat diganggu gugat lagi haknya dan negara sebagai pendaftar menjamin bahwa
pendaftaran yang dilakukan adalah benar.
Ciri-ciri pendaftaran
tanah yang menggunakan sistem publikasi positif adalah:
a.
Sistem pendaftaran
tanah menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of titles).
b.
Sertifikat yang
diterbitkan sebagai tanda bukti hak bersifat mutlak, yaitu data fisik dan data
yuridis yang tercantum dalam sertifikat tidak dapat diganggu gugat dan
memberikan kepercayaan yang mutlak pada buku tanah.
c.
Negara sebagai
pendaftar menjamin bahwa data fisik dan data yuridis dalam pendaftaran tanah
adalah benar.
d.
Pihak ketiga yang
memperoleh tanah dengan itikad baik mendapatkan perlindungan hukum yang mutlak.
e.
Pihak lain yang
dirugikan atas diterbitkannya sertifikat tanah mendapatkan kompensasi dalam
bentuk yang lain.
f.
Dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah membutuhkan waktu yang lama, petugas pendaftaran tanah
melaksanakan tugasnya dengan sangat teliti, dan biaya yang relatif tinggi.
Sistem
publikasi positif memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Menurut Sudikno
Mertokusumo, kelebihan dari sistem publikasi positif adalah:
a.
Adanya kepastian
dari buku tanah yang bersifat mutlak.
b.
Pelaksana
pendaftaran tanah bersifat aktif dan teliti.
c.
Mekanisme kerja
dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah mudah dimengerti orang lain.
Menurut
Arie S. Hutagalung, kelebihan dari sistem publikasi positif adalah :
a.
Adanya kepastian
hukum bagi pemegang sertifikat.
b.
Adanya peranan
aktif pejabat kadaster.
c.
Mekanisme
penerbitan sertifikat dapat dengan mudah diketahui publik.
Sedangkan
kekurangan dari sistem publikasi positif menurut Sudikno Mertokusumo adalah:
a.
Akibat dari
pelaksana pendaftaran tanah bersifat aktif, waktu yang digunakan sangat
lama.Pemilik hak atas tanah yang sebenarnya berhak akan kehilangan haknya.
b.
Wewenang
pengadilan diletakkan dalam wewenang administrasi, yaitu dengan diterbitkannya
sertifikat tidak dapat diganggu gugat.
Hal yang senada
dikemukakan oleh Arie S. Hutagalung yang mengemukakan beberapa kekurangan
sistem pendaftaran positif:
a.
Pemilik tanah yang
sesungguhnya akan kehilangan haknya karena tanah tersebut telah ada sertifikat
atas nama pihak lain yang tidak dapat diubah lagi.
b.
Pernanan aktif
pejabat kadaster memerlukan waktu dan prasarana yang mahal.
Wewenang pengadilan
diletakkan dalam wewenang pengadilan administrasi.
2.
Sistem Publikasi
Negatif
Sistem
publikasi negatif digunakan untuk melindungi pemegang hak yang sebenarnya,
sehingga pemegang hak yang sebenarnya akan selalu dapat menuntut kembali haknya
yang terdaftar atas nama siapa pun. Pada sistem publikasi negatif sertifikat
yang dikeluarkan merupakan tanda bukti hak atas tanah yang kuat. Ini berarti
semua keterangan yang terdapat di dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus
diterima s ebagai keterangan yang benar oleh hakim, selama tidak dibuktikan
sebaliknya dengan menggunakan alat pembuktian yang lain. Dalam sistem publikasi
negatif negara hanya secara pasif menerima apa yang dinyatakan oleh pihak yang
meminta pendaftaran, sehingga setiap saat dapat digugat oleh orang yang merasa
lebih berhak atas tanah tersebut.
Berikut ini ciri-ciri
sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah:
a.
Sistem pendaftaran
tanah menggunakan sistem pendaftaran akta (registration of deed).
b.
Sertifikat yang
diterbitkan sebagai tanda bukti hak bersifat kuat, yaitu data fisik dan data
yuridis yang tercantum dalam sertifikat dianggap benar sepanjang tidak
dibuktikan sebaliknya oleh alat bukti yang lain. Sertifikat bukan satu-satunya
tanda bukti hak.
c.
Negara sebagai
pendaftar tidak menjamin bahwa data fisik dan data yuridis dalam pendaftaran
tanah adalah benar.
d.
Dalam sistem
publikasi ini menggunakan lembaga kedaluwarsa (aqquisitive verjaring
atau adverse possessive).
e.
Pihak lain yang
dirugikan atas diterbitkannya sertifikat dapat mengajukan keberatan kepada
penyelenggara pendaftaran tanah untuk membatalkan sertifikat ataupun gugatan ke
pengadilan untuk meminta agar sertifikat dinyatakan tidak sah.
f.
Petugas
pendaftaran tanah bersifat pasif, yaitu hanya menerima apa yang dinyatakan oleh
pihak yang meminta pendaftaran tanah.
Kelebihan
dari sistem publikasi negatif menurut Arie S. Hutagalung adalah:
a.
Pemegang hak yang
sesungguhnya terlindungi dari pihak lain yang tidak berhak atas tanahnya.
b.
Adanya
penyelidikan riwayat tanah sebelum penerbitan sertifikat.
c.
Tidak adanya batas
waktu bagi pemilik tanah yang sesungguhnya untuk menuntut haknya yang telah
disertifikatkan oleh pihak lain.
Sedangkan kekurangan dari
sistem publikasi negatif menurut Arie S. Hutagalung adalah:
a.
Tidak ada
kepastian atas keabsahan sertifikat karena setiap saat dapat atau mungkin saja
digugat dan dibatalkan jika terbukti tidak sah penerbitannya.
b.
Peranan pejabat
pendaftaran tanah/adaster yang pasif tidak mendukung ke arah akurasi dan
kebenaran data yang tercantum dalam sertifikat.
c.
Mekanisme kerja pejabat
kadaster yang kurang transparan kurang dapat dipahami masyarakat awam.Sedangkan
Sistem publikasi yang digunakan di Indonesia
Sedangkan
sistem publikasi yang dianut di Indonesia. Mengacu kepada Penjelasan Pasal 32
ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP
Pendaftaran Tanah), sistem publikasi yang digunakan di Indonesia adalah sistem
publikasi negatif yang mengandung unsur positif. Hal ini dapat dibuktikan dari
hal-hal berikut:
a.
Pendaftaran tanah
menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat, bukan sebagai alat pembuktian yang mutlak (sistem publikasi negatif).
b.
Sistem pendaftaran
tanah menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of titles),
bukan sistem pendaftaran akta (registration of deed) (sistem publikasi
positif).
c.
Negara tidak
menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat
(sistem publikasi negatif).
d.
Petugas
pendaftaran tanah bersifat aktif meneliti kebenaran data fisik dan yuridis
(sistem publikasi positif).
e.
Tujuan pendaftaran
tanah adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum (sistem publikasi
positif).
f.
Pihak lain yang
dirugikan atas diterbitkannya sertifikat dapat mengajukan keberatan kepada
penyelenggara pendaftaran tanah untuk membatalkan sertifikat atau mengajukan
gugatan ke pengadilan agar sertifikat dinyatakan tidak sah (sistem publikasi
negatif). [7]
F. Sistem Negatif
Pendaftaran Tanah
Di dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun
1961 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa pembukuan suatu hak di dalam
daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan bahwa orang yang
seharusnya berhak atas tanah itu akan kehilangan haknya. Orang tersebut masih
dapat menggugat hak dari yang terdaftar dalam buku tanah sebagai orang yang
berhak. Jadi, cara pendaftaran hak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
tidaklah positif, tetapi negatif. Demikian penjelasan Peraturan Pemerintah No.
10 Tahun 1961
Di dalam asas nemo plus yuris, perlindungan diberikan
kepada pemegang hak
yang
sebenarnya, maka dengan asas ini, selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan
kepada
pemilik terdaftar dari orang yang merasa sebagai pemilik sebenarnya.
Terlepas dari kemungkinan kalah atau menangnya tergugat
yaitu pemegang hak terdaftar,daftar umum yang diselenggarakan di suatu negara
dengan prinsip pemilik terdaftar tidak dilindungi hukum, tidak mempunyai
kekuatan bukti. Dalam sistem pendaftaran tanah yang negatif, yang memungkinkan
pemegang hak terdaftar dapat diganggu gugat, maka alat pembuktian yang utama di
dalam persidangan di pengadilan ialah akta Peraturan Pemerintah dan sertifikat.
Sertifikat merupakan hasil akhir dari suatu proses penyelidikan riwayat
penguasaan tanah bahwa terdaftarnya seseorang didalam daftar umum sebagai
pemegang hak belum membuktikan orang itu sebagai pemegang hak yang sah menurut
hukum. Jadi, pemerintah tidak menjamin kebenaran dari isi daftar-daftar umum
yang diadakan dalam pendaftaran hak dan tidak pula dinyatakan di dalam
undang-undang. Hal pokok yang penting di luar masalah perlindungan hukum dan
kekuatan bukti dari daftar-daftar umum ialah masalah arti hukum dari suatu
pendaftaran hak ataupun pendaftaran peralihan hak atas tanah.Telah dijelaskan
bahwa pemerintah menganut sistem negatif yang berarti pemilik terdaftar tidak
dilindungi sebagai pemegang yang sah menurut hukum. Dengan demikian,
pendaftaran berarti pendaftaran hak yang tidak mutlak, sehingga hal ini berarti
mendaftarkan peristiwa hukumnya yaitu peralihan haknya, dengan cara
mendaftarkan akta atau deed yang dalam bahasa Inggris disebut dengan
registration of deeds.
Sebaliknya, apabila ada perlindungan hukum bagi
pemegang hak terdaftar yaitu tidak bisa diganggu gugat, maka pemegang hak yang
terdaftar adalah pemegang hak yang sah menurut hukum sehingga pendaftaran
berarti mendaftarkan status seseorang sebagai pemegang hak atas tanah
(registration of title).
Sebelum UUPA berlaku, untuk menentukan kadar kepastian
hukum sesuatu hak, digunakan upaya ketentuan mengenai “kadaluwarsa” sebagai
upaya untuk memperoleh hak eigendom atas tanah (acquisitieve verjaring), yang
terdapat dalam Pasal 1955 dan 1963 KUH Perdata Buku IV. Kadaluwarsa sebagai
upaya memperoleh hak eigendom atas tanah diatur dalam Pasal 610, 1955 dan 1963
KUH Perdata. Dalam Pasal 610 ditetapkan
bahwa seorang bezitter dapat memperoleh hak eigendom atas suatu benda karena
verjaring. Adapun Pasal 1955 dan 1963 memuat syarat-syaratnya, yaitu penguasaannya
harus terus-menerus, tak terputus tak terganggu, dapat diketahui umum, secara
tegas bertindak sebagai eigenaar, dan harus dengan itikad baik. Jika
berdasarkan suatu alas hak (titel) yang sah harus berlangsung 20 tahun, perlu
menunjukkan alas hak. Dengan demikian, pada hakikatnya Pasal 1955 dan 1963
merupakan pelaksanaan dari Pasal 610 KUH Perdata, yang terletak dalam Buku
II. Dengan demikian, akta-akta peralihan
hak masa lampau dan yang sekarang, memegang peranan penting dalam menentukan
kadar kepastian hukum sesuatu hak atas tanah.
Hukum adat tidak mengenal lembaga acquisitieve
verjaring, yang dikenal dalam hukum adat adalah lembaga rechtsverwerking yaitu
lampaunya waktu sebagai sebab kehilangan hak atas tanah, kalau tanah yang
bersangkutan selama waktu yang lama tidak diusahakan oleh pemegang haknya dan
dikuasai pihak lain melalui perolehan hak dengan iktikad baik.Ketentuan ini
bertujuan, pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif
dan pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada
pihak yang dengan iktikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar Di dalam sistem publikasi negatif, negara
tidak menjamin kebenaran data yang disajikan, walaupun, tidaklah dimaksudkan
untuk menggunakan sistem publikasi negatif secara murni. Hal tersebut tampak
dari pernyataan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA, bahwa surat tanda bukti
hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat dan dalam Pasal 23,
32, dan 38 UUPA bahwa pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat
pembuktian yang kuat. Selain itu dari ketentuan-ketentuan mengenai prosedur
pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian data fisik dan data yuridis
serta penerbitan sertifikat dalam Peraturan Pemerintah ini, tampak jelas usaha
untuk sejauh mungkin memperoleh dan penyajian data yang benar, karena
pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum. Sehubungan dengan itu
diadakanlah ketentuan dalam ayat (2) ini.sebagai pemegang hak dalam buku tanah,
dengan sertifikat sebagai tanda buktinya,yang menurut UUPA berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.[8]
G. Jenis Dan Proses
Pendaftaran Tanah
1. Jenis
Pendaftaran Tanah
a. Berdasarkan
Ketetapan PP. 37 Tahun 1998
Akta-akta yang dibuat
PPAT :
1) Akta
Jual Beli
2) Akta Hibah.
3) Akta Tukar-menukar
4) Akta Hak Tanggungan
5) Akta Pembagian Hak Bersama
6) Inbreng
b. Berdasarkan
status penguasaan/pemilikan dari hukum adat, hak barat, hak timur asing, dll :
1) Konversi
Hak Adat
2) Pengakuan
Hak/Penegasan Hak
3) Konversi
Hak-hak Swapraja, dll
c. Berdasarkan
surat-surat keputusan atau penetapan dari pemerintah/instansi berwenang lainnya
1) Surat
Keputusan Hak
2) Surat
Ketetapan Redistribusi Tanah
3) Surat
Keputusan L.C
4) Surat
Ketetapan Pengadilan Negeri
5) Surat
Ketetapan Lelang, dll
2. Proses
Pendaftaran Tanah
a. Proses
Pendaftaran Tanah setelah PP No. 10 Tahun 1961 dilakukan dengan cara :
1) Pengukuran,
pemetaan, dan pembukuan tanah :
Ø Pendaftaran
hak dan peralihan hak.
Ø Pemberian
surat-surat tanda bukti hak berlaku sebagai bukti yang kuat.
Dengan sistem :
Ø Pengukuran
teristris daerah-daerah sebagai pelengkap.
Ø Fotogrametri.
2) Pengukuran
desa demi desa dilengkapi dengan Panitia Teknis dan Yuridis yang melibatkan
Kantor Desa/Pemerintahan untuk mendata:
Ø Riwayat
tanah per bidang
Ø Dibuat
peta-peta dengan skala besar yaitu 1:1000 ; 1:5000 ; dan 1:500
Ø Pengumuman
selama 3 bulan
3) Pembukuan
Tanah
Pembukuan
tanah adalah penyelenggaraan tata usaha di bidang pendaftaran tanah. Kantor
Pertanahan Kab/Kota melalui seksi pendaftaran tanah membuat 4 macam daftar
yaitu :
Ø Daftar
Nama
Ø Daftar
Tanah
Ø Daftar
Buku Tanah
Ø Daftar
Surat Ukur
Selain itu juga dilakukan
:
Ø Menyimpan
surat-surat otentik
Ø Surat-surat
keputusan pemberian Hak Atas Tanah
Ø Warkah-warkah
lainya
b. Pendaftaran
Hak Atas Tanah
Pendaftaran
Hak Atas Tanah adalah pendaftaran untuk pertama kalinya atau pembukuan suatu
hak atas tanah dalam daftar buku tanah.
Cara pendaftaran hak
tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Pendaftaran hak di
desa-desa lengkap, yaitu desa-desa yang telah dilakukan pengukuran desa demi
desa.
2)
Pendaftaran Hak
Atas Tanah pada desa-desa yang belum lengkap, yaitu desa-desa yang belum
diselenggarakan pengukurannya.
3)
Pendaftaran Hak
Atas Tanah atas permohonan si pemegang hak itu sendiri.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Sistem
Pendaftaran tanah adalah tata cara atau suatau rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Negara atau Pemerintah
secara terus menerus dan teratur , berupa pengumpulan keterangan atau
data tetentu mengenai tanah–tanah tertentu yang ada di wilayah–wilayah tertentu
, pengolahan, penyimpanan dan penyajianya bagi
kepentingan rakyat, dalam
rangka memberikan jaminan kepastian hukum
di bidang pertanahan , termasuk penerbitan tanda bukti dan
pemeliharaanya.
Sedangkan Tujuan diadakan
Sistem Pendaftaran tanah sama dengan tujuan pendaftaran tanah yang diatur Pasal
19 ayat 1 UUPA bahwa setiap tanah yang ada diseluruh wilayah indonesia
diperintahkan untuk didatarkan ke BPN
2.
Dasar hukum system
pertanahan Indonesia adalahUUPA (UU No. 5 Tahun 1960) tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria : Pasal 19 **
3.
Macam – Macam
Sistem Pendaftaran Tanah
a.
Sistem Pendaftarn
akta, dalam sistem pendaftaran akta, akta-akta itulah yang didaftar oleh
pejabat pendaftaran tanah (PPT)
b.
Sistem Pendaftran
Hak,dalam sistem pendaftaran hak pun setiap penciptaan hak baru dan perbuatan-
perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemudian, juga harus dibuktikan
dengan akta.
4.
Sistem
Pendaftartan Tanah tanah yang dianut oleh banyak negara adalah sebagai berikut :
a.
Sistem Torrens , menurut
sistem Torrens, sertifikat tanah merupakan alat bukti pemegang hak atas tanah
yang paling lengkap dan tidak dapat diganggu gugat. Pengubahan buku tanah tidak
diperkenakan
b.
Sistem Positif, dalam pendaftaran tanah menyatakan bahwa apa yang
tercantum dalam buku tanah dan surat bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat
bukti mutlak.
c.
Sistem
Negatif,merupakan sertifikat hak
atas tanah yang dikeluarkan merupakan tanda bukti hak yang kuat
5.
Sistem publikasi
yang dianut di Indonesia Mengacu kepada Penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan
Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran
Tanah), sistem publikasi yang digunakan di Indonesia adalah sistem publikasi
negatif yang mengandung unsur positif.
6.
Sistem negative
pendafaran tanah, didaftar di dalam
sistem publikasi negatif, negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan,
walaupun, tidaklah dimaksudkan untuk menggunakan sistem publikasi negatif
secara murni.
7.
Jenis pendaftaran
tanah Berdasarkan Ketetapan PP. 37 Tahun 1998, Berdasarkan status penguasaan
atau pemilikan dari hukum adat, hak barat, hak timur asing, dan Berdasarkan
surat-surat keputusan atau penetapan dari pemerintah/instansi berwenang
lainnya. Sedangkan Proses pendaftaran tanah setelah PP No. 10 Tahun 1961
dilakukan dengan cara : Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah, Pengukuran
desa demi desa,dan Pembukuan Tanah
B.
Saran
Dengan
mengetahui system pendaftaran tanah yang sesuai dengan UUPA maka diharapkan
para masyarakat mendaftarkan tanahnya guna untuk mendapatkan perlindungan dan
diakui secara pasti oleh negara.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Achmad Chomzah, Hukum
Agraria Pertanahan Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2004
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya,
Jakarta: Sinar Grafika, 2014
Budi Harsono , Hukum Agraria Indonesia, Jakarta :
Djambatan, 1994
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Himpunan
Peraturan – Peraturan Hukum Tanah, Jakarta
: Unipress , 2002
http://amatarpigo.blogspot.co.id/2013/11/makalah-tentang-pendaftaran-tanah.html
diakses (10/04/2016)
[1]
Budi Harsono , Hukum Agraria Indonesia,
Jakarta : Djambatan, 1994, Hlm. 63.
[2]
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia
: Himpunan Peraturan – Peraturan Hukum Tanah,
Jakarta : Unipress , 2002, hlml. 11 - 12
[3]
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia.
Op. Cit. Hlm 67
[4]Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria
Pertanahan Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2004, hlm. 6-7.
[5]
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah
Dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2014. Hlm. 117-118
[6]
Ibid., Hlm. 119-120
[8]
Ibid., hlm 121-124
[9]
http://amatarpigo.blogspot.co.id/2013/11/makalah-tentang-pendaftaran-tanah.html
diakses (10/04/2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar