Kamis, 05 Mei 2016

SISTEM PENDAFTARAN TANAH

SISTEM PENDAFTARAN TANAH
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi TugasMata Kuliah:
 Hukum Agraria
Dosen pengampu: Hasanain Haikal, SH, MH.
Description: Description: STAIN.png

Disusun oleh:
1.       Hidayatul Ula                                     (1520110023)
2.       Budi Utomo                                        (1520110024)
3.       Islakhudin                                           (1520110025)
 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
STUDI AHWALUS SYAKHSIYYAH
TAHUN 2016




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui sistem Pendaftaran tanah yang benar menjdikan tanah terjadi permasalahan dalam mengetahui hak milik tanah. Maka untuk menjamin kepastian hukum, maka mendaftarkan hak atas tanah merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan guna menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah serta pihak lain yang berkepentingan dengan tanah tersebut. Pendaftaran tanah dilakukan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berada di wilayah kabupaten atau kota.
Di Indonesia sistem pendaftaran tanah masih menimbulkan polemik. Masih banyak masyarakat Indonesia yang sukar untuk dapat mengatasi masalah ini dengan baik. Sebagian besar penduduk mengira masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan uang. Cara instan ataupun cepat yang dilakukan dengan semakin besar mereka mengeluarkan uang maka akan semakin cepat pula penyelesaiannya. Padahal sesuai kenyataan, cara yang diambil ini salah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menjadi oknum menyelesaikan urusan dalam pendaftaran tanah menyatakan “uang yang diminta dari para pendaftaran tanah mereka akan masuk ke dalam kas negara dan bukan masuk ke saku pribadi dan proses ini biasa disebut sebagai uang administrasi”.










B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Dan Tujuan Sistem Pendaftaran Tanah ?
2.      Apa Dasar Hukum Sistem Pendaftaran Tanah ?
3.      Apa Macam – Macam Sistem Pendaftaran Tanah ?
4.      Bagaimana Sistem Pendaftaran Tanah  ?
5.      Bagaimana Sistem Publikasi Di Indonesia ?
6.      Apa Saja Jenis Dan Proses Pendaftaran Tanah
7.      Bagaimana  Sistem Negatif Pendaftaran Tanah ?
C.     Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Dan Tujuan Sistem Pendaftaran Tanah
2.      Untuk Mengetahui Dasar Hukum Sistem Pendaftaran Tanah
3.      Untuk Mengetahui Macam – Macam Sistem Pendaftaran Tanah
4.      Untuk Mengetahui Sistem Pendaftaran Tanah
5.      Untuk Mengetahui Sistem Publikasi Di Indonesia
6.      Untuk Mengetahui Jenis Dan Proses Pendaftaran Tanah
7.      Untuk Mengetahui Sistem Negatif Pendaftaran Tanah Di Indonesia











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Dan Tujuan Sistem Pendaftaran Tanah
Sistem menurut KBBI merupakan perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dan sebagainya. Metode
Sistem Pendaftaran tanah adalah tata cara atau suatau rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara atau Pemerintah  secara terus menerus dan teratur , berupa pengumpulan keterangan atau data tetentu mengenai tanah–tanah tertentu yang ada di wilayah–wilayah tertentu , pengolahan, penyimpanan dan penyajianya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum  di bidang pertanahan , termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaanya.[1]
Sedangkan Tujuan diadakan Sistem Pendaftaran tanah sama dengan tujuan pendaftaran tanah yang diatur Pasal 19 ayat 1 UUPA bahwa setiap tanah yang ada diseluruh wilayah indonesia diperintahkan untuk didatarkan ke BPN hal ini dipertegas pada pasal 3 PP no. 24 tahun 1997 bahwa pendaftaran tanah bertujuan sbb :
a.       Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas suatu bidang tanah, disamping itu agar dapat membuktikannya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b.      Untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan, dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai tanah – tanah yang ada.
c.       Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan

B.     Dasar Hukum Sistem Pendaftaran Tanah
Dalam UUPA (UU No. 5 Tahun 1960) tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria : Pasal 19 **
(1)   Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemeritah.
(2)   Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini  meliputi :
a.       Pengukuran ,perpetaan, dan pembukuan tanah
b.      Pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut
c.       Pemberian surat – surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
(3)   Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan  Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas osial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraanya menurut pertimbangan Menteri Agraria
(4)   Dalam peraturan Pemerintah diatur biaya – biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 diatas , dengan ketentuan bahwa rakyaat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya – biaya tersebut. [2]


C.    Macam – Macam Sistem Pendaftaran Tanah
Ada dua macam Sistem pendaftaran tanah yang digunakan, yaitu :
1.      Sistem Pendaftaran Akta
Dalam sistem pendaftaran tanah mempermasalahkan : apa yang didaftar, bentuk penyimpanan dan penyajian data yuridis serta bentuk bukti haknya.
Dalam sistem pendaftaran akta, akta-akta itulah yang didaftar oleh pejabat pendaftaran tanah (PPT). Sikap dari PPT dalam sistem ini passif, ia tidak melakukan pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar.
Di Negeri Belanda misalnya, menurut keterangan KUHPerdata dalam sistem pendftaran ini pemindahan hak oleh notaris dibuat akta transpornya dan dalam pembebanan hipotek borderelnya. Negeri Belanda menggunakan sistem pendaftran akta. Maka akta transport dan bordernya itulah yang didaftarkan oleh PPPT dan setelah dibubuhi tanda pendaftaran diserahkan kepada pembeli selaku pemegang haknya yang baru dan kreditur selaku pemegang hipotik sebagai surat tanda bukti haknya. 
Kemudian di kantor PPPT disimpan salinanya yang terbuka bagi umum . Hindia Belanda juga menggunakan system pendftaran akta bagi pendaftaran tanah – tanah hak barat. Ketentuanya dalam KUHPerdata sama dengan berlaku di negeri Belanda. Tetapi dalam akta pemindahan hak dan akta pembebnn hipotik bukan dibuat oleh notaris, melainkan oleh Overschrijvings Ambtenaar menurut Overschrijving Ordonantie. Pendaftaran akta – akta tersebut pun dilakukan oleh penjabat Overschirjving , dengan dibubuhinya nomor pendaftaran sesuai urutan pendaftaran dalam register akta yang diselenggarakanya. Berbeda dengan Belanda pembuatan dan pendftaran akta dilakukan pada hari yang sama oleh penjabat Overschirjvig di kantornya.
Untuk pembeli selaku pemegang haknya yang baru daan kreditur selaku pemegang hipotik dibuat grosse aktanya. Tiap kali terjadi perubahan maka wajib dibuatkan akta sebagai buktinya , maka dalam sistem ini  data yuridis yang diperlukanharus dicari dalam akta- akta yang bersangkutan. Cacat hukum pada suatu akta bias mengakibatkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta yang dibuat kemudian. Untuk memperoleh data yuridis harus dilakukan title search yang bias memakan waktu dan biaya, yang dibutuhkan bantuan oleh ahli.
2.      Sistem Pendaftaran hak
Dalam sistem pendaftaran hak pun setiap penciptaan hak baru dan perbuatan- perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemudian, juga harus dibuktikan dengan akta. Tetapi dalam penyelenggaraan pendaftaranya, bukan aktanya yang didaftarkan, melaiankan haknya yang diciptakan dan perubahan – perubahanya kemudian.
Untuk pendaftaran hak dan perubahan – perubahannya yang terjadi kemudian disediakan suatu daftar isian atau register. Dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia sekarang menurut PP No.10/1961, disebut buku  tanah ( pasal 10 ).  “ 1) Untuk hak milik, hak guna-usaha, hak guna-bangunan dan tiap-tiap hak lainnya yang pendaftarannya diwajibkan oleh sesuatu peraturan diadakan daftar buku-tanah tersendiri.  2)  Satu buku-tanah hanya dipergunakan untuk mendaftar satu hak atas tanah.  3) Tiap-tiap buku-tanah yang telah dipergunakan untuk membukukan sesuatu hak dibubuhi tanda-tangan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah dan cap Kantor Pendaftaran Tanah yang bersangkutan. Pendaftaran Tanah dan cap Kantor Pendaftaran Tanah yang bersangkutan.   “
Akta pemberian hak berfungsi sebagai sumber data yuridi untuk mendaftar hak yang diberikan dalam buku-tanah yang bersangkutan. Jika terjadi perubahan, tidaak dibuatkan buku tanah  baru, melainkan dilakukan pencatatanya pada ruang mutase yang disediakan pada buku-tanah yang bersangkutan.
Dalam sistem ini buku-tanah disipan dikantor PPPT dan terbuka bagi umum, sebagai tanda bukti hak diterbitkan sertipikat yang merupakan Salinan register. Dalam pendaftaran menurrut PP10/1961 sertifikat hak tanah  terdiri atas Salinan buku-tanah dan salina surat-ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen. ( Pasal 13 ).” 1) Untuk tiap-tiap hak yang dibukukan menurut Pasal 12 dibuat salinan dari buku-tanah yang bersangkutan.2)  Untuk menguraikan tanah yang dimaksud dalam salinan buku-tanah dibuat surat-ukur sebagai yang dimaksud dalam Pasal 11.  3)  Salinan buku-tanah dan surat-ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas-sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria, disebut sertipikat dan diberikan kepada yang berhak.  4)  Sertipikat tersebut pada ayat (3) Pasal ini adalah surat-tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria.”
Dalam sistem PP 10/1961 semua data yang terdapat dalam buku-tanah dicantumkan juga pada salinanya yang merupakan bagian dari sertipikat. Sebagaimana halnya dengan buku-tanah, jika terjadi perubahan kemudian tidak dibuatkan sertifikat baru , melainkan perubahanya dicatat dalam Salinan buku-tanah tersebut. Maka data yuridis yang diperllukan baik data waktu untuk pertama kali didaftar haknya maupun perubahan-perubahannya yang terjadi kemudian dengan mudah dapat diketahui dari buku-tanah dan sertipikat hak yang bersangkutan.[3]
Kemudian dengan Pasal 4, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dijelaskan dalam beberapa ayat, yaitu:
a.       Ayat 1
Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf (1), kepada si pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, diberikan sertifikat hak atas tanah.
b.      Ayat 2
Untuk melaksanakan fungsi informasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf (2), data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum.
c.       Ayat 3
Untuk mencapai tertib administrasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka (3), setiap bidang tanah  dan satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah, dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.
Untuk diketahui bahwa sesuai dengan pasal 4 ayat 1, maka kepada si pemegang hak atas tanah diberikannya sertifikat hak atas tanah. Masalahnya: Apakah yang dimaksud Sertifikat Hak atas tanah?
Sesuai dengan pasal 1 ayat 20 ditegaskan bahwa: “Sertifikat, adalah Surat Tanda Bukti Hak sebagaimana dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA, untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam Bukti Tanah yang bersangkutan.”[4]
Sistem pendaftaran tanah yang dipakai di suatu negara tergantung pada asas hukum yang dianut negara tersebut dalam mengalihkan hak atas tanahnya, terdapat dua macam asas hukum yaitu ;
1.      Asas Iktikad Baik
Asas iktikad berbunyi :” orang yang memperoleh sesuatu hak dengan iktikad baik, akan tetapi menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum. “ asas ini bertujuan untuk melindungi orang yang briktikad baik. Kesulitan muncul : bagaimana caranya untuk mengetahui  seseorang beriktikad baik? Pemecahanya adalah hanya orang beriktikad baik yang bersedia memperoleh hak dari orang yang terdaftar haknya. Guna melindungi orang yang beriktikad maka perlu daftar umum yang mempunyai kekuatan bukti. Sistem pendaftaranya disebut sistem positif.
2.      Asas Nemo Plus Yuridis
Asas ini berbunyi : “ orang tak dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada padanya . ini berarti bahwa pengalihan hak oleh orang yang tidak berhak adalah batal.” Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak yang sebenarnya. Berdasarkan asas ini, pemegang hak yng sebenarnya akan selalu dapat menutut kembali haknya yang terdaftar atas nama siapapun, oleh karena itu daftar umumnya tidak mempunyai kekuatan bukti. Sistem pendaftaran tanahnya disebut system pendaftaran negatif. [5]

D.    Sistem Pendaftaran Tanah
Sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh banyak negara  adalah sebagai berikut :
1.      Sistem Torrens
Sistem ini dikenal dengan nama “The Real Property Art “atau “Torren Act” yang mulai berlaku di Australia selatan tahun 1858. Sesuai dengan namanya, sistem ini diciptakan oleh seorang benama Sir Robert Torrens. Sistem ini kemudian diatur oleh banyak negara lain, dan sudah disesuaikan dengan hukum material masing-masing negara tetapi tata dasarnya  masih sama. Menurut sistem Torrens, sertifikat tanah merupakan alat bukti pemegang hak atas tanah yang paling lengkap dan tidak dapat diganggu gugat. Pengubahan buku tanah tidak diperkenakan, kecuali jika sertifikat hak atas tanah itu diperoleh dengan cara pemalsuan atau penipuan. System Torrens ini diterapkan di Kanada, Amerika Serikat, Brazil, Aljazair, Spanyol, Denmark,Norwegia, dan Malaysia.


Dalam Sistem pendaftaran Torrens dapat dinyatakan :
a.      Security Of Title, kebenaran dan kepastian dari  hak tersebut terlihat daari rangkaian peralihan haknya daan memberikan jaminan bagi yang memperolehnya terhadaap gugatan lain.
b.      Peiniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berkelebihan.
c.       Penyederhanaan atas alas hak dan yang berkaitan
d.      Ketelitian


2.      Sisitem Positif
Sistem positif dalam pendaftaran tanah menyatakan bahwa apa yang tercantum dalam buku tanah dan surat bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat bukti mutlak. Jika pihak ketiga bertindak berdasarkan bukti-bukti tersebut, maka dia mendapat perlindungan mutlak walaupun kemudian hari ternyata bahwa keterangan yang tercantum didalamnya tidak benar. Oleh karena itu, pelaksana pendaftaran tanah berperan aktif menyelidiki dengan teliti apakah hak atas tanah dapat didaftar untuk nama seseorang atau tidak. Seperti halnya sistem Torrens, sistem positif juga mempunyai beberapa kelebihan seperti berikut ini:
a.       Kepastian hukum tanah bersifat mutlak.
b.      Pelaksanaan pendaftaran tanah bertindak aktif dan teliti.
c.       Mekanisme kerja penerbit hak atas tanah mudah dipahami oleh orang awam.
Akan tetapi sistem ini juga mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu:
a.       Akibat pelaksanaan pendaftaran tanah bertindak aktif dan teliti, maka waktu yang digunakan sangat lama.
b.      Pemilik hak atas tanah yang sebenarnya, akan kehilangan hal.
c.       Wewenang pengadilan dimasukkan ke dalam wewenag administrasi karena penerbitan sertifikat tidak dapat diganggu gugat.
Sistem positif ini diterapkan di Jerman dan Swiss.

3.      Sistem Negatif
Menurut sistem negatif, sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan merupakan tanda bukti hak yang kuat. Artinya semua keterangan yang terdapat dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima oleh hakim sebagai keterangan yang benar, selama tidak dibuktikan sebaliknya dengan alat bukti lain. Bila kemudian hari ternyata keterangan dalam sertifikat itu tidak benar, maka berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, sertifikat tersebut dapat diadakan perubahan seperlunya.
Kebaikan dari sistem negatif adalah perlindungan hukum diberikan kepada pemegang hak yang sejati (sebenarnya). Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah sebagai berikut:
a.       Peran positif pejabat balik nama tanah menyebabkan tumpang tindih sertifikat tanah.
b.      Mekanisme kerja penerbitan hak atas tanah kurang dipahami oleh masyarakat awam.
UUPA tidak menyatakan secara tegas bahwa sistem pendaftaran yang mana dianut dari tiga sistem yang telah diuraikan. Tetapi apabila didasarkan pada ketentuan Pasal 19 ayat (2) UUPA, yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang berakhir adalah pemberian anda bukti hak yang berlaku sebagai “alat pembuktian yang kuat”, jelas bahwa UUPA menganut sistem negatif dalam hal pendaftaran tanah. Pasal 32 ayat (1) (1) Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19. UUPA menganut sistem negatif dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah  menggunakan waktu relatif singkat. Namun tidak berarti bahwa berdasarkan sistem negatif pelaksanaan pendaftaran tanah kurang atau tidak teliti. Terdapat sistem pendaftaran tanah yang dianut UUPA, beberapa ahli hukum memberikan tanggapan sebagai diuraikan berikut ini. Berkenan dengan sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA, ada beberapa pendapat di kalangan para ahli hukum, antara lain :
a.       Boedi Harsono berpendapat bahwa pendaftaran tanah didalam UUPA tidak menganut sistem negatif murni tetapai sistem negatif bertendensi positif. Pengertian bertendes positif ialah adanya peran aktif pelaksana pendaftaran tanah. Peran aktif itu misalnya:
1)      Menyelidiki asal tanah dengan sangat teliti Pasal 3 ayat (2) PP No.10 Tahun 1961
2)      Pengumuman selama 3 (tiga) bulan untuk pendaftaran tanah pertama kali Pasal 6 ayat (1) PP No. 10 Tahun 1961.
b.      Sunaryati Hartono dan Bachtiar Effendi berpendapat, bahwa UUPA sudah tiba waktunya  untuk beralih dari sistem negatif ke sistem positif dalam pendaftaran tanah, sehingga sertifikat hak atas tanah merupakan satu-satunya alat bukti hak. Apabila kemudian dapat dibuktikan bahwa sertifikat itu ternyata palsu, atau dipalsukan, atau diperoleh secara tidak sah, tentu saja mengakibatkan sertifikat ini menjadi batal dengan sendirinya.
c.       Mariam Darus Badruszaman dan Abdurrahman berpendapat bahwa sistem pendaftaran tanah yang dianut UUPA adalah sistem campuran antarsistem positif dan sistem negatif. Alasanya adalah bahwa pemilik yang sebenarnya mendapat perlindungan hukum, sedangkan sistem positif ternyata dengan adanya campuran tangan pemerintah, yaitu PPAT dan Bagian Pendaftaran Tanah meneliti kebenaran setiap peralihan hak dan tanah.
Ciri-ciri sistem pendaftaran tanah negatif bertendens positif sebagaimana yang dianut oleh UUPA adalah sebagai berikut.
1.      Namun pemilik tanah yang tercantum dalam daftar buku tanah adalah pemilik tanah yang benar dan dilindungi hukum, dan merupakan tanda bukti hak yang tertinggi.
2.      Setiap peristiwa baik nama melalui penelitian seksama, syarat-ayarat dan prosedur berdasarkan asas keterbukaan (open baar hedssbeginsel)
3.      Setiap bidang tanah (persil) batas-batasanya diukur dan di gambar dalam peta pendaftaran dengan skala 1: 1.000. Ukuran tersebut memungkinkan untuk meneliti kembali batas-batas persil bila kemudian hari terjadi sangketa batas.
4.      Pemilik tanah yang tercantum dalam buku tanah dan sertifikat masih dapat diganggu-gugat melalui Pengedilan Negeri oleh Badan Pertanahan Nasional.
5.      Pemerintah tidak menyediakan dana untuk pembayaran ganti kerugian kepada masyarakat karena kesalahan administrasi pendaftaran tanah. Masyarakat yang dirugikan dapat menuntut melalui Pengadilan Negeri untuk mendapatkan haknya.
Sistem pendaftaran tanah di Indonesia dapat dilihat dari beberapa periode yaitu :
1.      Sebelum berlakunya UUPA dan PP No. 10 Tahun 1961 maka untuk Indonesia berlaku S.1824-27 jo. S.1947-53 dimana perjanjian obligatoir peralihan hak dilaksanakan dengan segala bukti tertulis, boleh akta notaris, ataupun dibawah tangan yang disaksikan notaris, dan kemudian oleh Kepala Kantor Kadaster yang merupakan seorang pegawai Balik Nama ( overschirjivingsambtenaar ) beserta salah seorang pegawainya dibuatkan akte peralihannya dilakukan lebih dahulu.
2.      Setelah berlakunya UUPA dan PP No.10 Tahun 1961, terdapat perubahan. Asas negatif dianut sehingga dapat saja sseorang mengklaim bahwa hakny lebih benar dari yang tercantum dalam bukti hak tanahnya dan hakim berhak memeriksa atau memutuskan perkara tersebut dan dapat memerintah Kepala Kantor Pendafaran Tanah untuk mengubah kepemilikan tersebut.
Sungguhpun demikian yang menang perkara dalam masalah hak atas tanah tersebut harus mengajukan permohonan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang penggantian pemilikan hak tersebut dengan melampirkan putusan pengadilan tersebut.
Hakim Pengadilan Negeri bukan satu-satunya atau sebagai instansi pertama dan terakhir , tetapi dapat saja dimohonkan banding dan kasasi
3.      PP No. 24 Tahun 1997 telah menganut asas yang lebih pragmatis dan memperluas cakupan  dalam pelaksanaan konversi dan juga hak-hak apa saja yang dapat diproses dalam pendaftaran tanah.[6]


E.     Sistem Publikasi Yang Dianut Di Indonesia
Sistem pendaftaran tanah yang diterapkan di suatu negara didasarkan pada asas hukum yang dianut oleh negara tersebut dalam mengalihkan hak atas tanah. Ada dua macam asas hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus yuris. Asas itikad baik berarti orang yang memperoleh suatu hak dengan itikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum,sedangkan asas nemo plus yuris berarti orang tidak dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada padanya. Sistem publikasi yang digunakan untuk Asas itikad baik adalah sistem publikasi positif, sedangkan sistem asas nemo plus yuris menggunakan sistem publikasi positif. Di dunia ini tidak ada satu negara yang menganut salah satu asas tersebut secara murni, karena masing-masing asas ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut dijelaskan sistem publikasi tanah
1.      Sistem Publikasi Positif
Sistem publikasi positif digunakan untuk melindungi orang yang memperoleh suatu hak dengan itikad baik. Menurut Effendi Perangin, sistem publikasi positif mengandung pengertian apa yang terkandung dalam buku tanah dan surat-surat tanda bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang mutlak, sehingga pihak ketiga yang bertindak atas bukti-bukti tersebut mendapatkan perlindungan yang mutlak, meskipun di kemudian hari terbukti bahwa keterangan yang terdapat di dalamnya tidak benar. Mereka yang dirugikan akan mendapat kompensasi dalam bentuk lain.Menurut Arie S. Hutagalung sebagaimana dikutip oleh Urip Santoso, orang yang mendaftar sebagai pemegang hak atas tanah tidak dapat diganggu gugat lagi haknya dan negara sebagai pendaftar menjamin bahwa pendaftaran yang dilakukan adalah benar.
Ciri-ciri pendaftaran tanah yang menggunakan sistem publikasi positif adalah:
a.       Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of titles).
b.      Sertifikat yang diterbitkan sebagai tanda bukti hak bersifat mutlak, yaitu data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat tidak dapat diganggu gugat dan memberikan kepercayaan yang mutlak pada buku tanah.
c.       Negara sebagai pendaftar menjamin bahwa data fisik dan data yuridis dalam pendaftaran tanah adalah benar.
d.      Pihak ketiga yang memperoleh tanah dengan itikad baik mendapatkan perlindungan hukum yang mutlak.
e.       Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertifikat tanah mendapatkan kompensasi dalam bentuk yang lain.
f.        Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah membutuhkan waktu yang lama, petugas pendaftaran tanah melaksanakan tugasnya dengan sangat teliti, dan biaya yang relatif tinggi.
Sistem publikasi positif memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Menurut Sudikno Mertokusumo, kelebihan dari sistem publikasi positif adalah:
a.       Adanya kepastian dari buku tanah yang bersifat mutlak.
b.      Pelaksana pendaftaran tanah bersifat aktif dan teliti.
c.       Mekanisme kerja dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah mudah dimengerti orang lain.

Menurut Arie S. Hutagalung, kelebihan dari sistem publikasi positif adalah :
a.       Adanya kepastian hukum bagi pemegang sertifikat.
b.      Adanya peranan aktif pejabat kadaster.
c.       Mekanisme penerbitan sertifikat dapat dengan mudah diketahui publik.
Sedangkan kekurangan dari sistem publikasi positif menurut Sudikno Mertokusumo adalah:
a.       Akibat dari pelaksana pendaftaran tanah bersifat aktif, waktu yang digunakan sangat lama.Pemilik hak atas tanah yang sebenarnya berhak akan kehilangan haknya.
b.      Wewenang pengadilan diletakkan dalam wewenang administrasi, yaitu dengan diterbitkannya sertifikat tidak dapat diganggu gugat.
Hal yang senada dikemukakan oleh Arie S. Hutagalung yang mengemukakan beberapa kekurangan sistem pendaftaran positif:
a.       Pemilik tanah yang sesungguhnya akan kehilangan haknya karena tanah tersebut telah ada sertifikat atas nama pihak lain yang tidak dapat diubah lagi.
b.      Pernanan aktif pejabat kadaster memerlukan waktu dan prasarana yang mahal.
Wewenang pengadilan diletakkan dalam wewenang pengadilan administrasi.

2.      Sistem Publikasi Negatif
Sistem publikasi negatif digunakan untuk melindungi pemegang hak yang sebenarnya, sehingga pemegang hak yang sebenarnya akan selalu dapat menuntut kembali haknya yang terdaftar atas nama siapa pun. Pada sistem publikasi negatif sertifikat yang dikeluarkan merupakan tanda bukti hak atas tanah yang kuat. Ini berarti semua keterangan yang terdapat di dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima s ebagai keterangan yang benar oleh hakim, selama tidak dibuktikan sebaliknya dengan menggunakan alat pembuktian yang lain. Dalam sistem publikasi negatif negara hanya secara pasif menerima apa yang dinyatakan oleh pihak yang meminta pendaftaran, sehingga setiap saat dapat digugat oleh orang yang merasa lebih berhak atas tanah tersebut.


Berikut ini ciri-ciri sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah:
a.       Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran akta (registration of deed).
b.      Sertifikat yang diterbitkan sebagai tanda bukti hak bersifat kuat, yaitu data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat dianggap benar sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya oleh alat bukti yang lain. Sertifikat bukan satu-satunya tanda bukti hak.
c.       Negara sebagai pendaftar tidak menjamin bahwa data fisik dan data yuridis dalam pendaftaran tanah adalah benar.
d.      Dalam sistem publikasi ini menggunakan lembaga kedaluwarsa (aqquisitive verjaring atau adverse possessive).
e.       Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertifikat dapat mengajukan keberatan kepada penyelenggara pendaftaran tanah untuk membatalkan sertifikat ataupun gugatan ke pengadilan untuk meminta agar sertifikat dinyatakan tidak sah.
f.        Petugas pendaftaran tanah bersifat pasif, yaitu hanya menerima apa yang dinyatakan oleh pihak yang meminta pendaftaran tanah.
Kelebihan dari sistem publikasi negatif menurut Arie S. Hutagalung adalah:
a.       Pemegang hak yang sesungguhnya terlindungi dari pihak lain yang tidak berhak atas tanahnya.
b.      Adanya penyelidikan riwayat tanah sebelum penerbitan sertifikat.
c.       Tidak adanya batas waktu bagi pemilik tanah yang sesungguhnya untuk menuntut haknya yang telah disertifikatkan oleh pihak lain.
Sedangkan kekurangan dari sistem publikasi negatif menurut Arie S. Hutagalung adalah:
a.       Tidak ada kepastian atas keabsahan sertifikat karena setiap saat dapat atau mungkin saja digugat dan dibatalkan jika terbukti tidak sah penerbitannya.
b.      Peranan pejabat pendaftaran tanah/adaster yang pasif tidak mendukung ke arah akurasi dan kebenaran data yang tercantum dalam sertifikat.
c.       Mekanisme kerja pejabat kadaster yang kurang transparan kurang dapat dipahami masyarakat awam.Sedangkan Sistem publikasi yang digunakan di Indonesia
Sedangkan sistem publikasi yang dianut di Indonesia. Mengacu kepada Penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran Tanah), sistem publikasi yang digunakan di Indonesia adalah sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif. Hal ini dapat dibuktikan dari hal-hal berikut:
a.       Pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, bukan sebagai alat pembuktian yang mutlak (sistem publikasi negatif).
b.      Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of titles), bukan sistem pendaftaran akta (registration of deed) (sistem publikasi positif).
c.       Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat (sistem publikasi negatif).
d.      Petugas pendaftaran tanah bersifat aktif meneliti kebenaran data fisik dan yuridis (sistem publikasi positif).
e.       Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum (sistem publikasi positif).
f.        Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertifikat dapat mengajukan keberatan kepada penyelenggara pendaftaran tanah untuk membatalkan sertifikat atau mengajukan gugatan ke pengadilan agar sertifikat dinyatakan tidak sah (sistem publikasi negatif). [7]

F.     Sistem Negatif Pendaftaran Tanah
Di dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa pembukuan suatu hak di dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan bahwa orang yang seharusnya berhak atas tanah itu akan kehilangan haknya. Orang tersebut masih dapat menggugat hak dari yang terdaftar dalam buku tanah sebagai orang yang berhak. Jadi, cara pendaftaran hak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tidaklah positif, tetapi negatif. Demikian penjelasan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961
Di dalam asas nemo plus yuris, perlindungan diberikan kepada pemegang hak
yang sebenarnya, maka dengan asas ini, selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan
kepada pemilik terdaftar dari orang yang merasa sebagai pemilik sebenarnya.
Terlepas dari kemungkinan kalah atau menangnya tergugat yaitu pemegang hak terdaftar,daftar umum yang diselenggarakan di suatu negara dengan prinsip pemilik terdaftar tidak dilindungi hukum, tidak mempunyai kekuatan bukti. Dalam sistem pendaftaran tanah yang negatif, yang memungkinkan pemegang hak terdaftar dapat diganggu gugat, maka alat pembuktian yang utama di dalam persidangan di pengadilan ialah akta Peraturan Pemerintah dan sertifikat. Sertifikat merupakan hasil akhir dari suatu proses penyelidikan riwayat penguasaan tanah bahwa terdaftarnya seseorang didalam daftar umum sebagai pemegang hak belum membuktikan orang itu sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum. Jadi, pemerintah tidak menjamin kebenaran dari isi daftar-daftar umum yang diadakan dalam pendaftaran hak dan tidak pula dinyatakan di dalam undang-undang. Hal pokok yang penting di luar masalah perlindungan hukum dan kekuatan bukti dari daftar-daftar umum ialah masalah arti hukum dari suatu pendaftaran hak ataupun pendaftaran peralihan hak atas tanah.Telah dijelaskan bahwa pemerintah menganut sistem negatif yang berarti pemilik terdaftar tidak dilindungi sebagai pemegang yang sah menurut hukum. Dengan demikian, pendaftaran berarti pendaftaran hak yang tidak mutlak, sehingga hal ini berarti mendaftarkan peristiwa hukumnya yaitu peralihan haknya, dengan cara mendaftarkan akta atau deed yang dalam bahasa Inggris disebut dengan registration of deeds.
Sebaliknya, apabila ada perlindungan hukum bagi pemegang hak terdaftar yaitu tidak bisa diganggu gugat, maka pemegang hak yang terdaftar adalah pemegang hak yang sah menurut hukum sehingga pendaftaran berarti mendaftarkan status seseorang sebagai pemegang hak atas tanah (registration of title).
Sebelum UUPA berlaku, untuk menentukan kadar kepastian hukum sesuatu hak, digunakan upaya ketentuan mengenai “kadaluwarsa” sebagai upaya untuk memperoleh hak eigendom atas tanah (acquisitieve verjaring), yang terdapat dalam Pasal 1955 dan 1963 KUH Perdata Buku IV. Kadaluwarsa sebagai upaya memperoleh hak eigendom atas tanah diatur dalam Pasal 610, 1955 dan 1963 KUH  Perdata. Dalam Pasal 610 ditetapkan bahwa seorang bezitter dapat memperoleh hak eigendom atas suatu benda karena verjaring. Adapun Pasal 1955 dan 1963 memuat syarat-syaratnya, yaitu penguasaannya harus terus-menerus, tak terputus tak terganggu, dapat diketahui umum, secara tegas bertindak sebagai eigenaar, dan harus dengan itikad baik. Jika berdasarkan suatu alas hak (titel) yang sah harus berlangsung 20 tahun, perlu menunjukkan alas hak. Dengan demikian, pada hakikatnya Pasal 1955 dan 1963 merupakan pelaksanaan dari Pasal 610 KUH Perdata, yang terletak dalam Buku II.  Dengan demikian, akta-akta peralihan hak masa lampau dan yang sekarang, memegang peranan penting dalam menentukan kadar kepastian hukum sesuatu hak atas tanah.
Hukum adat tidak mengenal lembaga acquisitieve verjaring, yang dikenal dalam hukum adat adalah lembaga rechtsverwerking yaitu lampaunya waktu sebagai sebab kehilangan hak atas tanah, kalau tanah yang bersangkutan selama waktu yang lama tidak diusahakan oleh pemegang haknya dan dikuasai pihak lain melalui perolehan hak dengan iktikad baik.Ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan iktikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar  Di dalam sistem publikasi negatif, negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan, walaupun, tidaklah dimaksudkan untuk menggunakan sistem publikasi negatif secara murni. Hal tersebut tampak dari pernyataan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA, bahwa surat tanda bukti hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat dan dalam Pasal 23, 32, dan 38 UUPA bahwa pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat pembuktian yang kuat. Selain itu dari ketentuan-ketentuan mengenai prosedur pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian data fisik dan data yuridis serta penerbitan sertifikat dalam Peraturan Pemerintah ini, tampak jelas usaha untuk sejauh mungkin memperoleh dan penyajian data yang benar, karena pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum. Sehubungan dengan itu diadakanlah ketentuan dalam ayat (2) ini.sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertifikat sebagai tanda buktinya,yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.[8]

G.    Jenis Dan Proses Pendaftaran Tanah
1.      Jenis Pendaftaran Tanah
a.      Berdasarkan Ketetapan PP. 37 Tahun 1998
Akta-akta yang dibuat PPAT :
1)      Akta Jual Beli
2)       Akta Hibah.
3)       Akta Tukar-menukar
4)       Akta Hak Tanggungan
5)       Akta Pembagian Hak Bersama
6)       Inbreng

b.      Berdasarkan status penguasaan/pemilikan dari hukum adat, hak barat, hak timur asing, dll :
1)      Konversi Hak Adat
2)      Pengakuan Hak/Penegasan Hak
3)      Konversi Hak-hak Swapraja, dll

c.       Berdasarkan surat-surat keputusan atau penetapan dari pemerintah/instansi berwenang lainnya
1)      Surat Keputusan Hak
2)      Surat Ketetapan Redistribusi Tanah
3)      Surat Keputusan L.C
4)      Surat Ketetapan Pengadilan Negeri
5)      Surat Ketetapan Lelang, dll

2.      Proses Pendaftaran Tanah
a.      Proses Pendaftaran Tanah setelah PP No. 10 Tahun 1961 dilakukan dengan cara :
1)      Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah :
Ø  Pendaftaran hak dan peralihan hak.
Ø  Pemberian surat-surat tanda bukti hak berlaku sebagai bukti yang kuat.
Dengan sistem :
Ø  Pengukuran teristris daerah-daerah sebagai pelengkap.
Ø  Fotogrametri.

2)      Pengukuran desa demi desa dilengkapi dengan Panitia Teknis dan Yuridis yang melibatkan Kantor Desa/Pemerintahan untuk mendata:
Ø  Riwayat tanah per bidang
Ø  Dibuat peta-peta dengan skala besar yaitu 1:1000 ; 1:5000 ; dan 1:500
Ø  Pengumuman selama 3 bulan
3)      Pembukuan Tanah
Pembukuan tanah adalah penyelenggaraan tata usaha di bidang pendaftaran tanah. Kantor Pertanahan Kab/Kota melalui seksi pendaftaran tanah membuat 4 macam daftar yaitu :
Ø  Daftar Nama
Ø  Daftar Tanah
Ø  Daftar Buku Tanah
Ø  Daftar Surat Ukur
Selain itu juga dilakukan :
Ø  Menyimpan surat-surat otentik
Ø  Surat-surat keputusan pemberian Hak Atas Tanah
Ø  Warkah-warkah lainya

b.      Pendaftaran Hak Atas Tanah
Pendaftaran Hak Atas Tanah adalah pendaftaran untuk pertama kalinya atau pembukuan suatu hak atas tanah dalam daftar buku tanah.
Cara pendaftaran hak tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Pendaftaran hak di desa-desa lengkap, yaitu desa-desa yang telah dilakukan pengukuran desa demi desa.
2)      Pendaftaran Hak Atas Tanah pada desa-desa yang belum lengkap, yaitu desa-desa yang belum diselenggarakan pengukurannya.
3)      Pendaftaran Hak Atas Tanah atas permohonan si pemegang hak itu sendiri.[9]


























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Sistem Pendaftaran tanah adalah tata cara atau suatau rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara atau Pemerintah  secara terus menerus dan teratur , berupa pengumpulan keterangan atau data tetentu mengenai tanah–tanah tertentu yang ada di wilayah–wilayah tertentu , pengolahan, penyimpanan dan penyajianya bagi
kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum  di bidang pertanahan , termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaanya.
Sedangkan Tujuan diadakan Sistem Pendaftaran tanah sama dengan tujuan pendaftaran tanah yang diatur Pasal 19 ayat 1 UUPA bahwa setiap tanah yang ada diseluruh wilayah indonesia diperintahkan untuk didatarkan ke BPN
2.      Dasar hukum system pertanahan Indonesia adalahUUPA (UU No. 5 Tahun 1960) tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria : Pasal 19 **
3.      Macam – Macam Sistem Pendaftaran Tanah
a.       Sistem Pendaftarn akta, dalam sistem pendaftaran akta, akta-akta itulah yang didaftar oleh pejabat pendaftaran tanah (PPT)
b.      Sistem Pendaftran Hak,dalam sistem pendaftaran hak pun setiap penciptaan hak baru dan perbuatan- perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemudian, juga harus dibuktikan dengan akta.
4.      Sistem Pendaftartan Tanah tanah yang dianut oleh banyak negara  adalah sebagai berikut :
a.       Sistem Torrens , menurut sistem Torrens, sertifikat tanah merupakan alat bukti pemegang hak atas tanah yang paling lengkap dan tidak dapat diganggu gugat. Pengubahan buku tanah tidak diperkenakan
b.      Sistem Positif, dalam pendaftaran tanah menyatakan bahwa apa yang tercantum dalam buku tanah dan surat bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat bukti mutlak.
c.       Sistem Negatif,merupakan sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan merupakan tanda bukti hak yang kuat
5.      Sistem publikasi yang dianut di Indonesia Mengacu kepada Penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran Tanah), sistem publikasi yang digunakan di Indonesia adalah sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif.
6.      Sistem negative pendafaran tanah, didaftar  di dalam sistem publikasi negatif, negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan, walaupun, tidaklah dimaksudkan untuk menggunakan sistem publikasi negatif secara murni.
7.      Jenis pendaftaran tanah Berdasarkan Ketetapan PP. 37 Tahun 1998, Berdasarkan status penguasaan atau pemilikan dari hukum adat, hak barat, hak timur asing, dan Berdasarkan surat-surat keputusan atau penetapan dari pemerintah/instansi berwenang lainnya. Sedangkan Proses pendaftaran tanah setelah PP No. 10 Tahun 1961 dilakukan dengan cara : Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah, Pengukuran desa demi desa,dan Pembukuan Tanah
B.     Saran
Dengan mengetahui system pendaftaran tanah yang sesuai dengan UUPA maka diharapkan para masyarakat mendaftarkan tanahnya guna untuk mendapatkan perlindungan dan diakui secara pasti oleh negara.










DAFTAR PUSTAKA

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustakaraya,       2004
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2014
Budi Harsono , Hukum Agraria Indonesia, Jakarta : Djambatan, 1994
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Himpunan Peraturan – Peraturan Hukum Tanah,        Jakarta :    Unipress , 2002



[1] Budi Harsono , Hukum Agraria Indonesia, Jakarta : Djambatan, 1994, Hlm. 63.
[2] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Himpunan Peraturan – Peraturan Hukum Tanah,  Jakarta : Unipress , 2002, hlml. 11 - 12
[3] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia. Op. Cit. Hlm 67
[4]Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2004, hlm. 6-7.
[5] Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2014. Hlm. 117-118
[6] Ibid., Hlm. 119-120
[8] Ibid., hlm 121-124

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

New Post

FILSAFAT HUKUM DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA

FILSAFAT HUKUM DAN PERANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Dose...